24. To Let A Good Thing Die

982 108 35
                                    

⋆꒷꒦‧₊˚𓆩♡𓆪˚₊‧꒦꒷⋆

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⋆꒷꒦‧₊˚𓆩♡𓆪˚₊‧꒦꒷⋆

Di ruang siaran yang sederhana itu, Archie sedang menyusun makalah di laptopnya. Ruangan ini sepi, jam juga baru menunjukkan pukul 6:00, belum banyak siswa siswi yang datang di jam ini. Ruangan ini seperti markas baginya, selain sepi, ruangan ini juga tidak pernah diurus oleh pihak sekolah. Namun setelah kehadirannya, ruangan ini jadi lebih terurus, setidaknya tidak ada lagi debu tebal dan sarang laba-laba yang memenuhi sudut ruangan.

Beberapa saat kemudian pintu ruangan itu terbuka. Nala datang dengan senyuman tipisnya. Ia lalu menyapa Archie yang sedang fokus menyusun makalahnya. Nala sendiri sudah menyelesaikan makalah pelajaran itu sejak dua hari lalu. Nala lalu duduk di hadapan Archie. Karena ruangan ini tidak terlalu besar, di tengah ruangan ini hanya ada meja persegi dan dua buah kursi. Lalu ada sekat untuk para penyiar melakukan tugasnya, ruangan tempat siaran berada.

Walaupun namanya ruang siaran, tapi ruangan ini tidak pernah dipakai untuk siaran. Sedangkan Archie hanya memanfaatkan ruangan ini untuk menjadi markas dan tempat di mana ia memutar lagu setiap pagi. Tugas memutar lagu itu pun diberikan kepadanya oleh seorang guru seni setahun yang lalu. Selebihnya ruangan ini hanyalah ruangan lapuk yang dianggap horor oleh orang-orang di sekolah ini.

"Kenapa sih lu? Muka lu sudah kayak kanebo kering gitu." Ucap Archie melirik pada Nala, lalu tak lama kembali mengalihkan pandangannya pada layar laptop.

"Kira-kira gua daftar ke SMA mana ya, Ar?" Tanya Nala dengan wajah yang kebingungan.

Archie menghentikan gerakan jarinya yang sedang mengetik. "Kenapa nanya gua? 'Kan lu yang mau sekolah."

"Gua sebenarnya gak mau di SMA sebelah tempat abang-abang gua." Nala melirik ke gedung sekolah yang berada tepat di sebelah sekolahnya, dan hanya terpisah oleh gang.

"Oh. Yaudah di SMA ujung gang saja, itu 'kan juga bagus. Terkenal loh itu walau di dalam gang." Ucap Archie memberi saran.

"Lu mau daftar ke mana?" Tanya Nala pelan.

"Gua juga belum tahu. Masih ada dua kemungkinan, antara gua pindah ke Jakarta ikut orang tua gua dan sekolah di sana, atau tetap tinggal di sini sendirian dan sekolah di sini." Ucap Archie kembali fokus mengetik.

"Tinggal sendirian? Maksudnya gimana?" Nala penasaran. Wajahnya tak kalah penasaran.

Archie terkekeh pelan. "Ya iya, gua emang tinggal sendiri, sebenarnya bukan sendiri banget, di rumah ada Mbak Yul dan Pak Didi supir gua yang ikut tinggal di rumah. Kalau orang tua dua-duanya stay di Jakarta. Gua gak pernah mau pindah dari rumah yang sekarang, karena terlalu berat ninggalin rumah yang banyak kenangannya."

"Jadi gitu. Kalau begitu lu kesepian ya, Ar?" Tanya Nala pelan.

"Ya begitu deh kurang lebih." Jawab Archie singkat.

Setelah itu Archie bersiap untuk memutar lagu. Setelah memilih beberapa lagu, akhirnya lagu-lagu itu diputar olehnya. Archie kembali ke tempat duduknya, segera menyelesaikan makalahnya.

Sebuah PosisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang