11 Wisnu

290 49 4
                                    

Ashraf memutar tubuh dengan handphone ditangannya, berusaha menunjukkan dengan jelas latar di belakangnya saat ini. "Sekarang saya ada di tengah laut, lagi istirahat, memang susah sinyal tapi masih mampu untuk menghubungi kamu."

"Dibelakang Om apaan?" tanya Harin dengan wajah bingung.

"Ini?" Ashraf memegang besi hitam di belakangnya. "ini helikopter saya."

"Helikopter bisa di letakin di kapal?" tanya Harin dengan raut wajah kaget. "Ihh ... kok bisa helikopter gede letakin di kapal."

Ashraf tertawa. "Bisa, Sayang. Kapal ini besar. Seribu kamu saja bisa naik ke kapal ini."

Harin tidak tahu kalau helikopter bisa di letakkan di kapal. Pikirannya selama ini helikopter hanya bisa di letakkan di tanah "Keren ya, Om. Bisa gitu."

"Mau naik kapal?" tanya Ashraf.

"Mau, tapi emang bisa?"

"Bisa. Nanti kapan-kapan saya ajak kamu naik KRI."

"Serius, Om?"

"Apa saya pernah berbohong?"

Harin nyengir. "Gak pernah sejauh ini."

"Sudah ya, Sayang. Nanti saya telpon lagi. Saya mau tidur, saya lelah sekali. Assalamualaikum."

"Iya, Om. Waalaikusalam."

Sebentar sekali Ashraf menelpon hari ini, biasanya laki-laki itu menelpon tidak kenal waktu, jika tidak di matikan secara sepihak oleh Harin, ia tidak akan mau berhenti. Katanya rindu, dan lain sebagainya, memang laki-laki punya seribu alasan.

Harin turun dari lantai dua, menuju halaman belakang. Langkahnya terhenti dan wanita itu berdiri kaku, halaman ini ramai, banyak ibu-ibu tetangga yang datang untuk membantu mempersiapkan hajatan, ia tidak mengerti apa yang harus ia lakukan di tengah keramaian seperti ini. Ia tidak biasa berada di keramaian dan jarang pula bersosialisasi dengan ibu-ibu.

"Mantu kamu kayak kurang gitu, Fat." ucap seorang wanita paruh baya yang berdiri di samping Fatimah.

Harin mendelik tajam. Kurang? Kurang apanya? Kurang cantik? Kurang seksi? Atau kurang akal? Jika kurang cantik, Harin sudah cantik, terlebih lagi berbagai macam skincare yang di belikan Ashraf untuk ia merawat diri. Jika kurang seksi, Harin tidak masalah karena ia tidak suka. Yang parahnya jika di katakan kurang akal Harin tidak gila, ia waras. Kenapa tiba-tiba ada yang bicara seperti itu, walaupun suara wanita itu kecil, ia masih dapat mendengar jelas.

"Kebanyakan makan micin mantu mu, Fat. Ashraf tentara, ganteng, pintar, kenapa nyari istri begitu? Gak sebanding, apalagi umurnya masih kecil." ucapnya lagi.

Fatimah hanya diam, seolah tidak mendengar ucapan wanita di sampingnya tetap fokus memotong sayur kacang panjang yang nantinya akan di masak untuk konsumsi orang-orang yang datang membantu membuat kue kering untuk acara resepsi nanti.

Mata Harin menyipit semakin keterlaluan wanita itu, secara tidak langsung wanita itu mengatainya bodoh. Ia tidak tuli dan juga tidak buta, suara yang katanya kecil dapat ia dengar walau jarak mereka cukup jauh. Wanita itu langsung diam saat Harin berjalan ke arah ibu mertuanya. "Biar Harin aja, Bu."

"Mau bantu?"

"Iya, Ma."

Fatimah menggeser posisi duduknya hingga memberi ruang untuk Harin duduk. "Potong kecil-kecil ya, Rin."

𝐒𝐎𝐑𝐕𝐀𝐍𝐄𝐓𝐒Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang