Bab20. Luciana

28 3 0
                                    

Ash terus berlari menembus hutan yang masih gelap. Aku menoleh gelisah melihat Stefan dia memejamkan matanya, kuraih tangannya agar berpegangan padaku, aku tidak ingin dia terjatuh.

Sebentar lagi kami sampai pada jurang pemisah. Stefan terkulai lemas bertumpu pada tubuhku, aku terkejut dan berusaha memelankan laju Ash tapi tidak berhasil, dia terus berlari kencang bahkan lebih kencang lagi sampai akhirnya aku melihat jurang pemisah dari kejauhan.

Baiklah aku sedikit takut sekarang, bagaimana kami bisa melewatinya?

"Aku percaya padamu Ash". Bisikku,

Aku menutup mata sembari terus menjaga keseimbangan tubuhku dan tubuh Stefan.

Ash terus berlari lalu dia melompat tinggi diatas jurang seakan-akan dia memiliki sepasang sayap untuk terbang.

Kami mendarat sedikit kasar di seberang jurang, tanpa berhenti Ash terus berlari menembus hutan. Cahaya matahari mulai bersinar diufuk timur menyinari kami dari balik celah dedaunan.

Aku menoleh melihat Stefan yang bersandar pada bahu kananku.  Dia masih memejamkan mata dan terus menggigil.

Perasaan lega menyelimuti hatiku saat melihat Manor house dari kejauhan. Kami berhenti di depan undakan menuju pintu.

"Siapapun tolong kami!", aku berteriak berharap ada yang mendengar.

Tiga orang pelayan menghampiri kami lalu membantu Stefan turun dari punggung Ash.

"Bawa Stefan ke ruanganku".

Saat memasuki manor house, Eve dan William menyambut kami dengan raut wajah yang terkejut.

"Luci apa yang terjadi?", William mengangkat wajah Stefan yang terkulai lemas

"Kejelasan nanti, Stefan harus segera ditangani"

Kami semua menyerbu masuk ruang pasienku. Stefan dibaringkan di salah satu ranjang, aku segera mengambil beberapa bahan membuat salep untuk luka Stefan.

Eve membersihkan luka pada tubuh Stefan, dia sedikit berjengkit, itu berarti Stefan masih setengah sadar.

William membantu mendudukan Stefan lalu aku mengoleskan salep pada tubuhnya.

Aku memasang perban pada seluruh tubuh bagian atas Stefan, William membaringkannya lalu aku menutupi tubuh Stefan dengan selimut yang cukup tebal.

Dia sudah tidak menggigil, sekarang hanya perlu menunggunya siuman.

"Luci?" , Eve mengisyaratkan agar aku menjelaskan apa yang sudah terjadi.

Menghela nafas sesaat lalu aku menjelaskan, mulai dari aku yang mendapat penglihatan hingga aku menemukan Stefan di markas para manusia.

"Penglihatan?" , Tanya Eve heran.

"Ya, aku tidak tau bagaimana itu bisa terjadi. Rasanya seperti aku melihat sebuah pertunjukan tepat di depan mataku, orang-orang yang kulihat dipenglihatan itu tidak bisa melihat atau merasakan keberadaanku", aku menambahkan

"Kau pernah mengalaminya Eve?".

"Tidak", jawab Eve tenang

Baiklah ini aneh, jadi apakah hanya aku yang bisa melakukannya?

"Pikiran saja masalah itu nanti, kenapa Stefan belum bangun juga?", William duduk disamping ranjang Stefan sejak tadi.

"Aku tidak tau, padahal saat menemukannya aku langsung memberikan dia penawar", aku mendekati mereka berdua.

Hening. Tidak ada pembicaraan diantara kami, Eve duduk disalah satu kursi seraya bertopang dagu-terlihat jika dia sedang berfikir keras, William terus menggenggam tangan Stefan sedangkan aku terus berjalan mondar mandir berusaha menenangkan diri.

Tiba-tiba Stefan terbatuk, aku langsung mendekat, begitu juga Eve.

Stefan membuka mata, sedikit kebingungan melihat kami semua. Will membantunya bangkit duduk lalu aku memberikan segelas darah yang sudah kusiapkan sejak tadi.

Tubuh Stefan basah karena keringat, dia meminum darah itu dengan perlahan.

"Apa yang kau rasakan?", Eve bertanya

"Pandanganku masih memburam" Stefan menjawab dengan suara yang serak.

"Apa kira-kira lukanya sudah menghilang?" William menoleh ke arahku.

"Coba kau buka saja perbanya, Lu".

Menjawab permintaan Eve, aku meraih sebuah gunting kecil dimeja lalu mendekat ke arah Stefan. Aku sedikit ragu melakukannya karena aku takut jika Stefan masih marah padaku.

Perlahan aku membuka satu persatu kain perban pada tubuh Stefan, aku sedikit kehilangan konsentrasi saat melihat tubuh Stefan yang tegap dan sangat sempurna.

Hati-hati kuangkat wajahku melihat Stefan, dan yang kudapat adalah matanya yang terus menatap kedua mataku, buru-buru kualihkan wajahku.

Tubuhnya sudah pulih, semua luka goresan ditubuh dan lengannya sudah menghilang sepenuhnya. Kulitnya yang putih sempurna seakan menghipnotisku.

"Syukurlah kau sudah pulih, bisa kau jelaskan bagaimana kau bisa sampai disana?".

Diam sesaat lalu Stefan menjawab,
"Aku hanya berniat mencari jawaban atas apa yang terjadi pada dua prajurit vampire itu, aku berhasil membawa sebilah belati yang sudah dilumuri dengan racun, tapi aku ketahuan saat akan meninggalkan gerbang. Mereka memanahku".

Tindakan Stefan sangat berbahaya, dia menyusup sendirian di markas para manusia tanpa memberitahu Eve ataupun yang lain.

"Kenapa kau pergi sendiri?, kau bisa memintaku untuk pergi bersamamu".

Stefan tidak menjawab pertanyaan William, dari nada bicaranya, kami tau bahwa William sedikit kesal karena Stefan membahayakan dirinya sendiri.

Eve hanya menghela nafas seolah dia terlalu lelah untuk ikut berdebat.

"Lain kali kau harus berbicara padaku jika ingin melakukan sesuatu Stefan, dan kau Luciana, sepertinya kau harus segera istirahat", Eve menoleh ke arahku

Aku melihat diriku sendiri, sangat berantakan. Gaunku yang semulanya panjang kini robek  sampai setengah betis, kakiku dipenuhi lumpur.

"Iya sepertinya aku harus mandi", aku tersenyum kecil lalu berjalan pergi.

Sebelum aku benar-benar pergi, Eve mengucap terimakasih karena aku telah menyelamatkan Stefan, dan hanya kubalas dengan anggukan.

Sepanjang perjalanan menuju kamar, aku terus berfikir kenapa Stefan marah padaku. Apakah dia tidak ingin diselamatkan?


~~~~~

LUCIANA ALEXANDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang