Bab12. Stefan

36 2 0
                                    

Aku terus merasa gelisah sejak sampai di perbatasan wilayah vampire. Sebenarnya, ini bukan hanya perbatasan tapi semacam tempat latihan para prajurit vampire. Ada sebuah bangunan besar berdiri didekat pintu gerbang yang dihuni oleh ratusan prajurit vampire.

Tugasku disini adalah melatih mereka. Tugas ini diberikan langsung oleh pihak kerajaan, mereka berfikir bahwa kemampuan bertarung ku sangat hebat, padahal aku hanya melakukannya begitu saja tidak ada semangat atau apapun saat bertarung.

Tiba-tiba aku teringat Luciana, saat aku melihatnya berdiri didepan gerbang belakang Manor house. Aku mengawasinya dari jendela kamarku, saat itu aku pikir dia akan pergi. Apa dia masih belum bisa menerima kenyataan, apa dia tidak senang tinggal dimanor house bersama kami. Banyak pertanyaan yang menggangguku, lalu dengan sendirinya aku menghampiri Luciana yang sedang tersenyum merasakan hembusan angin yang menerpa wajahnya, cantik.

Aku tau dia berdusta saat dia berkata bahwa dia tidak merindukan rumahnya, dia sedang bersedih karena itu aku mencoba menghiburnya dengan mengajak Luciana berjalan-jalan dihutan. Awalnya aku pikir dia akan menolakku, tapi ternyata tidak. Dia malah tersenyum antusias.

Luciana adalah manusia pertama yang kubiarkan hidup. Biasanya saat aku menggigit manusia aku akan langsung membunuhnya, tapi tidak dengan dirinya. Aku membiarkan dia berubah, aku memberikan keabadian kepadanya.

Aku ingin luciana merasa nyaman didekatku, tidak ingin melihatnya memalingkan pandangan saat melihatku. Aku ingin dekat dengannya, entah atas dasar apa tapi aku ingin dia merasa begitu.

Aku terus melamun sejak sampai diperbatasan, fokusku hilang begitu saja.

"Lord Stefan, apa anda baik-baik saja", suara seorang prajurit membuyarkan lamunanku.

Aku sulit konsentrasi dengan latihan hari ini, untuk itu aku meminta izin kepada Eve untuk pulang, biarkan saja William yang melatih mereka.

Manor house masih sepi. Apakah para pelayan belum kembali dari berburu? itu berarti Luciana sendirian sejak kepergianku.

Saat aku membuka pintu depan manor house, hal pertama yang kulihat adalah Luciana yang terduduk dilantai sambil terus memegangi perutnya.

Aku berlari menghampirinya. Wajahnya pucat,dia menangis lalu pingsan dalam pelukanku. Tanpa pikir panjang aku mengangkat tubuh Luciana membawanya berlari menembus hutan. Kukalungkan tanganku dipunggung dan bawah pahanya, sama seperti saat membawanya dari perpustakaan malam itu.

Aku tidak sempat membawa kuda, pikiranku kalut, yang kutau aku harus segera membawanya kepada Rosemari, sepertinya Luciana akan melahirkan.

Aku berlari sekuat tenagaku melewati pohon-pohon besar yang tumbuh liar dihutan ,aku sengaja tidak melewati jalan utama karena aku tidak ingin ada yang melihat.

Aku terus berlari hingga sampai dijurang pemisahan antara wilayah vampire dan manusia. Jurang dimana aku melihat Luciana pertama kali, aku melompat pada batu yang cukup besar lalu melompat lagi dengan ringan ke seberang jurang. Sinar matahari yang mulai meninggi tidak menjadi penghalang untukku, sampai akhirnya aku melihat rumah Rosemari dari kerjauhan. Sang pemilik rumah sedang menjemur daun-daun obat dipekarangan rumah.

"Rose". Teriakku, tak kusangka aku bisa berteriak sekeras ini. Rose menoleh dengan wajah terkejut melihat kami datang.

"Astaga, apakah Luciana akan melahirkan?", Rose membuka lebar pintu rumahnya lalu segera menutup kembali setelah kami semua masuk.

"Ya", jawabku singkat. Kuletakan Luciana diatas tempat tidur ruangan pasien milik Rose.

Rose masuk memebawa ember yang berisi air. Dia memasukkan serbuk berwarna biru dari sebuah toples berukuran kecil. Aku mengenali warnanya, warna salah satu bunga yang hanya tumbuh dihutan vampir. Dia sering meminta William mencarikan bunga itu.

Rose merapal sebuah mantra menggunakan bahasa para vampire murni. Dia akan melepas mantra pemindah yang ada pada tubuh Luciana. Seketika air itu berasap dan sedikit berbuih.

Tanpa aba-aba Rose menyibak gaun Luciana, aku memalingkan wajahku, rasanya tidak sopan melihatnya dalam keadaan seperti ini.

"Stefan, kau harus memegangi tangan Luciana selama proses ini berlangsung. Jangan lepaskan dia". Rose memberi perintah dan aku mengangguk.

Dia mengolesi perut pucat Luciana yang membesar dengan air diember itu. Saat dia mengangkat perlahan tangannya, Luciana tiba-tiba meronta dengan mata yang masih terpejam. Dia menjerit-jerit kesakitan, nafasnya memburu.

Rose mengangkat tangannya perlahan dan sebuah gumpalan asap putih keluar dari perut Luciana yang tak hentinya menjerit kesakitan. Aku terus memeganginya agar tidak bergerak terlalu kuat dan membahayakan proses ini.

Keringat membasahi kening dan leher Luciana. Aku berusaha membisikkan kalimat menenangkan padanya berusaha agar dia bisa mendengarkanku, kukatakan padanya bahwa dia akan baik-baik saja.

Asap itu semakin besar diatas perut Luciana, dia mulai menangis dengan mata terpejam. Aku semakin panik saat melihat darah keluar dari hidungnya.

"Rose cepat keluarkan bayi sialan itu!"

Rose tidak memperdulikan suaraku, dia tetap fokus dengan terus merapalkan mantra.

"Sudah", Rose menghela nafas.

Asap itu sudah keluar sempurna dari perut Luciana. Perlahan Rose menurunkan gumpalan itu diatas meja yang telah ia lapisi menggunakan kain putih. Asap itu perlahan menghilangkan menampakkan apa yang ada didalamnya, seperti sebuah kantung transparan berisi air dan bayi. Perlahan Rose memecahkan kantung transparan itu, airnya mengalir keluar. Sedikit menjijikkan bagiku, pakah ini yang disebut melahirkan?

"Stefan tolong rapikan baju Luciana", aku menoleh melihat Luciana yang masih memejamkan mata. Dia sudah lebih baik, nafasnya teratur. Saat aku merapikan bajunya sekilas aku melihat ke perut Luciana yang sudah rata. Tidak ada luka segores pun ditubuh Luciana.

Rose kembali dengan membawa bayi yang sudah dia bersihkan dan diselimuti menggunakan kain. Dia duduk seraya menengangkan bayi yang menangis dipeluknya.

Aku melihat Luciana lagi, dia masih terpejam. Kenapa Luciana melakukan ini, batinku.

Rela menjadikan tubuhnya sebagai wadah bayi seseorang yang bahkan tidak dia kenal, rela merasakan sakit yang luar biasa. Kenapa dia begitu baik, apa yang dia rasakan dalam hidupnya dulu, bagaimana kisah hidup yang dia miliki.

Tapi bagaimana pun kisah hidupnya dulu, aku harus membuat hidupnya yang sekarang menjadi lebih baik.

Tanpa sadar aku mengangkat tangan lalu membelai rambutnya yang sedikit basah akibat keringan.

"Gadis yang kuat". Gumamku menggunakan bahasa lain.







~~~~~

LUCIANA ALEXANDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang