Aneth berjalan masuk ke dalam ruang OSIS, meninggalkan anggota lain yang masih termenung di tempat mereka berdiri.
Namun beberapa detik setelah Aneth masuk, mereka tak kunjung beranjak. Di balik keterdiamannya, kepalan tangan semakin mengerat di antara anggota OSIS. Seolah kemarahan sudah memuncak setelah lama dipendam.
Lalu Zara, salah seorang anggota OSIS yang sedari tadi diam dengan napas tak beraturan serta tatapan mata yang kian menajam, kini berbalik dan beranjak dari tempatnya berdiri. Ia berjalan dengan hentakan kaki berat, seolah ingin menghancurkan gedung yang sekarang ia pijak.
Melihat tindakan Zara, anggota lain mengikuti langkahnya. Mereka berjalan di belakang Zara dengan langkah cepat untuk mengimbangi langkah Zara.
"Zar," Stefan hendak menarik tangan Zara untuk sedikit menenangkan Zara, namun ditepis begitu saja.
'Brak!'
Zara berjalan masuk setelah membuka pintu dengan membantingnya ke arah tembok. Langkahnya kini berhenti di belakang Aneth yang kini memasukkan beberapa barang ke dalam tas.
Tangan kanan Zara terulur, menarik bahu Aneth hingga membuat Aneth yang sebelumnya membungkuk kini berbalik ke arahnya.
'Plak!'
Suara nyaring menggema di ruangan OSIS. Kepala Aneth berpaling mengikuti tamparan kuat yang membuat pipinya panas.
Benar, tangan Zara benar-benar melayang dengan cepat hingga tak bisa dihindari Aneth. Namun gadis itu masih memalingkan muka, membeku dan tak percaya pada hal yang baru saja terjadi.
"LO!" Zara mengarahkan jari telunjuknya ke depan wajah Aneth yang bahkan belum menggerakkan lehernya sejak ditampar.
"LO SI SIALAN GILA, GAK USAH SOK PAHLAWAN, ANJING!" Mata Zara melotot, urat-urat di lehernya jelas menonjol seiring suara Zara yang kian meninggi.
"Apa?" Suara rendah Aneth menjawab. Ia melirik Zara dengan tatapan tajamnya, dan perlahan menggerakkan kepalanya menghadap Zara. Raut terkejut jelas tampak di wajahnya.
"LO PUNYA HAK APA, BANGSAT?!" Suara Aneth meninggi, tangan kanannya melempar tas yang semula dibawa. Kakinya membawa dirinya semakin mendekat ke arah Zara dengan tangan kanannya yang kini bertengger di leher jenjang Zara.
Namun pandangannya terhalang saat sosok tinggi berdiri di depannya dengan melingkarkan tangan panjangnya di pinggang Aneth. "Minggir, Artha!" Titah Aneth.
Sayangnya, Artha tak berkeinginan untuk melaksanakan titah Aneth. Pria itu membawa Aneth sedikit mundur.
"Gue bilang minggir, sialan!" bentak Aneth.
"Lo bilang 'gue punya hak apa'? TERUS APA KABAR SAMA NYAWA ADEKA, NYAWA PERTAMA YANG MATI GARA-GARA LO? LO PUNYA HAK APA ATAS NYAWA ORANG, NETH?!" Ungkap Zara menggebu-gebu. Setiap kata yang keluar dari mulutnya diiringi kemarahan.
Aneth tersentak. Bagaimana mereka bisa tahu? Aneth memang tidak berniat menyembunyikan hal ini, tapi jika tak dijelaskan secara keseluruhan, jelas saja hanya akan menimbulkan kesalahpahaman.
Suasana keruh, kemarahan di antara mereka tampak sama-sama memuncak. Dengan Artha, Zico, serta Rena yang menahan Aneth.
Lalu Stefan, Ezra, Killa, Anias, dan Zerina mencoba menahan Zara. Dan di antara keduanya, Jian berdiri sebagai penengah.

KAMU SEDANG MEMBACA
12 Titik Balik (END)
Teen Fiction(Sudah revisi) Aneth Tisha Andintala, seorang anggota Osis yang terjebak di dalam gerbang sekolah yang selama ini ia bela mati-matian bersama 11 anggota lain. Aneth bertanya-tanya apakah solidaritas, kekompakan dan semua hal bisa bertahan bahkan ny...