Bab40. Stefan

14 1 0
                                    

Duke Alexander mengizinkanku kembali ke Manor house Evangelin setelah 3 hari aku tinggal disini. Tidak ada titik terang pada masalah ini, hanya saja kebenaran bahwa para manusia berhasil menciptakan racun mematikan bagi kaum vampire dan sang pencipta racun telah mati. Sekarang kami hanya perlu lebih berhati-hati agar para manusia tidak mendapatkan bunga Azul untuk yang kedua kalinya. Buku-buku berisi tentang cara membuat racun yang berhasil kami ambil saat menyusup waktu itu telah disimpan di kerajaan, kami hanya bisa berharap semoga para manusia tidak memiliki salinan buku itu.

Jarak yang akan kutempuh cukup jauh, aku sangaja berangkat malam hari agar sampai besok pagi-pagi sekali.

Ash terus berlari menembus hutan, menerjang apa saja yang menghalanginya jalannya. Akibat guncangan yang dihasilkan oleh derap kaki Ash, aku merasakan kepalaku sedikit pusing dan pandangku mulai mengabur.
Jika dipikir-pikir, sudah berapa lama aku tidak minum? Entahlah. Kekuatan yang kugunakan saat proses interogasi cukup menguras energi, akibatnya ketajaman inderaku semakin menurun. Aku harus segera minum agar kondisi ku tidak semakin parah.

Aku memelankan langkah kaki Ash saat pandanganku menangkap sebuah bayangan seekor rusa. Aku menuntun Ash agar bersembunyi dibalik semak yang cukup rimbun. Melompat turun dari punggungnya, aku berjalan tanpa suara mendekati rusa malang ini. Dalam jarak sedekat ini dan dalam kondisi haus seperti ini aku bisa mencium bau darah segar yang mengalir di bawah kulitnya, bahkan aku bisa mendengar denyut nadinya. Mengehela nafas sesaat, aku melompat keluar dari semak lalu menerjangnya dan segera menancapkan gigi taringku yang telah keluar dari persembunyiannya.

Darah segar segera mengaliri kerongkonganku yang telah kering beberapa hari ini. Aku tak bisa menghentikan kegiatanku, aku terus menginginkan lebih dan lebih, pikiranku melayang, sepertinya aku akan segera kehilangan diriku.

Dalam keadaan setengah sadar aku berfikir, sampai kapan aku akan terus seperti ini? menjadi monster yang haus darah, bahkan aku tak bisa mengendalikan diriku sendiri.

Tidak, aku bisa mengendalikanya.

Kenangan saat aku menyelamatkan Luciana melintas di kepalaku begitu saja, hal ini membuat kesadaranku kembali sepenuhnya.
Aku segera menyudahi kegiatanku, melepaskan genggaman kuat tanganku pada tubuh rusa yang telah tak bernyawa ini.

Saat itu, aroma darah Luciana yang menuntunku hingga aku menemukannya tergeletak di dasar jurang. Darahnya terasa sangat manis, rasanya seperti aku belum pernah merasakan darah yang semanis itu.
Aku memang jarang minum darah manusia, mungkin itulah yang membuat ku berfikir bahwa darah Luciana sangat manis, atau memang darahnya begitu manis, entahlah.

Aku bisa mengendalikan diriku dengan mudah saat menolong Luciana, aku tidak sempat kehilangan kesadaranku karena jauh di lubuk hatiku, aku ingin melihatnya segera bangun. Aku ingin Luciana selamat dari kematian meskipun aku harus mengubahnya menjadi monster seperti diriku. Aku tidak tau apa alasannya padahal aku sama sekali belum mengenal dirinya.

Berjalan gontai menghampiri Ash, aku melanjutkan perjalananku. Aku harus segera sampai Manor house karena aku ingin segera melihat senyumnya. Senyum yang secerah matahari pagi, melihat Matanya seolah berusaha menenggelamkan ku dalam pesonanya.

**

Cahaya matahari mulai menampakkan sinarnya, menerangi jalanku dengan sensasi hangat-meskipun aku tidak bisa merasakannya tapi aku masih ingat bagaimana rasanya.

Manor house segera terlihat dari kejauhan. Aku menghentikan Ash tepat diundakan pintu depan. Melompat turun, mengelus Ash sekilas lalu seorang pelayan membawanya ke istal.

"Selamat datang master Stefan",
Ucap Lizi saat kami berpapasan di Hall Manor house, tapi aku tidak terlalu memperdulikannya.

Kakiku terus berjalan menuju kamar gadis yang ingin segera kutemui, gadis yang selalu berkeliaran dalam benakku. Mengetuk pintu kamarnya perlahan, aku bisa mendengar langkah kakinya yang berjalan mendekati pintu.
Pintu segera terbuka, seketika aroma wangi lavender menyerbu hidung ku. Kulihat dirinya dalam balutan gaun biru muda yang berjuntai hingga ke lantai, rambut hitam panjangnya dibiarkan terurai begitu saja, membuatnya semakin menawan.

"Stefan.."

Suara Luciana berdengung ditelingaku, aku tidak terlalu memperhatikan panggilannya karena perhatian ku masih tertuju pada wajah cantiknya.

Apa yang terjadi pada diriku?

Aku belum pernah merasa seperti ini sebelumnya. Kulihat dirinya mengangkat alis menungguku berbicara. Ekspresi nya begitu lucu saat dia sedang kebingungan, dan juga saat dia merasa malu. Perlahan tanganku terulur menggapai helaian rambutnya yang panjang, mengarahkannya pada wajahku lalu kuhirup aroma menenangkan dari sana-salah satu kegemaran baru yang kumiliki.

"Hey, apa terjadi sesuatu?" tanyanya yang membuatku menyudahi kegiatanku.

"Tidak", jawabku seraya masih bermain dengan rambutnya menggunakan jemariku.

"Kau baru saja sampai atau bagaimana?", Kini dia mengerutkan keningnya,

"Hmm", gumamku

"Eve telah kembali, sepertinya kau harus segera menemuinya"

Mengangguk sekilas aku mulai berjalan meninggalkan kamarnya. Aku memang tidak melihat tapi aku yakin dia masih diam terpaku ditempatnya melihatku berjalan menjauh.

Aku begitu menginginkan dirinya dan aku tak tau apa alasannya, tapi pantaskah aku bersamanya?

Aku memang tidak percaya dengan apa yang mereka katakan tentang seorang mate, belahan jiwa atau apalah itu. Mereka berkata para makhluk terkutuk seperti kami juga diciptakan berpasangan, mungkin bertujuan agar kami tidak bosan dengan hidup yang berkepanjangan ini.

Tapi jika itu memang banar adanya, aku sangat berharap bahwa belahan jiwaku adalah Luciana.

~~~~~

LUCIANA ALEXANDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang