Bab54. Luciana

15 1 0
                                    

Kudengar sayup-sayup dentingan logam menggema disekitarku. Aku ingin melihat, namun belum sanggup membuka mata. Sudah berhari-hari aku berada disini. Tubuhku terasa lemas, semua beban tubuhku bertumpu pada rantai yang membelenggu kedua tanganku. Mungkin jika rantai ini dilepas, aku akan langsung jatuh tersungkur.

Aku membutuhkan darah, lebih dari tiga hari aku tak mengonsumsi satu-satunya sumber energiku.

Seseorang mengankat daguku perlahan menggunakan jemarinya, lalu menyeka wajahku menggunakan kain basah. Dengan susah payah aku membuka mata. Kulihat seorang gadis berambut merah panjang memandangku dengan tenang. Sesaat aku hanya memandangnya, dan tersadar.

Gadis ini adalah Emily.

Dia berjalan meninggalkanku menuju meja kecil disudut ruangan, mengambil sesuatu.

"Buka mulutmu", ucapnya

Perlahan aku menurut. Dia memberiku segelas darah dan membantuku meminum isinya. Pandanganku terus terkunci padanya, ternyata beginilah sifat aslinya. Aku tak heran lagi mengapa Stefan tidak pernah terusik dengan dirinya, karena memang dia hanya berpura-pura menjadi gadis yang menyebalkan.
Dia bahkan menyeka sisa noda darah di kedua sidut bibirku.

"Kau terlihat sangat menyedihkan", dia membuka suara lagi. "Ayahku memang begitu, jadi lebih baik kau berkata jujur"

Aku hanya memberinya seulas senyum. "Kamu baik, Terimakasih", ucapku tulus

"Aku tidak melakukan ini untukmu", Emily terdiam sejenak, "Stefan pasti sedih melihatmu seperti ini. Aku tidak suka melihatnya sedih", ucapnya tanpa melihat ke arahku.

Dan apapun alasannya, aku tetap bersyukur dia mau membantuku. Setelah mengetahui seperti apa dirinya menggunakan mataku sendiri, rasanya bersalah segera menyerbu diriku. Aku sempat beberapa kali berfikiran buruk tentang dirinya.

"Eve akan segera datang", ucapnya lagi. Belum sempat aku menjawab dia sudah pergi lalu menutup pintu kembali.

Aku melihat diriku sendiri. Emily benar, aku terlihat menyedihkan. Gaunku rusak, kaki ku dipenuhi bercak darah tapi tidak ada segorespun luka disana. Bercak darah kering juga menggenang di lantai. Eve pasti akan sedih melihatku seperti ini, tapi apa boleh buat, aku tidak bisa bergerak bebas sekarang. Aku hanya bisa terdiam layaknya sebuah patung. Jika aku banyak bergerak pun, tanganku akan terasa sakit.

Pintu dibuka perlahan. Wajah panik Eve segera terlihat. Dia berjalan mendekatiku dengan kedua tangannya terangkat menutup mulutnya sendiri.

Oh tidak, dia akan menangis

Eve menangkup kedua pipiku dengan tangannya yang gemetar. Buliran air mata lolos dari mata kirinya. "Maafkan aku Luciana", lirihnya.

Aku tersenyum sayu, "Aku baik-baik saja, jangan menangis", ucapku kurang lebih.

"Jangan khawatir, kita akan segera keluar dari tempat ini. Aku berjanji padamu", sahut Eve sambil menyeka air matanya.

Pintu terbuka lagi. Kini Hugo, Duke Alexander berserta beberapa prajurit Vampire memasuki ruangan ini. Aku terdiam menundukan pandanganku. Entah kekuatan macam apa yang Duke Alexander miliki, tapi dia selalu berhasil membuatku ketakutan meskipun hanya dengan memandangnya.

"Anda telah berjanji untuk tidak menyakitinya", gumam Eve

"Apakah dia melakukan hal yang mencurigakan setelah dia memasuki rumah kalian", ucap Duke Alexander tidak menghiraukan perkataan Eve sebelumnya.

"Tidak, Luciana bahkan tidak pernah kembali kerumahnya setelah dia bergabung bersama kami", jawab Eve

Aku tau berbohong bukanlah tindakan yang benar, namun untuk saat ini berbohong adalah satu-satunya cara agar masalah ini tidak bertambah buruk.

LUCIANA ALEXANDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang