19 PIA Ardhya Garini

258 41 1
                                    

Harin duduk didepan cermin kaca meja rias. Ia sedikit memoleskan bedak pada wajahnya. Bagaimana caranya menggunakan semua alat make-up didepannya, ia tidak mengerti. Selama gadis ini ia tidak pernah sekalipun menggunakan semua ini. Ia seorang perempuan yang tidak bisa berdandan. Tetapi sekarang, ia sedikit bisa menggunakannya setelah tuntutan keluarga Ashraf agar ia menjadi seorang istri yang bisa merawat diri. Menjadi seorang wanita sungguhan, menghilangkan semua jiwa kelakian dalam dirinya. Tidak lagi bekerja apalagi menyentuh mesin-mesin motor, hanya berfokus pada satu yaitu, menjadi sosok istri dari seorang tentara.

Harin perlahan mengukir alis dengan pensil alis, hanya untuk menebalkan alisnya sedikit saja. Ia juga menggunakan lipstik agar bibirnya tidak terlalu pucat.

"Sayang?" Ashraf berdiri dibelakang Harin, memegang kedua bahu sang istri dari belakang. Menatap wajah Harin di cermin yang telah dipoles dengan sedikit makeup.

"Cantik, Sayang." Ashraf mencium pucuk kepala Harin yang tertutup hijab.

"Burik, Om."

Ashraf terkekeh. "Burik itu bagaimana?"

"Jelek, item, kusam."

"Siapa yang begitu?"

"Gue."

"Tidak, Sayang. Kamu tidak seperti itu. Yang jelek, hitam dan kusam itu, Kakak. Lihat kakak ini, semua yang kamu sebutkan itu ada dalam diri, Kakak."

"Ternyata Om sadar diri."

"Kakak itu sudah lama sadar tapi Kakak tidak mau menerima kenyataan. Kakak juga tidak sejelek itu sampai orang lain melihat wajah Kakak sampai muntah."

Harin terbahak, ia tidak bisa menahan tawanya, Ashraf memang terlalu suka bercanda.

"Istri Kakak memang menggemaskan." Ashraf mencium pipi Harin berkali-kali.

"Gak usah nyari kesempatan!" Harin menutup pipinya dengan kedua tangan. Mengusap bekas bibir laki-laki itu.

Ashraf tertawa. Ia berulang kali mengusap kepala Harin. "Sudah siap?"

Harin mengangguk, ia bangkit dari kursi meja rias. Wanita yang telah siap dengan berseragam Persit PIA Ardhya Garini menatap sejenak laki-laki berseragam loreng biru didepannya.

"Ayo pergi, Kakak antar ke aula."

Harin mengangguk kecil, ia mengambil tas Persit PIA Ardhya Garini yang terletak di atas meja. Hari ini, hari pertama Harin mengikuti kegiatan Persit sebagai istri tentara. Istri dari seorang pilot helikopter di kesatuan ini.

Ashraf merapikan baret yang terpasang rapi di kepalanya, laki-laki itu tampak begitu gagah dengan seragam loreng biru angkatan udara dan baret birunya. "Ayo, Sayang." Ashraf mengandeng tangan Harin menuju mobil.

"Semalam bilang apa?" tanya Ashraf setelah ia melajukan mobil meninggalkan halaman rumah.

"Bilang apa?" Harin balik bertanya.

"Kamu cinta, Kakak?"

Harin menatap wajah Ashraf, kemudian wanita itu menggeleng.

"Semalam kamu membalas ucapan, Kakak."

"Itu ... itu gue cuma main-main aja." Jujur, balasan atas kata cinta Ashraf semalam hanyalah sebuah ucapan tanpa arti. Ashraf terlalu menganggap serius, padahal sejak awal ia mengatakan benci.

𝐒𝐎𝐑𝐕𝐀𝐍𝐄𝐓𝐒Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang