Bab22. Luciana

24 1 0
                                    

Seseorang mengetuk pintu saat aku sedang mencatat hal-hal penting dari buku nenek.

Saat kubuka pintu kamarku, ternyata itu Stefan, wajahnya masih pucat, mungkin akan lebih baik jika dia minum darah lagi.

Aku diam menunggunya berbicara, dia malah melihat ke arah meja kamarku yang berantakan.

"Kau sedang sibuk?", dia bertanya

"Tidak, aku hanya membaca beberapa buku, kau mau masuk?", Rasanya tidak nyaman berbicara didepan pintu seperti ini.

Stefan berjalan memasuki kamarku sedangkan aku sibuk mencari tambahan lilin yang ada dilaci. Sebenarnya suasana sedikit canggung mengingat Stefan yang marah padaku, tapi aku berusaha menyingkirkan perasaan itu.

"Aku ingin meminta maaf".

Aku menoleh, Stefan berdiri tepat dibelakangku.

"Aku tidak bermaksud marah", dia melanjutkan

"Tidak apa-apa, kamu hanya khawatir". Aku tersenyum padanya.

"Bagaimana kamu bisa pergi ke wilayah musuh tanpa membawa senjata satu pun?".

"Aku tidak sempat memikirkan itu".

"Darimana kamu tau aku ada disana?"

Baiklah ini seperti sesi tanya jawab pada sebuah pertemuan, tidak bisakah dia berterimakasih dan melupakannya?

"Aku tidak tau, tiba-tiba aku mendapat penglihatan. Aku melihatmu sedang dirantai dan terus memanggil namaku". Aku duduk di kursi melanjutkan kegiatanku.

Stefan terdiam, seperti sedang berpikir. Sedikit lucu melihat raut wajahnya jika sedang bingung.

"Kamu yakin tidak terus memanggil namaku disana?", Aku menggodanya.

"Aku tidak ingat" , Stefan membuang muka

Aku menoleh padanya, apa dia benar-benar mengkhawatirkan aku sekarang?

Aku berdiri mendekatinya,
"Dengar, aku tau aku salah karena tidak membawa alat apapun untuk melindungiku saat pergi mencarimu, aku minta maaf, saat itu yang kupikirkan hanya keselamatanmu, karena aku yakin jika kau sudah selamat kau pasti.. "

Aku tidak melanjutkan kalimatku,

"Pasti?" , Stefan mengangkat alisnya menungguku melanjutkan

"Kamu pasti akan melindungiku"

Kini giliran aku yang membuang muka, berusaha menghindari kontak mata dengannya. Kenapa aku mengatakan ini?

Kudengar Stefan menghela nafas, sepertinya dia benar-benar tidak habis pikir dengan apa yang sudah kulakukan.

Stefan menjauh, duduk di salah satu kursi lalu meraih buku yang ada dimeja. Aku mengikutinya, duduk di kursi lain berhadapan dengannya.

"Darimana kau tau tentang racun ini?"

"William yang menceritakan padaku, kami mencari petunjuk dari buku-buku nenek dan sejarah para vampire". Aku menjawab

"Dan ruangan itu?". Stefan menatapku

"Eve yang memberikannya, dia bilang aku harus mengembangkan pengetahuanku", aku sedikit tersenyum

"Baguslah".

Aku menatapnya, dia duduk bersandar pada kursi menatap langit-langit kamarku.

Aku menyukai Stefan yang seperti ini, sebenarnya dia teman berbicara yang menyenangkan tapi entah kenapa sifatnya berbeda saat ada orang lain diantara kami.

Stefan menoleh, dia pasti menyadari kalau aku memandanginya sejak tadi.

"Kau tau", aku mencoba mengalihkan perhatian "meskipun aku membawa senjata saat itu, aku tidak yakin bisa menggunakannya. Aku tidak bisa bertarung".

Aku memang tidak bisa bertarung, aku juga tidak pernah berfikir untuk belajar dulu saat masih menjadi manusia, karena untuk apa seorang pelayan belajar berkelahi?

"Sekarang keadaannya berbeda, kau harus bisa bertarung untuk menjaga diri. Jangan hanya mengandalkan orang lain untuk menjagamu" Stefan menatapku.

Baiklah dia sedang menyinggungku, aku mendengus kesal.

"Kamu harus mulai belajar bertarung besok", Stefan berdiri dari kursi.

"Kamu benar, dan biar kutebak, aku membutuhkan seorang guru karena bertarung tidak semudah membaca buku", aku tersenyum padanya, mengikuti gaya bicaranya waktu itu.

Dia tersenyum lalu berjalan menuju pintu, sebelum dia membukanya dia menoleh lagi.

"Terimakasih sudah datang menjawab panggilanku".

"Eh .."

Belum sempat aku melanjutkan kalimatku dia sudah pergi meninggalkan kamarku.

Aku sudah menduganya, dia memanggil namaku sampai aku mendapatkan penglihatan tentang dirinya. Bagaimana dia bisa melakukan itu, aku harus bertanya nanti. Jujur saja itu adalah kekuatan yang keren.

Aku tak hentinya tersenyum setelah Stefan meninggalkan kamar ini, dia benar-benar pria yang tidak bisa ditebak.




~~~~~

LUCIANA ALEXANDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang