19. Hal Terberat

1.3K 129 19
                                    

⋆꒷꒦‧₊˚𓆩♡𓆪˚₊‧꒦꒷⋆

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⋆꒷꒦‧₊˚𓆩♡𓆪˚₊‧꒦꒷⋆

Niskala membuka kedua matanya. Kini ia berada di kamar tidurnya. Ia melihat sekelilingnya sepi, tidak ada suara yang ia dengar dari bawah maupun depan kamarnya. Tidak ada keributan karena berebut kamar mandi. Tidak ada pula yang mengetuk pintu kamarnya, menyuruhnya untuk segera bangun, sarapan, lalu pergi ke sekolah.

Niskala bangkit dari posisi tidurnya. Ia menyandarkan tubuhnya ke sandaran kasur. Ia memijat keningnya yang terasa pening. Niskala menghela napasnya, ia tidak mau kondisinya begini. Lalu tanpa pikir panjang, ia beranjak dari kasur dan segera mengambil handuk bersih yang tergantung rapih di kamarnya. Niskala bergegas ke kamar mandi, bersiap-siap untuk pergi ke sekolah.

Setelah rapih dengan seragam batik sekolahnya, Niskala segera bergegas turun untuk ikut sarapan dengan keluarganya. Semua terheran, semua pandangan tertuju padanya. Niskala lalu tersenyum pada mereka, tidak berkomentar apa-apa dan langsung duduk di kursinya.

"Pagi semua." Sapanya.

"Kamu ngapain pakai seragam sekolah?" Papanya membuka pembicaraan sambil mengaduk-aduk kopi.

Niskala menghela napasnya. "Jelas-jelas pakai seragam, kalau bukan ke sekolah ke mana lagi, Pa?"

"Siapa yang kasih izin?" Papanya bertanya, kini tatapan itu tertuju padanya.

Niskala menggeleng kecil. "Gak ada. Toh kalau aku minta juga kalian semua gak akan ngasih izin 'kan?"

"Sudah-sudah, sarapan dulu." Ucap Mamanya memudarkan perdebatan pagi itu.

Niskala makan sarapannya seperti biasa. Tidak banyak, tapi ia cukup bersemangat untuk pergi ke sekolah hari ini, dan memulainya dengan serapan. Ia tidak lupa untuk meminum obatnya setelah itu, ia juga tidak diperbolehkan membawa Bleki ke sekolah. Ia akan diantar Papanya bersama dengan Nala.

"Kamu yakin, Niskala?" Tanya Mamanya sebelum ia masuk ke dalam mobil Papanya.

Niskala memegang tangan Mamanya. "Mama jangan khawatir, aku kuat kok, Ma. Mama tahu 'kan ... gak ada satupun yang bisa mengalahkan aku untuk pergi ke sekolah dan jadi anak baik di sana."

Mamanya mengangguk. "Tapi kalau udah kecapekan, kamu bisa ke UKS kalau perlu telpon Mama atau Papa, Ya?"

Niskala mengiyakan pesan Mamanya. Ia lalu masuk ke dalam mobil. Ia percaya diri hari ini. Walaupun kepalanya masih pening, dan napasnya sedikit tercekat, ia tidak akan meninggalkan sekolah untuk waktu yang lama. Apalagi saat ini ia memiliki kekasih yang sudah dibuatnya khawatir beberapa hari terkahir. Belum lagi ketiga sahabatnya yang tidak diberi kabar apapun itu, sering bertanya tentang kondisi kesehatannya.

"Abang yakin hari ini mau ke sekolah?" Nala menanyakan hal yang sama seperti Mamanya.

Niskala terkekeh. "Kenapa sih emangnya? Gak Mama, gak Nala
... atau Papa mau tanya hal yang sama juga?"

Sebuah PosisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang