Dua Puluh Tiga

6.7K 544 26
                                    

Happy Reading✨

****

Dengan menggunakan tubuhnya, Baby mencoba menghalangi kepala Erwin dari pukulan Dewa. Ia takut kepala Erwin yang belum sepenuhnya pulih karena kecelakaan beberapa bulan lalu kembali terluka. Rambut Erwin bahkan belum sepenuhnya tumbuh, bekas jahitan di kepalanya masih terlihat jelas. Saat ini topi adalah salah satu benda yang wajib Erwin pakai untuk menutupi kepalanya.

"Berhenti, Pa. Kasihan kak Erwin"

"Apa perduli, Papa" Dewa terpaksa menghentikan pukulannya karena jika terus ia lanjutkan malah akan mengenai tubuh putrinya yang coba melindungi Erwin.

"Pergi kamu dari rumah saya! Zaki, Petra usir lelaki biadab ini"

"Mending lo pergi dulu" ucap Petra yang khawatir juga jika Dewa kalap lalu menghabisi Erwin sedangkan kondisi Erwin saja belum sepenuhnya pulih pasca kecelakaan itu.

Setelah Erwin pergi mereka kembali ke ruang makan. Tapi, kini suasana terasa mencekam. Aura kemarahan Dewa masih terasa jelas.

"Apa maksud tindakan kamu tadi?" Tanya Dewa yang tidak suka ketika dengan mudahnya Baby menggunakan tubuhnya untuk melindungi Erwin. 

"Aku terima ajakan Erwin untuk rujuk" balas Baby pelan. Ia meringis ketika mendengar tangan Dewa menggebrak meja makan dengan kencang.

"Kamu sadar dengan apa yang kamu lakukan? Rujuk dengan lelaki biadab itu?" Bentak Dewa keras. Mendengar itu membuat nyali Baby seketika menciut.

"Dia sudah berubah, Pa. Aku rasa dia pantas dapat kesempatan kedua" ucap Baby mencoba memberanikan diri.

"Kamu jangan bodoh, Baby. Jangan mau kembali terpedaya oleh lelaki seperti itu. Papa tidak akan pernah setuju sampai kapan pun. Jika kamu rujuk dengan lelaki itu, sama saja kamu menggali kuburan untuk Papamu sendiri. Kamu mau Papa cepat mati"

"Apa salahnya mereka rujuk, Pa?" Ucap Petra membuat Dewa seketika menatapnya tajam.

"Diam kamu, Petra. Saya sedang bicara dengan Kakak kamu bukan dengan kamu!"

Melihat Baby yang hanya diam menunduk Dewa bangkit dari duduknya hingga menimbulkan suara pergeseran kursi cukup kencang. Ia menatap putrinya dengan tatapan kecewa.

"Terserah jika kamu mau rujuk dengan lelaki itu. Tapi, jangan anggap lagi saya sebagai orangtua kamu"

"Kamu tinggal pilih saya, Papa kamu atau lelaki biadab itu" setelahnya Dewa memilih pergi beranjak menuju kamarnya.

Baby menangkupkan wajahnya di atas meja makan. Dulu ketika ia terpaksa harus menikah dengan Erwin, Papanya memang marah tapi tak sampai meledak-ledak seperti tadi. Marah Papanya dulu lebih kepada kecewa karena ia sudah melakukan perbuatan tak beradab. Tapi, Ia sudah menduga akan seperti ini reaksi yang Dewa berikan. Dan itu semua semakin menambah keraguan dalam diri Baby. Apa ia sudah kembali salah dalam mengambil keputusan?

*****

Baby sudah menolak ketika Erwin mengajaknya bertemu di jam makan siang. Tapi, ternyata penolakannya tak Erwin dengarkan, tepat ketika jam makan siang tiba, lelaki itu datang ke kantornya dengan membawa jinjingan berisi makanan. Baby menurut saja ketika Erwin mengajaknya makan dengan makanan yang lelaki itu bawa.

Mereka makan dalam diam. Tapi, tatapan Erwin tak pernah lepas dari Baby yang sedang mengunyah makananya tanpa semangat.

"Maaf. Gue gak bisa lanjutin" ucap Baby setelah mereka selesai makan. Baby masih menyisakan banyak makanannya, ia tidak bernafsu. Jika Mamanya tahu ia tak menghabiskan makannya, bisa habis ia dimarahi.

"Kenapa, By?"

"Papa marah besar karena keputusan gue. Dia minta gue pilih antara kalian"

"Gak bisa, gue gak bisa milih, Erwin. Lo tolong ngertiin gue, jangan buat gue harus pilih antara lo dan Papa karena yang pasti gue akan pilih Papa gue" Baby menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Setelah semuanya, ia tak mungkin harus kembali mengecewakan sang Papa.

"Aku mohon, By jangan menyerah. Aku pasti bisa meyakinkan Papa kamu" pinta Erwin. Ia sudah mencoba sejauh ini. Tinggal selangkah lagi ia bisa kembali bersama dengan wanita yang ia cintai.

"Please, By. Kasih kesempatan aku berjuang untuk mendapatkan restu dari Papa kamu"

"Enggak tau, gue pusing" Baby menggelengkan kepalanya pelan.

"Aku terima penolakan yang Papa kamu beri. Aku sudah mempersiapkan segalanya. Saat ini, aku cuma butuh kamu selalu ada disisi aku. Aku juga butuh dukungan kamu. Kita berjuang sama-sama meluluhkan hati keluarga kamu, ya, sayang" Erwin menggeser duduknya semakin mendekati Baby, ia membawa tangan wanita itu ke dalam genggamannya.

"Ya, sayang?"

"Terserah"

*****

Ternyata Dewa kali ini benar-benar marah pada Baby. Sudah lebih dari satu minggu Dewa sengaja menghindar dari Baby, Papanya lebih suka mengurung diri di dalam kamar ataupun perpustakaan pribadi miliknya. Tak pernah merespon juga setiap Baby ajak bicara. Tentunya, Baby sangat tersiksa mendapatkan pelakuan seperti itu dari Dewa. Setiap hari ia berkata ingin menyerah, tapi, Erwin selalu bisa kembali meyakinkannya.

Hampir setiap hari juga Erwin datang ke rumah untuk menjemput Baby pergi bekerja ataupun mengantarkan wanita itu pulang. Sebenarnya Baby sudah menolak, tapi, Erwin bisa meyakinkan bahwa inilah salah satu caranya untuk meluluhkan hati Dewa.

Seperti pagi ini, Erwin memarkirkan mobilnya di depan rumah Baby untuk menjemput wanita itu agar mereka bisa pergi bekerja bersama, walaupun dirinya harus memutar cukup jauh karena jarak kantor Baby dengan kantor Papanya berlawanan arah. Saat ini ia sudah tidak bekerja di tempat Elrama, ia mulai mencoba membantu di kantor sang Papa.

Karena Baby belum siap, Erwin memilih turun. Ia menyapa Dewa yang sedang memasukan sesuatu ke dalam bagasi mobilnya.

"Pagi Om. Mau pergi mancing, ya?" Erwin melihat Dewa memasukan alat-alat pancingnya ke dalam mobil. Ia berinisiatif membantu, tapi, tanpa banyak bicara Dewa menepis kencang tangan Erwin. 

"Om biasa mancing dimana?" Erwin masih mencoba mengajak Dewa bicara meski tak ada respon sama sekali dari pria tua itu. Tak apa, Dewa tak mengusirnya saja Erwin sudah bersyukur.

"Papa saya punya mini yacht untuk mancing, Om. Kalo mau Om bisa pakai. Mancing di laut lepas sana bisa dapat lebih banyak ikan. Minggu lalu Papa saya mancing sama temen-temennya dapet ikan marlin besar" jelas Erwin.

"Cih, sombong" decak Dewa. Sebal juga mendengar mantan menantunya itu terus saja mengoceh. Diusir pun percuma, lelaki itu cukup bebal.

"Saya serius, Om. Kalo Om mau tinggal hubungi saya. Om juga bisa ajak saya. Saya tau tempat-tempat yang banyak ikannya" dulu sekali ketika masih muda, meski dengan malas-malasan, ia sering menemani Papanya pergi memancing di laut lepas. Papa dan mantan mertuanya itu memiliki hobi yang sama. Sama-sama suka memancing.

Erwin masih terus mengajak Dewa bicara hingga keluarlah Baby yang sudah rapi dengan setelan kerjanya.

"Pa, aku berangkat dulu, ya. Jangan terlalu capek mancingnya" pamit Baby. Ia mencium pipi sang Papa seperti kebiasaanya setiap akan bepergian. Mekipun masih dalam mode memusuhi Baby, Dewa tak menolak setiap Baby melakukan itu.

Dengan ekor matanya Dewa bisa melihat bagaimana Erwin membukakan pintu mobil untuk putrinya. Dewa hanya diam menatap mobil Erwin yang kini sudah melewati gerbang rumahnya. Ia menghela nafasnya kasar. Sebagai Ayah ia hanya ingin yang terbaik untuk putrinya. Ia tak mau Baby kembali merasakan sakit yang sama jika kembali pada pria itu. Ia rasa di luar sana masih banyak lelaki yang lebih baik dari mantan menantu biadabnya.

*****

Tinggalkan jejak kawan. Jangan lupa vote & komennya🙆🙆

Trapped With My Ex [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang