Bab34. Stefan

25 2 0
                                    

Pagi ini ada seorang prajurit yang datang dari perbatasan membawa sepucuk surat dari Eve.
Ternyata dia langsung ke perbatasan setelah melaporkan misi yang telah kami selesai beberapa hari yang lalu di istana. Isi suratnya mengatakan bahwa aku dan William harus segera menyusulnya, ada kemungkinan bahwa terjadi penyusupan di wilayah kami.
Setelah bersiap dan berpamitan pada Luciana, aku bersama William berangkat ke perbatasan.

Keadaan Luciana sudah membaik, dia sempat terlihat terpuruk setelah mengetahui kebenaran yang sesungguhnya, bahwa Rosemari telah mengkhianati kami. Aku sedikit khawatir padanya tapi aku juga tak bisa melakukan apapun. Ditambah lagi tindakanku yang tidak sopan padanya diruang senjata waktu itu, pasti menambah beban pikirannya.

Meskipun sudah meminta maaf, tapi aku masih merasa bersalah.

***

Di perbatasan keadaan sudah sangat genting. Seorang prajurit vampire berkata bahwa dia menemukan jalan rahasia dijurang pemisah bagian barat. Aku dan William segera pergi ke lokasi tersebut, saat kami sampai beberapa prajurit manusia yang sudah menyebrang melewati jalan rahasia itu tertangkap basah hendak kembali ke wilayah mereka.

Perkelahian pun tak bisa kami hindari lagi. Mereka berhasil membawa beberapa tangkai bunga Azul, yang aku yakini mereka pasti ingin memproduksi racun itu lagi. Meskipun Rosemari sudah mati, dia pasti memiliki rekan saat membuat racun tersebut.

Tanpa sadar pikiranku melayang begitu saja pada Luciana, wajah cantiknya, rambutnya yang hitam panjang selalu menebarkan wangi lavender kemampuan dia pergi. Dia pasti akan semakin sedih jika mengetahui bahwa perbuatan neneknya masih saja menimbulkan kekacauan. Meskipun tidak ada hubungan darah diantara mereka, tapi Luciana terlihat begitu menghormati Rosemari.

Aku bertarung dengan seorang pria berambut pirang, dia membawa sebilah pedang ramping. Gerakannya gesit, cukup gesit untuk ukuran seorang manusia. Aku mengamati bilah pedangnya selama kami bertarung, tidak ada tanda-tanda racun pada senjata yang mereka gunakan. Sudah dipastikan stok racun mereka telah habis, karena itulah mereka nekat menyusup ke wilayah kami.

Aku bertarung sembari terus memikirkan Luciana. Wajahnya tak henti-hentinya berkeliaran di kepalaku, membuatku sedikit kehilangan konsentrasi, dan benar aku kehilangan keseimbangan dan prajurit manusia ini berhasil melukai bahu kiriku. Darah membasahi separuh bajuku, luka yang cukup parah.

Sudah lama aku tidak bisa dilukai sampai seperti ini. Aku merasakan sepercik emosi dalam diriku.

Sial,


Taringku meluncur dari persembunyiannya, dan mataku pasti sudah berubah merah sekarang. Aku melempar pedang yang ku genggam ke sembarang arah, berlari menerjangnya lalu mencekik lehernya dengan sangat kuat dan mengakat tubunya tinggi. Pria ini mengeluarkan suara tercekat.


"Beraninya kau!", Aku menggeram

Tiba-tiba aku merasa haus. Haus yang tidak tertahankan. Sudah berapa lama aku tidak minum? Entahlah aku tidak ingat. Pandanganku mengabur, aku terus berusaha mempertahankan kesadaranku tapi rasanya sangat sulit. Tanpa pikir panjang lagi, aku mendekatkan mulutku ke lehernya. Mengendusnya sesaat lalu mulai menancapkan taringku pada lehernya. Seketika darah segar membasahi tenggorokanku yang kering bagaikan padang pasir ,sangat manis. Pikiranku melayang jauh, aku seperti orang mabuk. Aku terus menghisap darahnya sampai tak ada lagi darah yang tersisa dari tubuhnya.

LUCIANA ALEXANDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang