Bab11. Luciana

35 2 0
                                    

Aku terus menggeliat diatas tempat tidur, bukan sakit yang kurasakan melainkan lapar, padahal beberapa jam yang lalu aku sudah makan malam. Lizi membuatkanku sup kentang dan wortel, sepiring buah beri dan segelas susu.

Akhirnya aku memutuskan untuk berjalan menuju dapur. Aku tidak tahan lagi menahan lapar, bayi ini semakin besar mungkin dia memang membutuhkan lebih banyak makanan sekarang.

Manor house ini sudah sepi padahal belum terlalu malam. Di dapur aku juga tidak menemukan siapa-siapa mungkin para pelayan sudah beristirahat.

Aku mengambil beberapa potong kue dan segelas darah. Aku sering minum darah sekarang, memang terdengar menjijikkan tapi entah kenapa terasa manis dan segar ditenggorokanku. Awalnya aku takut darah siapa yang aku minum, ternyata ini adalah darah hewan buruan dihutan. Ada pelayan yang memiliki tugas berburu tapi tidak jarang juga Stefan, William dan Eve berburu sendiri. Darah segar lebih baik bagi tubuh seorang vampire, kata William. Aku belum pernah berburu sama sekali karena aku sedang hamil, selain itu aku juga tidak bisa bertarung. Aku tidak ingin mati untuk kedua kalinya.

Berjalan meninggalkan dapur aku memutuskan untuk makan sembari duduk ditangga menuju lantai 2, agar tidak jauh-jauh nanti saat mengembalikan piring dan gelas ini pikirku.

Kue ini enak, tidak terlalu manis dan terasa sedikit asin. Darahnya juga segar, mereka menyimpan kantung-kantung darah didalam peti besi berukuran besar.

Mendengar suara langkah kaki, aku melihat ke arah asal suara. Seorang pria berdiri diujung tangga atas, aku menyipitkan mata karena tidak terlalu jelas, sedikit gelap disini.

"Luciana?", suara Stefan.

"Iya", Jawabku singkat seraya bangkit berdiri-sedikit kesusahan karena perutku dan tempat duduknya terlalu rendah. Stefan turu lalu melihatku dengan heran.

"Apa yang kau lakukan malam-malam begini?". Stefan berdiri dua tangga diatasku.

"Aku lapar", jawabku sedikit malu dan menujuk piring kue yang kuletakan ditangga.

Stefan tersenyum lalu membungkuk mengambil piring itu, "Makan saja dikamar jangan disini".

Dia mulai berjalan keatas dan aku mengikutinya dari belakang.

Bodoh sekali, seharusnya aku makan dikamar saja sejak tadi, jika sudah begini rasanya aku seperti pencuri yang tertangkap basah.

Stefan membukakan pintu kamar untukku lalu meletakkan makananku di atas meja. Setelah kuamati, Stefan memakai jubah dan membawa senjata, seperti hendak melakukan perjalanan.

"Kamu mau pergi?", aku bertanya membuat Stefan segera menoleh.

"Iya, aku akan pergi ke perbatasan".

"William dan Eve juga disana?", aku sedikit cemas karena aku akan ditinggal sendirian di Manor house, tapi bukannya aku memang selalu sendiri dan hanya ditemani para pelayan?

"Will sudah berangkat sejak sore dan Eve belum kembali sejak beberapa hari yang lalu", jawab Stefan.

Seolah tau perasaanku, dia mendekat lalu membelai rambutku.

"Jangan khawatir, aku akan kembali besok pagi-pagi sekali". Stefan tersenyum

Aku pun ikut tersenyum. Bahkan senyum yang lebih lebar dari Stefan.

Tunggu dulu, bukankah biasanya dia akan pergi dan pulang kapanpun dia mau, kenapa sekarang jadi begini?

Setelah Stefan meninggal kamar ini aku terus membayangkan bagaimana dia membelai kepalaku tadi. Rasanya amat nyaman. Apa dia sering melakukan ini pada orang yang dia rubah, kira-kira berapa banyak manusia yang digigit oleh Stefan.

Berapa banyak wanita.

Aku menggeleng cepat. Itu bukan urusanku, kenapa aku harus memikirkannya. Berapa pun banyak wanita yang dia gigit itu adalah urusan Stefan, bukan urusanku.

Aku keluar kamar dan berjalan ke arah depan. Masih sepi karena ini masih belum pagi. Aku sedikit gelisah menunggu matahari kenapa tak kunjung terbit.

Entah pagi atau Stefan yang sebenarnya aku tunggu. Aku tidak tau

Aku melewati pintu kamar Eve yang tertutup rapat-kamarnya berada disebalah tangga menuju lantai dua. Tidak ada suara didalamnya itu berarti dia belum kembali.

Setelah melewati beberapa pintu lain yang juga tertutup, aku sampai di bagian Hall Manor house.

Hall yang sangat luas. Pilar-pilar tinggi berdiri kokoh dibeberapa tempat, tiang lilin yang terbuat dari besi berdiri disetiap sudut, tak lupa sebuah lampu kristal besar yang menggantung ditengah-tengah atap ruangan ini.

Lukisan-lukisan berjejer didinding batu berwarna putih. Mulai dari lukisan alam, lukisan Manor house ini dan lukisan satu keluarga yang tak kukenali, tapi ada Eve diantara wajah-wajah tersebut. Mungkin itu keluarga Eve. Para vampire murni.

Aku berhenti didepan lukisan sebuah padang rumput luas dan langit biru cerah menjadi atapnya. Sangat indah, kira-kira apakah benar ada tempat seperti itu. Jika benar ada aku ingin pergi kesana.

Cahaya fajar mulai menampakkan sinarnya. Aku tersenyum, Stefan sebentar lagi pasti sampai.

Aku sedikit terkejut merasakan sengatan nyeri diperutku, "Kamu lapar ya" aku berkata seraya mengelus perutku yang sudah besar.

Saat aku melangkah ingin menuju dapur, rasa sakit ini semakin kuat, sangat kuat hingga membuatku sedikit lemas. Aku meringis memegangi perut.

Tidak, kumohon jangan sekarang.

Kakiku tiba-tiba lemas, tidak ada sandaran didekatku. Aku terjatuh dengan lutut yang menghantam lantai terlebih dahulu. Terduduk dilantai aku terus memegang perutku yang terasa semakin sakit, apa aku akan melahirkan,tapi kurasa ini belum waktunya.

Aku berusaha bangkit tapi aku tidak bisa. Kulihat keringatku menetes dilantai, entah keringat atau air mata. Aku terus melihat sekeliling. Berteriak mencoba memanggil Lizi ataupun pelayan yang lain tapi suaraku teredam oleh rasa sakit ini. Kepalaku mulai pusing dan penglihatanku memburan.

Aku terus memukul-mukul pahaku berusaha agar aku tetap memiliki kesadaran, akan sangat berbahaya jika aku pingsan sendirian disini.

Aku terisak.

Stefan..

Tanpa sadar aku menggumamkan namanya, berharap agar dia mendengarkan suaraku.

Dan benar, tepat setelah itu pintu terbuka perlahan. Seorang pria berdiri diambang pintunya, dia terdiam beberapa saat lalu berlari cepat ke arahku, dia adalah Stefan.

Tanpa pikir panjang Stefan menjadikan tubuhnya sebagai sandaran tubuhku. Wajahnya panik melihat keadaanku, pasti aku terlihat pucat pasi karena menahan rasa sakit ini sejak tadi. Aku tersenyum lemah disela-sela rasa sakit yang menderaku. Aku senang karena aku tidak sendiri, ada Stefan yang akan menyelamatkan aku dan bayi ini.

"Luciana apa yang terjadi?" Suara Stefan mendengung dikepalaku. Aku tak mampu menjawab. Pandanganku mulai gelap, mataku terpejam.

Aku pingsan dalam pelukan Stefan.







~~~~~

LUCIANA ALEXANDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang