Aneth mendorong tubuh Jian untuk menjauh darinya, kemudian menatap Jian dengan tatapan nyalang. "Apa-apaan?" desis Aneth marah.
Jian yang terdorong kini duduk di samping Aneth dan tak kunjung berhenti menatap tajam Aneth dengan dahinya yang terus berkeringat. "Lo mau bunuh diri?!" tanya Jian dengan nada sedikit membentak, meskipun suaranya tetap terdengar kecil.
Bunuh diri? Aneth tidak mengerti apa yang dikatakan Jian. Apakah hanya sekadar jalan-jalan di sekolah itu termasuk tindakan bunuh diri? Lantas, Aneth tak menjawab dan hanya mengernyit bingung.
"Lo ternyata sama bodohnya kayak anggota lain, ya?"
"Apaan, sih? Gue cuma jalan-jalan!"
"Lo pikir lo bisa bebas jalan-jalan di sekolah yang udah rusak gini? Apalagi di tengah malam gini, lo pikir gak bahaya? Lo pikir lo bisa tetap hidup kalau tadi gue gak dateng?" Jian terlihat sangat marah, ia menatap Aneth dengan mata melotot serta pupil yang terlihat mengecil.
Itu benar, Aneth melupakan kejadian beberapa detik lalu. Ia termakan emosi dan malah fokus pada Jian yang tiba-tiba menariknya. Andai saja Jian tidak datang, apa yang akan terjadi? 'Mereka' jelas bukan anggota Osis.
Aneth termenung dengan bibir gemetar ketakutan, "Maaf... dan makasih," cicit Aneth dengan sedikit terbata-bata.
Namun tak ada balasan dari Jian. Pria itu hanya menatap Aneth yang kini hanya menunduk ketakutan. Suara hembusan napas terdengar berat, Jian kini mengacak-acak rambutnya frustrasi. "Gue gak paham sama jalan pikir lo," balas Jian yang masih terdengar sinis.
"Gue cuman... gak tau lagi mau ngapain." Aneth semakin menunduk dalam.
"Gue kira lo yang paling bisa diandelin. Gue juga ngiranya lo udah tau duluan soal 'mereka' yang ada tiap malam. Tapi kenapa lo sebego ini??"
Aneth melirik Jian tajam, ia berdecak kesal. "Ya, kan, gue udah bilang maaf. Gue udah tau kalau ada orang lain selain Osis di sini. Tapi gue mana tau kalau mereka bisa se-aktif-"
'dor!'
Ucapan Aneth terpotong saat mendengar suara tembakan. Sontak, Aneth menutup bibirnya dengan tangan kanannya dan meringkuk, sembari tangan kirinya menutup telinganya. Matanya melebar ketakutan dengan pupil yang bergetar.
Diliriknya sosok yang tadi berada di sampingnya, yang kini juga meringkuk sambil menutup kedua telinganya. Beruntungnya mereka berada di sebuah pohon besar dan semak-semak yang ada di samping gedung sekolah, lebih tepatnya di seberang lorong tempat Aneth tadi berdiri.
Suara tembakannya tidak terlalu besar, sepertinya tembakan itu menggunakan peredam suara agar tidak terlalu terdengar anggota Osis. Dan ini bisa terdengar, mungkin karena... jarak si penembak yang dekat dengan Aneth dan Jian.
Tubuh Aneth gemetaran hebat, membayangkan dirinya berada di sini tanpa Artha. Tidak, Aneth belum mau mati. Artha sudah memutuskan untuk hidup, dan Aneth akan tetap hidup untuk keputusan Artha.
'Dor, dor'
Lagi-lagi suara itu terdengar.
Suara langkah yang terdengar cepat kini semakin mendekat.
Aneth yang berada di balik pohon semakin meringkuk, dengan mata yang melirik ke arah sumber suara.
"Ada orang-orang di depan!" salah seorang berbaju hitam dengan topi datang dari arah yang berbeda—sebenarnya semua yang dilihat Aneth berbaju hitam. Ia membawa informasi bagi 4 orang yang didatanginya.
"Orang?" tanya salah satu dari empat orang yang tidak dikenali Aneth.
"Iya, kayaknya penduduk setempat."

KAMU SEDANG MEMBACA
12 Titik Balik (END)
Teen Fiction(Sudah revisi) Aneth Tisha Andintala, seorang anggota Osis yang terjebak di dalam gerbang sekolah yang selama ini ia bela mati-matian bersama 11 anggota lain. Aneth bertanya-tanya apakah solidaritas, kekompakan dan semua hal bisa bertahan bahkan ny...