“Gak ada apa-apa di kantin.”
Zara berjalan bersama Stefan menuju ke arah Aneth, yang masih berdiri di tempat yang sama dengan orang yang sama.
Mendengar suara Zara, Aneth berbalik dan menatap wajahnya. Ia tersenyum tipis lalu mengangguk. “Syukur kalau gitu,” balasnya dengan ekspresi hangat. “Yang lain mandi?” Kini giliran Aneth yang bertanya.
Zara mengangguk. “Mandi pakai sabun cuci piring,” ucapnya, menginformasikan hal itu pada Aneth.
“Lo mau mandi?”
Aneth melirik Artha, lalu mengedikkan bahunya. “Gak tahu, gak yakin gue.”
“Mandi aja, seger banget kok,” timpal Stefan yang sedari tadi berdiri di belakang Zara dengan permen di mulutnya.
“Mandi kalau lo gak mau jadi sumber bau asem di ruang OSIS,” cibir Zara. Gadis itu berjalan ke belakang tubuh Aneth lalu mendorong pelan bahunya ke arah tangga menuju lantai bawah. “Mumpung yang lain belum selesai mandi, daripada lo nanti mandi sendirian,” katanya, masih mendorong Aneth.
Artha mengikuti langkah Aneth, sementara Stefan hanya berdiri memperhatikan ketiga temannya.
“Iya-iya, ini mandi. Udah, lo balik ke ruang OSIS sana,” balas Aneth seraya menepis tangan Zara dari bahunya. “Itu pacar lo udah nungguin lo.” Aneth menunjuk Stefan dengan dagunya.
Zara menoleh sesuai arah tunjukan Aneth. Gadis itu tersenyum ke arah Stefan lalu berbalik meninggalkan Aneth. “Eh iya, sayangkuu, umumuu~” ucapnya, sembari mencubit kedua pipi Stefan.
Stefan hanya diam saja mendapatkan perlakuan dari Zara—lebih tepatnya, pasrah.
Aneth, yang sudah terbiasa melihat interaksi pasangan di depannya, berlalu pergi bersama Artha. Entah kenapa Artha tiba-tiba jadi sangat lengket dengannya, tapi itu lebih baik dibanding ia sendirian.
Namun, bukannya pergi ke kamar mandi, tempat para anggota OSIS sedang mandi, Aneth justru melangkah ke kantin. Dari jauh, ia masih bisa mendengar suara tawa dan teriakan mereka. Ah, sepertinya selain mandi, mereka juga tengah mengadakan perang air di kamar mandi sekolah.
Saat Aneth tiba di kantin, hanya tersisa beberapa orang, termasuk Jian, yang masih berdiri di tempat yang sama sejak tadi.
Saat berpapasan, Aneth menepuk bahu Jian singkat. “Makan, Bre,” sapanya sebelum masuk ke dalam kantin, mengabaikan tatapan Jian ke arahnya.
Di dalam kantin, ada tiga anggota OSIS yang tengah makan, ada juga yang hanya sekadar mencari camilan.
Artha, yang semula berjalan di sampingnya, kini mendahului Aneth menuju dapur kantin. “Makan apa? Gue masakin,” tanyanya.
Seperti biasa, Artha selalu bersedia menjadi "babu" Aneth dalam urusan memasak. Ia sudah paham kalau Aneth dibiarkan masak sendiri, ujung-ujungnya ia hanya akan memasak mi.
Dan Artha tidak suka melihat Aneth bergantung pada mi.
Aneth duduk di bangku kantin, melipat kedua tangannya di meja. Tangan kanannya terangkat, lalu menarik seragam Artha, mendekatkannya hingga bibirnya berada tepat di telinga lelaki itu.
“Masak menu masakan yang lama. Gue sekalian pelan-pelan cari kain merah di kantin,” bisiknya, sebelum melepaskan seragam Artha dan kembali duduk dengan tenang.
Artha tak langsung beranjak, membuat Aneth bingung.
“Masak terserah lo aja, gue ngikut,” ucap Aneth akhirnya.
Artha mengangguk. “Siap, Nyonya.”
Setelah itu, ia berbalik dan berjalan ke arah dapur kantin.
Sementara itu, Aneth menatap punggung Artha yang mulai sibuk memasak. Ia memperhatikan setiap gerak-geriknya, hingga akhirnya ia tersadar sesuatu. Ia melirik ke arah tempat Jian tadi berada, dan masih melihat lelaki itu terus memperhatikannya—dan Artha.

KAMU SEDANG MEMBACA
12 Titik Balik (END)
Teen Fiction(Sudah revisi) Aneth Tisha Andintala, seorang anggota Osis yang terjebak di dalam gerbang sekolah yang selama ini ia bela mati-matian bersama 11 anggota lain. Aneth bertanya-tanya apakah solidaritas, kekompakan dan semua hal bisa bertahan bahkan ny...