16. Omelan Istri

227 31 1
                                    

"Bukan berarti karena perjodohan lalu harus membenci seseorang. Tapi itulah takdir. Takdir mempunyai banyak cara untuk menyatukan kedua insan nya."


*****

Aiden menghela nafas gusar. Cowok itu melirik kearah Viola yang tengah menunduk. Kakinya melangkah mendekati Viola kemudian berjongkok di hadapan perempuan itu.

Tadi setelah dia mendapat kabar bahwa istrinya bertengkar dengan Rachel, Aiden bergegas mendatangi dan melerai perkelahian mereka. Tadi juga Rachel berserta kedua temannya telah di panggil guru BK. Tak lupa Viola dan Aileen. Namun Viola tak bisa datang dengan alasan sakit, jadi hanya Aileen yang datang.

"Gue tanya sekali lagi, kenapa bisa lo berantem sama Rachel?" tanya Aiden selembut mungkin. Ia tidak mungkin bertanya dengan nada yang tinggi, karena bisa saja istrinya akan semakin diam dan tak mau menjawab.

Viola mendongak, ia masih tak berani menatap manik Aiden. Tatapan pria itu begitu tajam seolah silet yang siap menancapkan kearahnya. Viola takut. Meski ia sering di omeli, tapi hal yang paling ia takuti adalah bila di tatap tajam oleh seseorang. Dan orang itu adalah Aiden dan juga ayahnya.

"Maaf. Aku tadi lepas kontrol. Dia duluan yang cari masalah. Maaf, Aiden." ucap Viola pelan. Perempuan itu masih terus menundukan kepalanya tak berani menatap laki-laki itu.

Aiden menatap Viola lamat. Kata aku terdengar asing di pendengarannya. Dan ia baru mendengarnya dari Viola. Biasanya gadis itu akan berucap dengan kata gue, bukan aku. Tapi entah mengapa, kata-kata itu justru membuat dia bahagia. Seolah ada beribu-ribu kupu-kupu di perutnya, membuatnya terasa menggelitik.

Aiden tersenyum tipis, cowok itu memegang kedua tangan Viola sembari menatap cewek itu dengan lamat. "Gue gak tau masalah lo sama dia apa, tapi apa boleh gue minta satu permintaan? Gue mau lo untuk bisa nahan emosi, Vi. Oke, gue paham. Mungkin perasaan seseorang berbeda-beda. Tapi gue mohon, tolong tahan emosi lo, Viola. Gak apa-apa di selesaikan dengan cara emosi, masih ada cara lain untuk ngebalasnya, kan? Jadi gue mohon, mulai sekarang kontrol emosi lo." tutur Aiden lembut. Cowok itu tersenyum tipis dan mengelus lembut jemari istrinya.

"Kita belajar ngontrol emosi. Dan kalau bisa, kita saling belajar untuk mengubah sikap kita menjadi lebih baik. Jangan apa-apa pakai emosi, bisa kan?" tanya Aiden. Cowok itu menatap Viola yang diam dengan kepala menunduk.

Aiden kali ini harus bisa lebih tegas dengan istrinya. Jika salah, maka harus di nasihatkan. Salah benar, Aiden harus tetap menjalani tugasnya sebagai seorang suami. Seperti kata Papanya minggu lalu, dia harus lebih tegas dengan istrinya. Dan kalau bisa, menasehati harus menggunakan tutur kata yang lembut. Tidak harus dengan nada tinggi, karena sama saja cara itu salah. Jika seorang suami meninggikan suaranya, pasti perempuannya akan takut dan lebih memilih diam di banding menjawab teguran suaminya.

Maka dari itu, Aiden berusaha menjadi seorang suami yang baik. Meski pernikahan ini karena perjodohan, Aiden akan tetap bertanggungjawab sebagaimana seorang suami pada umumnya.

Pernikahan bukanlah mainan yang di anggap enteng. Pernikahan itu ada prinsipnya. Jadi, berusahalah sebaik-baiknya meski itu terlihat kurang baik.

Aiden menghela napas, cowok itu menangkup wajah Viola. Aiden berdiri kemudian menundukkan kepalanya menatap Viola yang masih menunduk.

"Jangan nunduk terus, suami kalo lagi ngomong di lihat mukanya." Aiden mendongakkan wajah Viola. Tampak mata perempuan itu berkaca-kaca dengan hidung memerah. Bibir perempuan itu pun tampak melengkung siap menangis.

VILDEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang