eighteen

377 71 21
                                    

{•°}

Malam itu terasa begitu panjang. Namun laki-laki dengan nama belakang Lee itu sama sekali tidak menyuarakan keberatan. Malah diam-diam berharap agar temaramnya langit terus berkepanjangan.

Eunwoo keluar dari kamar mandi setelah membersihkan dirinya. Handuk kecil masih menggantung pada pundak kala sepasang obsidian miliknya menemukan sosok lelaki lain yang duduk menekuk lutut di atas sofa.

Dengan raut sedih, kecewa, marah tercampur jadi satu membuat segala perasaan itu tergambar dengan jelas pada wajahnya. Eunwoo menghela napas panjang, lantas tak ragu menghampiri Changbin yang tampak fokus menggulir layar ponsel pintarnya.

"Jangan dilihat kalau bikin sakit hati." Eunwoo sengaja menipiskan hawa kehadirannya agar Changbin gelagapan. Tak berkutik kala ponsel miliknya dirampas oleh lelaki yang lebih tua.

"Aku nggak sengaja baca saja," Seo mengelak, tapi sungguh jelas Eunwoo tidak percaya.

Pria itu duduk di lantai, berhadapan dengan Changbin yang masih berada di atas sofa. Ponsel tadi ia letakkan di meja, kemudian meraih kedua tangan Seo untuk ia genggam. Yang lebih muda cukup tersentak kaget atas tindakan tersebut.

Cha Eunwoo memandang Changbin kelewat lembut dan teduh, benar-benar bagai pohon rindang yang melindungi kelinci dari sengatan sinar matahari. Siapapun yakin bahwasanya laki-laki yang hidupnya kelewat serampangan ini sedang berada di titik balik kehidupannya.

"Mulai sekarang, kamu hanya boleh dengar sesuatu yang baik-baik saja. Aku gak akan biarkan kamu melihat kejamnya di dunia. Sekalipun demikian, aku akan melindungi kamu. Mungkin kamu anggap aku ini cuma player nakal yang tidak punya pendirian. Tetapi aku yang sekarang tidak ada kaitannya dengan aku yang dulu." Eunwoo bicara seolah ia hanya mempunyai satu kesempatan untuk menyatakan isi hatinya.

Changbin tertegun. Ia pikir Eunwoo memang sedang bergurau semata. Namun semua pikiran buruk itu ia kubur dalam-dalam kala menyadari sepasang obsidian gelap pekat itu nampak berbinar berkat pantulan dari cahaya dan genangan air mata.

"Aku gak tahu kapan ini semua dimulai, tapi yang aku tahu jelas adalah aku hanya ingin kamu bahagia. Dan harus denganku. Aku tidak peduli jika dianggap egois atau semacamnya karena pada titik ini aku merasa aku akan mati jika tidak bersama kamu."

Cha Eunwoo tidak percaya begitu sungguh-sungguh dalam bertindak di seluruh catatan kehidupannya.
Ia hanya menganggap bahwa segalanya hanyalah lelucon sampah yang busuk dan menggelikan. Begitu sampai pada akhirnya Changbin hadir.

Persetan jika dianggap perasaannya terbentuk begitu singkat, sebab pada kenyataannya itu adalah apa yang sungguhan ia rasakan.

Cha Eunwoo tidak sekedar menyukai Changbin. Ia butuh. Cha Eunwoo membutuhkan sosok Changbin untuk menuntun kehidupannya yang sudah kehilangan arah.

"Seo Changbin, aku mohon teruslah bersamaku. Kamu satu-satunya kesalahan yang tidak bisa aku sesali."

{•°}

Lengkungan senyum tipis menghiasi bibir kering Eunwoo. Sepasang manik hitam itu memberikan tatapan penuh perasaan cinta pada sosok yang saat ini tengah terlelap nyenyak. Deru napas lembutnya bagai nyanyian merdu di telinga Eunwoo.

Ia mengusap punggung tangan Changbin lembut dan senyum merekah itu sama sekali tidak meninggalkan wajahnya. Perasaan Eunwoo tidak cukup dikiaskan dengan kata yang gembira saja.

Dirinya lupa kapan terakhir kali merasa hidupnya sungguh menyenangkan. Selama ini ia menjalani hari-hari dengan merasa bosan akan kehidupan yang sungguh monoton. Punggung tangan yang ia usap tadi kini ia daratkan sebuah kecupan ringan.

"Aku hanya akan menyerah saat kamu bilang kamu nggak butuh aku lagi, Changbin."

{•°}

Helouurr??

NOTHING LIKE US | CHA EUNWOO & SEO CHANGBIN (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang