Bab39. Stefan

19 1 0
                                    

Berjalan menuju pintu utama aku disambut dua vampire penjaga, mereka membungkuk hormat padaku saat aku mulai menaiki tangga. Aku memang bukanlah Vampire murni, bangsawan atau apalah itu, aku hanya anak manusia yang hidup sederhana didesa yang tidak terlalu besar, tapi semua berubah ketika Duke Darwin Alexander sendiri yang mengubahku.

Aku telah sampai di tempat tinggalku dulu setelah aku menjadi vampire, ya Manor house milik keluarga Alexander. Tempat ini tidak banyak berubah semenjak kepindahanku ke Manor house Evangelin.
Hall Manor house yang mewah segera menyambutku. Lantainya dilapisi karpet merah tua, lukisan-lukisan berjajar rapi didinding batu berwarna gelap. Beberapa pelayan juga membungkuk hormat padaku, dan aku hanya bisa tersenyum karena aku memang tidak pandai berbasa-basi.

Melewati ruangan kerja Emily, aku melihatnya tengah sibuk berkutat dengan berkas-berkas yang menumpuk. Sama seperti Eve, dia adalah penerus menggantikan posisi ayahnya suatu saat nanti. Pandangannya beralih dari kertas yang ada ditangannya kepadaku.

"Hai Stefan, kau sudah sampai rupanya",  sapanya sembari tersenyum cerah kepadaku-sebenarnya dia adalah gadis yang baik jika sedang tidak ada orang lain diantara kami.

Aku berjalan memasuki ruangan mewah miliknya, tidak seperti Eve yang terkesan lebih sederhana, Emily memiliki cita rasa yang tinggi. Ruangan besar ini berisi hiasan-hiasan mewah yang berusia ribuan tahun.

"Ayah menunggumu di belakang, langsung saja kesana", ucapnya

Aku hanya mengangguk sebagai jawaban lalu mulai berjalan ke arah yang Emily katakan. Manor house ini lebih besar dari milik Eve, tentu saja, karena manor house ini milik seorang Duke yang terhormat. Pemilik nama Alexander kini hanya tersisa 4 orang, yaitu sang Duke sendiri, Emily, aku dan Luciana. Aku dan Luciana memang bukan keturunan asli, tapi Duke telah berbaik hati mengizinkan kami menyandang namanya.

Baginya aku adalah vampire yang memiliki potensi tinggi, anugrah yang kumilik membuatku sangat berharga Dimata nya. Tapi bukan berarti Duke maupun Emily tidak pernah merubah orang lain, cukup banyak manusia yang mereka rubah tapi hanya aku yang diberi kehormatan untuk membawa nama besar keluarga mereka. Setelah aku memberikan keabadian kepada Luciana, aku sempat merasa takut jika Duke tidak akan menerimanya dan memintaku untuk membuang Luciana menjadi vampire biasa yang hidup di kota, tapi karena kebaikan Eve dan keberanian Luciana menyelamatkanku waktu itu, Duke menerimanya. Eve memang memiliki kebebasan penuh untuk mencari anggota baru bagi keluarganya, dia juga menjelaskan bahwa Luciana memiliki kemampuan penyembuh yang sangat berguna bagi kaum kami.

Dulu sekali, saat keadaan belum seaman sekarang aku sering mendapatkan misi yang cukup berbahaya. Menculik para bangsawan manusia, menyusup ke istana para manusia bahkan menculik perdana menteri kerajaan Rainburg. Bersama Hugo, aku bisa menyelesaikan misi berbahaya dengan sangat mudah. Selain karena kemampuan bertarungku yang kuakui cukup baik, kemampuan manipulasi yang Hugo miliki juga sangat berguna. Itulah mengapa aku meminta Luciana untuk tidak terlalu akrab denganya, karena aku tau seperti apa Hugo.

Seiring berjalannya waktu, keadaan diantara kedua wilayah semakin membaik. Puncaknya adalah saat dibangun jembatan resmi sebagai penghubung antara kedua wilayah, tapi tetap saja kami masih belum bisa terbuka satu sama lain. Dengan membaiknya keadaan inilah aku dipindah tugaskan menjadi pelatih para prajurit vampire perbatasan dan menjadi pasukan khusus anggota keluarga Evangelin. Saat itu pula aku mengenal William. Para prajurit yang kami latih, nantinya akan menjadi para pasukan vampire yang harus siap berperang jika sewaktu-waktu terjadi hal yang tidak diinginkan, sedangkan sisanya akan dikirim ke Manor house para bangsawan vampire untuk menjaga keamanan.

Menelusuri lorong-lorong gelap berdindingkan batu dan hanya diterangi cahaya obor di setiap sisi dinding, aku hampir sampai pada tempat yang Emily maksud. Menuruni beberapa anak tangga, aku berdiri dihadapan pintu kayu yang sangat familiar bagiku. Tempat ini berada diujung tangga menuju bawah tanah. Mengehela nafas sesaat aku mulai mengetuk pintu lalu memasuki ruangan gelap yang tidak terlalu luas ini, tempat interogasi.

LUCIANA ALEXANDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang