Bab 7: OrGar

133 31 6
                                    

Aneth duduk di bangku yang sudah tersedia di kantin. Benar, gadis itu berlari ke arah kantin. Karena hanya kantin yang bisa meluapkan perasaan sekaligus menghilangkan rasa laparnya.

Ia duduk di sana dengan mulut yang sudah terisi makanan, namun matanya tetap melamun. Sayangnya, Aneth harus merelakan lamunannya saat Zerina dan Artha datang kemudian duduk di depannya.

Mereka memasang wajah memelas, seperti merasa bersalah. "Apa?" tanya Aneth kesal. "Mau mojokin gue lagi? Cuma masalah gue pergi, bisa nggak nggak usah diperbesar?" sinis Aneth.

"Neth, please. Maafin kita, kita semua cuma khawatir sama lo. Lo tahu sendiri kan kalau kawasan aman kita cuma di daerah ruang OSIS?" Zerina menggenggam tangan kanan Aneth dengan kedua tangannya.

Aneth menghela napas kasar. "Zer, kalau gue terus-terusan takut keluar dari zona aman, yang ada nggak akan ada petunjuk, Zer. Gue nggak mau terus-terusan berharap kayak orang tolol." Sungguh, saat ini Aneth hanya bingung bagaimana cara menyampaikan apa yang dia ketahui.

Artha yang semula duduk di samping Zerina, kini berpindah ke bangku samping Aneth. "Lo nggak perlu takut ngasih tahu semuanya, Neth. Lo bisa ngasih tahu alasan tangisan sama teriakan lo tadi." Artha mengelus rambut Aneth.

Namun Aneth tak kunjung bercerita, dan hanya melirik perlahan ke arah CCTV yang berada di pojok kantin. Beruntungnya, Artha yang mengerti arah pandang Aneth lantas berdiri dan berjalan ke arah CCTV. Tangan Artha mengambil botol kaca yang tempatnya tidak jauh darinya. Tepat saat dia sudah benar-benar berhadapan dengan CCTV, dia mengangkat tinggi botol kaca.

'Prangg'

Artha melemparkan botol kaca itu ke CCTV dengan keras, hingga membuat CCTV itu hancur. Entah dari mana keberanian yang didapat Artha, pria itu sama sekali tak menyesali tindakan bodohnya.

Sedang Zerina dan Aneth yang melihat kejadian itu dari awal, hanya bisa melebarkan mata terkejut hingga tak lagi bisa berkata-kata. "Artha." Panggil Aneth dengan intonasi rendah. "Lo gila." gumamnya lagi.

"Lo gila Artha!" Teriak Aneth yang sudah tak bisa menahan diri.

Artha menoleh, "Ini kan alasan lo nggak mau ngomong?" tanya Artha, sebelum melihat Aneth ketakutan dengan tangan gemetar di dalam pelukan Zerina. Pria itu berjalan cepat ke tempat Aneth dan memeluk Aneth.

"Hei, what's wrong? Kenapa sampai setakut ini?"

"Setelah gerbang, gue nggak mau makin banyak hal yang bisa ngelewatin anggota."

Mereka semua terdiam lantaran tak mengerti dengan apa yang dikatakan Aneth. Melukai? Bagaimana bisa gerbang yang hanya sebuah benda mati bisa melukai anggota OSIS? Lantas Zerina dan Artha saling bertatapan, namun tak ada yang mengerti dari apa yang dikatakan Aneth.

"Gerbang? Ngelukain? Can you explain? Kita nggak akan bisa ngerti kalau lo nggak ngejelasin."

Aneth melirik Zerina dengan mata sembabnya. "Gue takut lo kecewa."

"Gue lebih kecewa kalau lo nggak cerita, di sini kita hidup berkelompok, Aneth. Kalau kayak gini, yang ada kita bisa pecah."

Aneth menunduk, lalu melepaskan pelukan Artha. Kedua tangan gadis itu menggenggam kedua tangan Zerina. "Zer, lo inget kan kalau motor Artha kemarin sampai hangus kayak gitu?"

"Iya, and so?"

Aneth melirik Artha sejenak, lalu kembali memusatkan perhatiannya pada Zerina. "Motor Artha hancur dan rusak kayak gitu nggak cuma karena dipaksa nabrak gerbang, tapi karena listrik yang ngalir di seluruh sisi gerbang." Mata Aneth memperhatikan mimik wajah Zerina, yang semakin lama semakin terlihat tak memiliki harapan lagi. "Listrik itu kemungkinan besar tegangan tinggi, Zer. Kalau kayak gini, kita masih ada harapan keluar hidup-hidup?"

12 Titik Balik (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang