Ada tangis yang ditahan, ada teriakan yang diredam. Ada sedih yang harus dipadamkan.
Ada perih yang harus disembuhkan, tidak semua luka harus dibuka. Kadang canda berhasil menutup segala duka, Mempertahankan bahagia kadang harus seberjuang itu.@Harin_Ainara ...
***
"Pak? Beri saya waktu, saya janji akan segera melunasi hutang." ucap Aryo dengan wajah memelas.
"Waktu dua bulan sudah cukup untuk membayar hutang, sekarang bayar hutang mu, kau sudah berjanji membayar 10 juta dan sisanya bulan depan!"
Harin menghentikan langkahnya saat mendengar percakapan itu. Ia mencoba untuk mengintip dibalik kaca ruang tamu.
"Beri saya tempo dua hari lagi setelah itu saya akan melunasi hutang."
Hutang? Bukankah Harin sudah memberikan uang untuk melunasi hutang dengan Pak Nizar. Kemana uang 10 juta yang ia pinjam dari bosnya untuk membayar hutang? Harin menggenggam tangannya, ini gil4! Uang pinjaman itu ternyata tidak dibayarkan oleh ayah tirinya ke bos getah karet ini. Lalu kemana uang itu?
"Harin! Harin!" Terdengar teriakan keras dari ayahnya.
Harin memperbaiki ekspresi kaget, mencoba untuk bersikap biasa saja. Ia berjalan keluar rumah dimana kedua orang yang sedang bersitegang berada. "Iya."
Aryo menarik Harin untuk berdiri depannya. "Ini sebagai jaminannya Pak jika saya gak bisa bayar."
"Kau gila! Kau kira anakmu ini barang!" teriak Nizar begitu marah.
"Maksud ... maksud saya dia yang akan membayar hutang."
"Kau yang harus membayar bukan anakmu!" Nizar berteriak lagi.
"Harin sudah memberikan uang 10 juta untuk melunasi hutang! Kemana uangnya, Pak? Kenapa gak bapak bayar!"
"Uang! Uang apa? Kamu jangan sembarangan! Kamu gak ngasih bapak uang!" bantah Aryo berusaha mengelak.
Harin melihat lelaki penagih hutang. "Pak Nizar? Saya sudah memberi bapak uang 10 juta untuk membayar hutang kepada bapak, tapi ternyata uang itu gak dibayar."
Nizar menggeleng-geleng tak percaya, ia sangat kaget mendengar ini. "Kau yang berhutang anakmu yang kau suruh bayar! Dia memberimu uang tapi tak kau bayarkan!"
"Anak gak tau malu! Kapan kamu kasih saya uang!" bentak Aryo dengan tangan yang siap melayang ke wajah Harin.
"Kau itu yang tak punya malu!" Nizar menarik tangan Aryo sebelum mengenai wajah gadis itu.
"Anak sialan!" Aryo menarik kasar tangannya yang dipegang Nizar.
"Dasar gil4!" geram Nizar.
"Sudah-sudah!" Sosok lelaki tinggi berjalan masuk ke dalam pekarangan rumah.
Laki-laki dewasa itu menengahi keributan di pagi hari ini. Untung saja ini pagi karena rata-rata penduduk di desa pergi ke kebun untuk menyadap karet, hingga tidak ada tetangga yang menyaksikan, hanya murid-murid SD yang pergi sekolah.
"Selesaikan masalah ini dengan baik, kalau ribut malah menambah masalah bukan menyelesaikan masalah.""Papah memang gak mau rngin ribut, tapi coba kau pikir Ash, ada orang tua gil4 seperti dia, dia yang berhutang anaknya yang di suruh bayar. Dimana otakmu Aryo, anak perempuan mu kau paksa bayar! Kau memang tak tahu malu! Dia memberi kau uang untuk bayar hutang! Kau mana kan uang itu!" Bapak berbaju kokoh ini berteriak marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐎𝐑𝐕𝐀𝐍𝐄𝐓𝐒
General Fiction@Harin_Ainara *Bahagia bukan harapan, tidak juga menjadi tujuan, hanya sebuah bayangan. Rasa sakit itu familiar bukan hanya kalimat semu, tapi sebuah kenyataan* @Lettu (Pnb) Ashraf_Arrasyid *Bukan hadir untuk rasa sakit, bukan hadir untuk kecewa ta...