Bab46. Luciana

6 2 0
                                    

Aku melakukan kegiatan diruangan pasienku dengan gelisah. Bagaimana tidak gelisah, jika Stefan terus saja memandangku seperti seekor singa yang mengincar mangsanya. Eve telah membuat keputusan untuk membentuk jadwal penjagaan untukku. Memang terdengar berlebihan tapi aku tidak bisa membantah. Eve melakukan ini dengan tujuan agar Damian tidak menemuiku lagi. Ya, aku dan Stefan memilih untuk tidak mengatakan yang sebenarnya pada Eve bahwa kami telah bertemu dengan Damian beberapa hari yang lalu.

Begini jadwalnya, jika William berada diperbatasan maka Stefan akan menemaniku dirumah begitu pula sebaliknya. Kabar tentang Damian sudah tidak terdengar lagi, sepertinya dia telah lebih berhati-hati dan aku tidak tahu kepan jadwal penjagaan ini berakhir.

"Baiklah Stefan berhenti melihatku seperti itu", kataku sudah tidak tahan lagi.

"Aku tidak melihatmu", elaknya. Sepertinya dia tidak sadar bahwa berbohong bukanlah keahliannya.

"Kenapa William lama sekali", gumamku yang diikuti tawa kecil darinya.

Sebenarnya aku tidak benar-benar sendirian, ada para pelayan dan juga Lizi di Manor house. Aku juga tidak akan kemana-mana, tapi sekali lagi, aku tak bisa membantah.
Kulihat Stefan bangkit berdiri, dalam hati aku bersyukur dia tidak memperhatikanku lagi.

"Kamu benar, kenapa William lama sekali", ucapnya.

"Kau bisa berangkat sekarang Stefan, aku tidak akan kemana-mana. Selain itu,kita kan' sudah bertemu dengan Damian", ucapku sedikit berbisik pada kalimat terakhir.

"Tidak", jawabnya, "aku masih belum percaya dia akan berubah. Sekarang ganti pakaianmu, aku akan membawamu"

Seketika aku tersenyum, mengangguk antusias aku segera berlari menuju kamar untuk berganti pakaian. Aku mengambil setelan kemeja lengan panjang berwarna merah maroon dan celana panjang hitam yang pas ditubuhku. Setelah mengenakan jubah, aku segera berjalan ke arah istal kuda yang berada di bagian belakang manor house.
Kulihat Stefan telah mempersiapkan Ash. Aku berjalan menghampirinya

"Naiklah", pintanya.

Aku segera naik dan Stefan menyusul duduk dibelakangku. Aku sedikit tersentak saat tubuhnya menabrak punggungku, namun itu tidak berlangsung lama saat Ash segera berlari menuju perbatasan.
Tidak ada pembicaraan diantara kami, karena aku lebih memilih diam dan meredam kegugupan yang menderaku sejak tadi.

Aku mendengar Stefan berdeham, beberapa kali yang membuatku segera menoleh padanya. Aku memicingkan mataku melihatnya, dan dia hanya diam menatapku. Sesaat berlalu sampai tiba-tiba dia mendekatkan wajahnya untuk mencium kepalaku sekilas. Tindakan yang cukup untuk membuatku salah tingkah dan segera berpaling darinya. Aku tau dia sedang bercanda, tapi bercanda dengan seseorang yang kau sukai itu sedikit sulit, bagiku.

Perbatasan segera terlihat dari kejauhan dan seperti biasa, tempat ini ramai dengan vampire-vampire yang sibuk dengan kegiatannya masing-masing.
Setelah memastikan Ash nyaman pada istalnya, Stefan mengajakku berjalan mendekati seorang pria yang memiliki rambut hitam dan mata abu-abu yang indah. Dia membungkuk sopan pada kami.

"Ashter, tolong ajari dia melakukan sesuatu dan jangan pernah berpaling darinya", ucap Stefan pada pria vampire ini.

Stefan tersenyum sekilas padaku lalu pergi menuju gedung perbatasan. Sekarang disinilah aku, bersama pria bernama Ashter di tepi arena berlatih.

"Perkenalkan nama saya Ashter, lady", ucapnya sopan padaku.

Aku segera tersenyum, "Kau tidak perlu begitu formal padaku Ashter, namaku Luciana dan jangan memanggilku Lady", jawabku yang diikuti anggukan kepala darinya.

Kami berjalan menuju tenda kecil disisi lain lapangan yang berisi senjata-senjata bertarung jarak dekat seperti; pedang, belati, kapak dan lain lagi yang aku sendiri tak tahu apa namanya.

LUCIANA ALEXANDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang