twenty five

384 46 19
                                    


{•°}

Ruang temaram yang semula sunyi itu kini dipenuhi oleh suara ketukan pintu berasal dari luar. Membuang sang empu yang semula duduk terdiam di atas ranjang sambil menumpu wajah pada pinggiran jendela pun fokusnya teralihkan. Entah sudah berapa lama ia telah berada dalam posisi menekuk lutut seperti itu sampai-sampai rasanya kebas akibat kurangnya peredaran darah.

"Bin, kakak boleh masuk?"

Sekarang waktu telah menunjukkan pukul satu dini hari, seharusnya seluruh anggota keluarganya sudah berada di alam mimpi. Yang begitu mendukung betapa Changbin menyukai sunyi sepi yang mencekiknya saat ini.

Enggan beranjak dari posisi semula, Changbin hanya sedikit menolehkan kepala sebelum akhirnya benar-benar melempar pandangan keluar jendela. Awan pekat yang menyelimuti langit malam itu seolah lebih menarik untuk dirinya tatap sepanjang waktu.

"Masuk saja, pintunya tidak dikunci," sahutnya sama sekali tak terdapat rasa antuasias.

Gadis cantik yang hanya berada dua tahun di atas Changbin itu pun melenggang masuk. Kedua tangannya membawa nampan berisi segelas susu hangat. Berharap dengan itu mampu membantu sang adik menutup matanya untuk setidaknya beristirahat sejenak.

"Tidak bisa tidur, huh?" tanya gadis itu lagi, sekedar basa-basi sebab semuanya seharusnya sudah jelas baginya.

Changbin mengangguk tanpa menjawab secara verbal. Pun tak segan untuk menoleh demi menghargai kehadiran si putri sulung keluarga Seo.

"Ingin cerita?" Setelah meletakkan nampak tadi di atas nakas, Seo Hyunjin bergabung dengan adiknya. Menyentuh pundak rapuh untuk agar setidaknya dapat tetap tegap.

Seo Changbin pada akhirnya memberikan penuh segala perhatiannya pada sang kakak, yang kini menatapnya diliputi kekhawatiran.
Tabiat sang adik yang paling Hyunjin pahami adalah tentang betapa tertutupnya anak itu terhadap perasaan yang ia miliki. Tak pernah sama sekali repot-repot menjelaskan bagaimana dirinya disaat-saat tertentu dan malah lebih suka menyimpan segalanya sendirian. Changbin itu pendengar yang baik, sangat amat baik sampai-sampai tak ada orang yang menurutnya sanggup untuk gantian mendengarnya.

Hyunjin paham betul masalah apa yang sedang adiknya hadapi, toh itu yang menjadi alasan kenapa adiknya akhirnya berada di rumah sementara waktu dan absen dari pekerjaannya sebagai idola.

Betapapun penurut-nya seorang Seo Changbin, pemuda itu terkadang terlampau kepala batu. Ia terlalu keras pada dirinya sendiri.

"Aku baik-baik saja," tuturnya lemah. Kontras dengan apa yang barusan keluar dari mulutnya.

Hyunjin menghembuskan napas lelah, ia tak akan mendapatkan apa-apa jika Changbin sudah bersikap semacam ini. Dia berlebihan dalam memikirkan orang lain ketimbang dirinya sendiri.

"Kamu tau Changbin, kamu selalu punya banyak cara untuk menggapai impianmu. Usiamu masih muda, perjalanan mu masih panjang pun jika berhenti bukan berarti selesai. Terkadang kamu harus berkorban sesuatu yang besar untuk mendapatkan yang besar pula. Kamu harus tau apa yang paling kamu butuhkan, apa yang paling hatimu butuhkan. Dia tidak mungkin akan menjerumuskan kamu. Coba pikirkan baik-baik ya. Kami semua akan terima apapun keputusan kamu nantinya.

Seo Hyunjin menepuk pundak adiknya tak lupa mengusap ujung kepala Changbin dengan lembut. Ia tak yakin apakah yang barusan ia katakan akan berguna untuk sang adik, tetapi dirinya yakin bahwa Changbin pasti bisa menemukan pilihannya sendiri.

Sebelum akhirnya gadis itu melenggang pergi keluar kamar, ia sempatkan berhenti sejenak dan memutar badan kembali memandang Changbin yang masih membisu. "Ah, tadi ada seseorang datang mencari mu. Karena aku pikir kamu lelah jadinya aku katakan kamu sedang istirahat."

NOTHING LIKE US | CHA EUNWOO & SEO CHANGBIN (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang