07. pertemuan pertama

45 31 40
                                    

Proses

Suatu Hari Nanti, kamu akan sadar, takdir yang mungkin hari ini. Mengecewakan dan menyakitkan perasaanmu adalah suatu proses menuju kebahagiaanmu di kemudian hari nanti..

Warning❗❗❗
Mohon follow akun penulisnya...
Jangan lupa juga tinggalkan jejak berupa vote dan komen.

Ia tahu, jika ia di berkata jujur di saat seperti ini, pasti teman-temannya akan membuat hal yang nekat. Sedangkan mereka sendiri belum tahu siapa dalang dibalik pengeroyokan ini. Ia tidak ingin gegabah dan melakukan kesalahan. Setelah mengatakan hal tersebut, Leo berjalan keluar untuk menenangkan pikirannya yang sekarang bagaikan gado-gado, campur aduk.

HENING...........

Setelah ia keluar, semua hening hanya ada bunyi deru nafas mereka dan bunyi sepatu dari para perawat, yang terdengar di lorong ruangan itu. Karena memang ini sudah larut malam jadi semua penghuninya sudah tidur. Hanya ada mereka dan beberapa perawat yang sedang melakukan tugas mereka.

Dreeet, dreeet.

Bunyi dering telepon membuyarkan lamunan mereka. Segera mereka menoleh pada arah suara tersebut. Suara tersebut berasal dari handphonenya Marisah.

"Siapa?" tanya Ciko.

"Bunda." ucapannya sambil melihat abangnya.  Dengan ragu. Ia merasa bimbang untuk menerima panggilan tersebut.

"Angkat gih"

"Diluar ajah, disini takut ganggu yang lain." ia beranjak dari tempat duduknya pergi ke luar.

"Abang ikut"dengan larian kecil Ciko mengejar sang adik. Sedangkan Marisah yang mendengar ucapan kakanya segera menghentikan langkah kakinya, hingga kakanya sampai disampingnya. Ia menoleh pada manusia disampingnya itu dengan wajah kesal.

"Aku nggak akan diculik kali"dengan wajah malas dan penuh kekesalan ia mengucapkan hal tersebut.

"Yaa, Abang ikut ajah!" Ciko tetap kekeh pada ucapannya.

"Udah yaa... abang didalam, sama temen-temen. Nggak usah ikut! "Merisah tetap kekeh agar Ciko tak mengikutinya.

"Tapi.... " Ciko terlihat ragu dengan ucapan sang adik.

Melihat kakaknya yang ragu, Marisah berusaha meyakinkannya "Udah nggak papa kok!"

"Yaudah dehh,Kalau ada apa-apa langsung teriak ajah ya" ujar Ciko sebagai antisipasi jika terjadi sesuatu pada adiknya.

"Pikiran abang itu mengarah ke hal-hal buruk ajah terus."

"Yaa... Karen—"belum selesai bicara langsung dipotong sama setan berwujud adiknya itu.

"Aduh abang... Ini panggilan dari Bunda udah mati loh!" Kesal Marisah pasalnya sang kakak terlalu banyak bicara.

"Yaudah janji dulu." Mendengar hal tersebut Marisah langsung memutar bola matanya jengah. Sebaiknya ia turutin saja permintaan curut didepannya.

"Iya janjii... Abang ganteng" ujar Marisah dengan wajah tertekan. setelah berjanji dengan mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari milik Ciko. Ia langsung meninggalkan abangnya yang masih memperhatikannya hingga punggunya menghilang dibalik tembok. Oh ayolah, mereka sudah seperti bocah SD saja.

Love And RavangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang