Bagian 21 : Prasangka

86 9 0
                                    

Aneth mengernyit bingung. Dia menatap Jian walau dirinya masih berada dalam pelukan Rena. "Apa yang lo denger?" tanyanya sambil melepaskan pelukannya.

Jian yang sadar dirinya menjadi pusat perhatian, kini terlihat canggung. "Ya, gue nggak tau itu awalnya dari mana. Cuman pas kondisi anak OSIS down kemarin, diem-diem ada omongan soal kematian pertama. Gue denger dari Zico, tapi dia keliatan nggak percaya."

Aneth mengangguk mengerti, "Tolong jelasin apa yang lo denger!" pintanya.

Jian terdiam beberapa detik. "Katanya lo yang ngerencanain kematian pertama. Lo udah tau soal jebakan listrik dan minta buat Adeka kesana buat ngecek gerbang. Terus ada omongan kalo lo itu mata-mata dari bapak kepala sekolah. Ada anak OSIS yang dapet red dari ruang guru yang intinya ada mata-mata di antara kita, dan anak OSIS ngarah ke lo karena lo yang selalu giring teka-teki red. Intinya mereka curiga sama tindakan lo." jelas Jian panjang lebar dalam satu tarikan napas. Setelah selesai dalam penjelasannya, Jian buru-buru meraup banyak udara untuk paru-parunya yang hampir saja kehabisan napas.

Red? Jadi apakah benar jika red yang di ruang guru tidak hanya ada dua? Aneth sontak menatap Jian terkejut. Sementara Jian hanya menganggukkan bahunya, tidak tahu menahu.

"Sialan, berarti emang bener tujuan red itu buat saling nuduh," geram Aneth.

Killa mengernyit, menatap Jian dan Aneth secara bergantian. "Apa maksudnya? Ada lebih dari satu Red?"

Aneth mengangguk. "Gue sama Artha dapet satu, Jian juga dapet satu. Isinya sama kayak yang dibilang anak OSIS. Kita nggak bilang ke anggota OSIS lain, karena bisa jadi mata-mata kabur atau malah bikin kita saling nggak percaya. Kayak sekarang misalnya."

"Gila," timpal Rena tak percaya seraya menutup mulutnya dengan telapak tangan kanannya.

"Berarti perpecahan pertama ini juga udah direncanain?" Killa terlihat sangat terkejut.

Aneth mengangguk, "Tapi tenang aja, kemungkinan besar nggak di antara kita." Aneth mengibaskan tangan kanannya dengan perasaan senang.

Rena, Artha, dan Jian saling menatap. "Yakin lo?" Jian tersenyum miring dengan tatapan meremehkan.

Aneth yang tadi merasa ringan kini menyusut dengan keraguan di antara anggota lain. "Gak usah gitu, bangsat." gumamnya.

"Tapi siapa yang nyebarin pertama?" tanya Artha. Walau suaranya tampak santai, dan tangannya yang masih fokus memijat kaki Aneth, rahangnya jelas terlihat mengeras.

"Iyaya, gue kok nggak denger? Masa cuma gue sama Artha yang nggak tau?"

"Ya gimana mau denger, otak lo udah nggak fokus ke anggota OSIS. Lo aja sama sekali nggak sadar kalo lagi dijauhin anggota lain," sahut Jian sembari menatap kesal Aneth. Gadis itu terkadang tidak bisa peka terhadap sesuatu yang dekat dengannya.

Lantas Aneth yang merasa tersinggung hanya menatap Jian kesal. Memang dirinya melakukan apa? Aneth hanya mencoba berpikir keras untuk hal lain saja.

Di antara itu, Artha yang berada di antara keduanya kini menatap Aneth dan Jian secara bergantian. "Soal kematian pertama udah, kan? Jadi sekarang jelasin apa aja yang kalian lakuin di belakang gue?" tuntut Artha dengan tajam.

Jian dan Aneth saling pandang, seolah saling meminta untuk menjelaskan keadaan yang telah terjadi. Lantas Jian yang tak bisa menolak tatapan melas Aneth, kini menghela napas berat, "Kok kesannya kayak gue ketahuan selingkuh gini ya?" decaknya kesal.

Namun tak ada respon yang didapatkan dari Artha. Pria itu hanya berdiam diri dan menatap Jian tajam, terkadang melirik Aneth yang selalu mencari arah pandang lain untuk menghindari mata Artha.

12 Titik Balik (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang