Bagian 32 : Siapa mati untuk siapa?

83 6 0
                                    

Tibalah malam yang gelap. Tidak ada lagi sumber pencahayaan, dan benang merah sekaligus denah sekolah sudah terlalu sulit untuk dilihat.

Namun mereka sudah bersiap setelah tahu mengenai fakta ruangan yang mereka tempati.

Membiarkan benang merah dan denah masih tertancap di tembok, Aneth, Artha, Jian, dan Rena berpencar dan bersembunyi di beberapa bagian ruangan. Mereka tidak tahu apakah salah satu staf akan datang ke sini, tapi lebih baik bersiap daripada menanggung akibat.

Beberapa waktu berlalu dalam keterdiam. Tidak ada suara apapun, dan suhu dalam ruangan menjadi cukup panas. Tetapi berpikir jika tidak ada apa-apa di luar adalah kesalahan yang besar.

Karena pada saat ini, mereka mendengar langkah kaki.

Yang ditunggu telah datang.

"Katanya studio rekaman meledak, ya?" suara percakapan terdengar dari luar ruangan.

Gelak tawa terdengar membalas pertanyaan itu, "Iya. Padahal awalnya yang lain ngira kalau nggak bakal sampai atas, jadi nggak ada yang ngasih persiapan di sana. Tapi siapa sangka? Mereka dateng sendiri buat mati. Cuma ya... para 'mata' marah karena nggak bisa ngeliat secara langsung, di sana nggak ada CCTV. Dan mereka cuma bisa lihat sisa mayat yang jatuh di lantai bawah."

Aneth jelas tahu kalau mereka sedang membahas mayat Killa yang sampai di lantai ketiga, di mana CCTV bisa menjangkau kehancuran tubuh Killa.

Para bajingan itu benar-benar gila.

"Tapi nggak ada kabar dari tiga orang yang lain. Karena nggak ada yang lihat mereka turun atau mati. Tapi bisa jadi mereka ketumpuk sama bangunan," salah satunya membalas.

Dari yang Aneth dengar, itu adalah percakapan antara dua orang. Karena langkah yang didengar pun hanya dua orang.

Tepat ketika langkah mereka berhenti, Aneth mengira jika mereka sudah sampai di depan pintu.

"Loh? Kok? Kenapa pintunya rusak? Siapa yang ngerusak? Masa iya anggota lain?! Kan ini bisa dibuka pake sidik jari?" suara yang meninggi terdengar. Mereka terdengar panik, bahkan kini mereka mencoba membuka pintu.

"Di kunci dari dalam?"

Aneth bersyukur karena pintu sempat ditutup dengan meja yang cukup berat.

"Jangan diem aja! Dorong ke dalam!" perintah salah satunya.

Mereka mendorong ke dalam. Hingga pintu terlepas dan meja menjauh beberapa langkah dari pintu.

Dari sela-sela tempat persembunyian, Aneth dapat melihat dua orang yang kini berdiri di ambang pintu. Menatap ke dalam ruangan dengan marah, lalu masuk ke dalam.

"Siapa di dalam!" pria bermasker hitam mengarahkan pistol yang dibawa dan masuk ke dalam. Ia berputar-putar dengan was-was, mengarahkan pistol ke sembarang arah.

Namun tidak ada balasan. Aneth, Artha, Jian, dan Rena sudah sepakat untuk tidak keluar apapun yang terjadi. Untuk sekarang, yang terpenting adalah bertahan hidup.

Lalu di belakangnya, seorang pria dengan topi datang membawa pistol. Ikut mengangkat pistol dengan was-was.

Dalam keadaan ini, Aneth bersyukur mereka tidak membawa senter sesuai dengan perhitungannya tadi. Setidaknya apa yang sudah ia susun di tembok depan tidak akan terlihat.

"Lo ngapain ikut-ikut? Nyalain senternya tolol!" pria bermasker menyenggol bahu temannya.

Tidak, jangan bilang mereka membawa senter? Keadaan akan berubah jika semua yang tersusun ketahuan. Ini akan berakibat fatal pada dirinya dan teman-temannya.

12 Titik Balik (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang