Dua Puluh Lima

9.9K 572 20
                                    


Tangan Baby tertahan di udara. Ia sedang berdiri di depan ruang pribadi Dewa, ia ragu untuk mengetuk pintu di hadapannya. Sampai tak lama pintu tersebut tiba-tiba terbuka dari dalam. Baby yang kaget sampai mundur beberapa langkah.

Baby menatap wajah sang Papa yang kini tak sehangat dulu. Mereka bertatapan beberapa detik, hingga Dewa yang memutus kontak mata mereka. Pria tua itu akan berlalu tapi Baby menahannya.

"Pa" Baby menahan pergelangan tangan sang Papa yang akan beranjak dengan kedua tangannya. Ia perlu bicara dengan Dewa. Dirinya tak mau hubungan mereka terus seperti ini. Ia tak bisa terus dimusuhi oleh pria nomor satu dihidupnya itu.

"Aku mau bicara, Pa. Aku mohon jangan menghindar"

"Aku enggak bisa terus-terusan seperti ini. Papa dan kak Erwin itu bukan pilihan. Tanpa disuruh tentu aku pilih Papa"

"Maaf kalo keputusanku kemarin buat Papa kecewa. Aku udah putuskan enggak akan pernah ada kata rujuk. Papa benar aku terlalu bodoh" Mata Baby sudah mulai memerah, suaranya juga terdengar serak karena menahan tangis.

"Dia menjanjikan aku kebahagiaan dengan mencoba menyembuhkan luka juga berjanji akan membuat aku bahagia. Awalnya aku terima karena aku sudah terlalu lelah menyimpan terlalu lama kesakitan ini sendirian. Dia yang memberi mungkin dia juga yang bisa menyembuhkannya melihat usaha dia beberapa tahun terakhir membuat aku yang cuma wanita biasa bisa goyah juga. Tapi, Papa benar. Aku terlalu bodoh karena mau kembali termakan bujuk rayunya" jelas Baby mulai terisak-isak.

"Maaf sudah sempat buat Papa kecewa. Aku sayang Papa. Jangan musuhi aku"

Mereka sama-sama terdiam, hingga Baby merasakan Papanya melepaskan perlahan tangannya yang masih memegang pergelangan tangan sang Papa.

"Tidur, sudah malam!" Tanpa mau menatap apalagi membalas ucapan Baby, Dewa berlalu begitu saja membuat air mata yang mengalir di wajah Baby semakin deras.

Ia tidak bisa jika lebih lama lagi Dewa memusuhinya.

Baby berjalan dengan langkah gontai kembali ke kamar. Besok ia akan mengajak Erwin bicara tentang pilihannya, mungkin setelah itu lebih baik ia kembali pergi agar mereka tak usah bertemu lagi.

*****

"Loh, lo emang gak tau kak Baby lagi ada kerjaan di luar kota. Pagi-pagi banget udah berangkat paling pulang nanti malam" seperti biasa setiap pagi Erwin akan menjemput Baby untuk pergi bekerja bersama. Tapi, kabar yang ia terima dari Petra membuat dirinya dilanda kekhawatiran. Apalagi mengingat percakapan mereka terakhir kali, membuat Erwin tak bisa menyangkal pemikiran-pemikiran buruk yang saat ini bersarang di kepalanya. Ia takut Baby benar-benar menyerah.

Sepanjang hari itu Erwin mencoba menghubungi ponsel Baby yang mendadak tidak aktif. Pesan yang sejak semalam ia kirimkan juga belum dibaca.

Di jam makan siang, ketika Erwin mendatangi kantor Baby, perempuan itu juga ternyata masih belum kembali ke kantornya.

"By, kamu dimana?"

Erwin sudah benar-benar gelisah tidak konsen dalam bekerja. Setelah makan siang ia tak kembali ke kantor, ia izin pada sang Papa untuk mencari Baby.

Karena tidak tahu kemana perginya Baby hari ini, Erwin memilih menunggu  di depan rumah kekasih hatinya itu. Ia hanya bisa menunggu di luar gerbang karena penjaga rumah melarangnya masuk. Cukup lama ia menunggu hingga langit sudah gelap barulah Erwin melihat wanita yang membuat dirinya seharian merasa gelisah turun dari sebuah mobil.

Dengan cepat Erwin keluar, menyusul Baby yang sudah membuka gerbang rumah.

"By" panggil Erwin, ia mencekal halus tangan Baby.

"Kamu dari mana, By. Kamu enggak ada kabar seharian ini, aku khawatir" Mereka berdiri berhadapan, Baby melepaskan pelan cekalan tangan Erwin.

"Lo lebih baik pergi, Erwin!" Usir Baby tanpa mau menatap Erwin yang berdiri menjulang dihadapannya.

"Oke. Kamu pasti capek. Jangan matiin hpnya ya, By. Aku mau telpon. Besok pagi-pagi aku jemput kamu kaya biasa"

"Gak perlu. Jangan pernah telpon atau datang lagi ke rumah gue" ucap Baby cepat.

"Kenapa?"

"Gue capek Erwin. Gue gak bisa kaya gini. Papa gue lebih berharga dari lo atau pun diri gue sendiri" keputusasaan bisa terdengar jelas dalam setiap ucapan Baby.

"Sedikit lagi, By. Aku mohon jangan menyerah. Aku cinta kamu, aku mau kita mulai dari awal aku mau menebus semua dosa-dosaku sama kamu" Erwin kembali membawa tangan Baby dalam genggaman tangannya, ia mencengkran sedikit kuat ketika wanita pujaan hatinya itu mencoba memberontak.

"Dengan lo pergi jauh itu udah cukup, Win. Kita lupain semuanya, anggap aja dulu ataupun sekarang kita enggak pernah kenal" mendengar ucapan Baby, Erwin menggelengkan kepalanya dengan cepat. Menolak dengan tegas. Bagaimana ia bisa melupakan jika semuanya adalah titik balik kehidupannya dimulai, Erwin bisa benar-benar bisa merasakan apa itu hidup dan berjuang untuk kehidupan setelah kejadian itu.

"Enggak bisa, By"

"Batalin aja perjanjiannya. Semuanya punya lo"

"Aku enggak butuh semuanya, aku cuma mau kamu, By. Jangan tinggalin aku, sayang" Perasaan Erwin sudah semakin tidak karuan melihat lagi-lagi Baby menggelengkan kepalanya.

"Please Erwin, jangan buat gue jadi manusia egois. Gue gak mau bikin keluarga gue kecewa lagi"

"Aku cinta kamu, By"

"Dulu gue bener-bener kesakitan, lo brengsek, lo bajingan, belasan tahun gue tersiksa Erwin. Papa yang selalu ada untuk gue. Gue gak mau egois. Ngertiin gue, Oke? Ngertiin juga Papa gue, Papa cuma gak mau gue kembali merasakan sakit yang sama"

"Apa bener-bener udah enggak ada kesempatan untuk aku, By? Aku menyesal, kasih kesempatan laki-laki brengsek ini untuk buktikan bahwa dia benar-benar menyesali perbuatannya" Erwin bersimpuh, memeluk kaki Baby yang hari ini terbalut celana kerja panjang berwarna putih.

"Enggak ada" lirih Baby. Ia mendongkak mengalau air matanya yang tiba-tiba merembas keluar.

"Aku cinta kamu, By"

"Gue tau. Lo bisa bebas cintai gue sampai kapanpun. Tapi sorry, gue gak bisa, Erwin"

"Tolong, Erwin. Jangan begini!"

"Apa... Apa kamu cinta aku?" Hening terasa mencekam, Baby tak langsung menjawab pertanyaan Erwin.

"Sejak dulu gue sayang sama lo. Cuma lo yang bisa bikin gue jadi wanita bodoh karena bisa tetap sayang dengan lelaki yang jelas-jelas udah ngerusak hidup gue" aku Baby jujur, bagaimanapun bencinya, Erwin tetap laki-laki pertama untuknya. Meski sebelumnya selalu ia sangkal, tak pernah ada lelaki lain yang singgah di hatinya bahkan setelah semua hal buruk yang telah Erwin berikan padanya.

Baby bisa merasakan tubuh Erwin dibawah sana yang mendekap kakinya bergetar kencang. Lelaki itu menangis. Lagi-lagi menangisi kebodohannya yang dulu pernah menyia-nyiakan wanita yang dulu mencintainya dengan tulus.

Masih dalam posisi yang sama dimana Erwin memeluk kaki Baby yang berdiri tegap, keduanya sama-sama menyembunyikan tangis mereka.

"Ekhem..." Sampai tak lama suara deheman menyadarkan mereka. Keduanya menoleh ke sumber suara, terlihat Dewa berdiri di balik gerbang. Dengan tubuh sedikit linglung, Erwin mencoba bangkit berdiri. Dikegelapan malam terlihat dengan jelas mata Erwin memerah bekas tangis, lelaki itu bahkan tak ragu menyusut air mata yang kembali keluar dari ujung mata menggunakan jarinya. Tak jauh berbeda dengan Baby yang sedang mencoba menahan laju air mata yang terus-menerus jatuh dari kedua sudut matanya.

"Kalian berdua masuk ke dalam"

****

Untuk chapter 26-Epilog tersedia di karyakarsa ©gendisaisa dengan judul yang sama Trapped With My Ex

https://karyakarsa.com/Gendisaisa

Trapped With My Ex [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang