Suara hembusan napas berat terdengar dari Jian. Sepertinya pria itu menjadi anggota dengan hembusan napas terbanyak dibandingkan yang lain.
"That's okay, guys," kata Jian menenangkan, tetapi pria itu justru terlihat lebih lelah daripada yang ia coba tenangkan.
Aneth mengangguk setuju, membiarkan tangannya yang kini digenggam lebih erat oleh Killa.
"Gue anggap kalian yang ada di sini setuju buat masuk ke dalam aliansi ini. Jujur aja, gue jelas lebih mentingin nyawa yang ada di sini dibanding nyawa anggota OSIS yang udah pecah. To be honest, I don't give a fuck with them," tutur Aneth.
"Dan sorry, di sini nggak akan ada sistem buang-buang waktu cuma buat mulihin mental down. Jadi di sisa waktu hari ini, kita pikirin bareng-bareng soal red terakhir yang kita temuin."
Aneth melepaskan genggaman tangan Killa dan berdiri menuju tasnya yang terletak beberapa langkah dari anak-anak OSIS. Tak lama, ia kembali lagi dengan membawa tas yang terlihat penuh, seolah menyimpan banyak sekali persiapan.
Aneth duduk kembali di tempatnya tadi, membuka tasnya, lalu mengeluarkan semua isi di dalamnya.
"Ini semua apa?" Rena tampak terkejut.
"Lootingan dari ruang guru sama BK yang gue ambil bareng Jian," jawab Aneth, masih fokus mengeluarkan barang-barangnya.
Roti tawar, tujuh buah senter, kotak P3K yang lebih kecil daripada milik OSIS, beberapa seragam putih yang biasa digunakan saat upacara, dan berbagai barang lainnya dikeluarkan dari dalam tas Aneth. Tak heran tasnya terlihat sangat penuh hingga menggembung.
"Baju petugas upacara?" tanya Killa.
Aneth mengangguk. "Iya, gue ambil dari BK. Ini ada beberapa pasang, jadi kalian ganti aja pakai ini." Aneth memberikan baju-baju tersebut.
Karena seragam ini milik petugas upacara dan hanya digunakan beberapa kali, kainnya lebih tebal dibanding seragam biasa. Tersedia tiga seragam perempuan dan tiga seragam laki-laki, masing-masing digunakan untuk bergantian setiap hari.
"Ini P3K juga gue dapet dari BK. Niatnya buat stok di ruang OSIS, tapi karena udah gini, ya dipakai kita aja," ucap Aneth lagi.
Sementara Aneth terus menjelaskan, keempat anggota lain hanya terdiam dengan wajah terkejut. Bahkan Jian, yang ikut dengannya, pun tak menyadari kalau Aneth telah 'mencuri' semua barang itu. Jalan pikiran gadis itu benar-benar tak bisa ditebak siapa pun.
Namun, Artha—yang sudah cukup mengenal Aneth—justru tersenyum bangga dan menepuk pucuk kepala gadis itu dengan gemas.
"Dan ini, red yang belum kita temuin jawabannya, sama beberapa red yang gue temuin bareng Jian."
Aneth meletakkan beberapa kain dan kertas merah di tengah-tengah mereka.
Tanpa disadari Aneth, Artha—yang tadi tersenyum manis—kini melarutkan ekspresinya. Tatapan matanya berubah tajam, dan rahangnya mengeras.
"Red baru?" tanya Rena dengan mata bersemangat. Gadis itu meraih salah satu kain merah dan membukanya. "Keliatannya udah kalian buka duluan, ya?" tanyanya sembari membuka lipatan kain.
Ekspresi wajah Rena berubah seiring bibirnya membaca tulisan di depannya.
"Dua organisasi andalan, salah satunya penuh persiapan dan satunya hanya segumpalan nyawa yang dibeli. Siapa yang akan lebih unggul?"
Jian, yang jelas sudah membaca red tersebut, kini mengangguk. "Yang dimaksud itu, kita dikurung bareng OrGar. Mereka sengaja jadikan sekolah ini arena pertarungan dua organisasi. Sebuah tontonan nggak akan seru kalau nggak ada lawannya, kan?" jelasnya dengan ekspresi datar, seolah itu bukan apa-apa.

KAMU SEDANG MEMBACA
12 Titik Balik (END)
Teen Fiction(Sudah revisi) Aneth Tisha Andintala, seorang anggota Osis yang terjebak di dalam gerbang sekolah yang selama ini ia bela mati-matian bersama 11 anggota lain. Aneth bertanya-tanya apakah solidaritas, kekompakan dan semua hal bisa bertahan bahkan ny...