9. Si Anak Kelas Pojok

925 112 7
                                    

💫🌟

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

💫🌟


Kesibukkan di pagi hari memang sudah menjadi makanan sehari-hari di rumah ini. Di lantai 1, Mama mereka sedang sibuk di dapur, membuat sarapan untuk ketiga anaknya juga untuk suami tercinta. Di sebuah ruangan di dalam kamar utama rumah mereka, Kepala Keluarga itu sedang sibuk memasukkan berkas-berkas ke dalam tas, ia baru sempat membereskan meja kerjanya yang berantakan sepanjang malam. Lalu di lantai 2, di kamar paling dekat dengan tangga, penghuninya sibuk dengan laptopnya yang tiba-tiba eror. Penghuni di kamar tengah sedang sibuk mengaca sambil menyisir rambutnya yang hitam itu, ia juga menaruh sedikit pomade agar rambutnya terlihat rapih. Lalu di kamar paling pojok, yakni kamar Nala, anak bungsu itu sedang menghitung jumlah uang yang beberapa hari lalu ia pinjam dari abangnya.

Nala. Ia sibuk dengan isi kepalanya yang berisik. Ia sibuk meladeni isi kepalanya yang seakan sedang ada kontes debat di sana, dan ia adalah jurinya. Pusing. Itu adalah kata yang paling cocok untuk menggambarkannya pagi ini. Ia tidak terlihat bersemangat, ia terlihat lelah. Ia tidak ingin berangkat ke sekolah. Tapi jika ia tidak berangkat ke sekolah hari ini, ia tidak tahu di hari esok apa yang akan terjadi pada dirinya.

Nala akhirnya memutuskan untuk pergi. Ia memasukkan uang bernominal Rp. 300.000 itu ke dalam sebuah amplop coklat, lalu memasukkannya ke dalam tas bagian paling bawah. Ia mengepalkan tangannya, berkata pada dirinya sendiri, bahwa hari ini ia akan baik-baik saja. Lalu Nala keluar dari kamarnya, ia berpapasan dengan kedua abangnya yang juga baru keluar dari kamar masing-masing. Abang satunya terlihat tampan seperti biasanya, tapi yang satunya terlihat pusing dengan laptop di tangannya.

Ketiga anak itu akhirnya turun bersamaan. Lalu mereka duduk di kursi makan masing-masing. Narendra langsung menaruh laptopnya ke atas meja makan, di samping piring yang sudah tersaji nasi goreng dengan telur di atasnya. Narendra lalu menutup laptopnya sembarangan, tidak peduli lagi dengan laptopnya yang tiba-tiba ngadat.

Di sana, Nala terdiam saat Niskala lagi-lagi memindahkan separuh porsi nasi gorengnya ke atas piring Nala. Niskala saat itu hanya tersenyum pada adiknya, ia memang selalu melakukan hal itu setiap hari. Lalu Nala mulai memakannya. Ia selalu jadi yang makan lebih banyak karena Niskala yang selalu membagi porsi makanan kepadanya.

"Abang, besok setengahnya kasih Bang Naren aja, Ya?" Pinta Nala.

Niskala yang sedang memakan sedikit demi sedikit nasi goreng itu melirik pada Nala. "Maaf ya, La, pasti kenyang banget, Ya?"

Nala mengangguk pelan. Ia memang selalu pasrah jika Niskala membagi separuh porsi sarapan miliknya kepada Nala. Sebenarnya sesekali Nala ingin menolak, tapi ia tidak bisa. Mengatakan hal kecil itu pada Niskala susah sekali. Ia tidak enak jika abang kesayangannya itu merasa ditolak.

"Makanya, Niskala, kamu itu coba dulu makan satu porsi." Sahut Mama ikut ke dalam pembicaraan porsi sarapan.

Niskala memperlihatkan isi piringnya yang masih banyak meskipun sudah dibagi dua dengan adiknya. "Setengah aja gak habis, Ma, apalagi satu porsi."

Sebuah PosisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang