Harin menatap wajah dan tubuhnya di cermin, untuk ketiga kalinya ia mengenakan seragam PIA Ardhya Garini. Harin tidak bisa bermake-up ia hanya tahu cara membersihkan wajah dan memakai body lation. Payah sekali padahal ia ini perempuan.
Jadi ibu mertuanya memanggil MUA resepsi untuk merias wajahnya. Baik sekali, bahkan Harin tidak berpikir ibu mertuanya akan melakukan itu di sela-sela kesibukannya mengurus acara.
"Makasih ya, Mbak." ucap Harin kepada sosok wanita berhijab di depannya.
"Iya Mbak sama-sama. Saya pulang dulu. Assalamualaikum."
"Waalaikusalam."
Harin mengambil tas di ranjang. Menghadap cermin kembali, melihat apa dirinya sudah benar-benar siap. Cantik, ia memang cantik hanya sedikit seperti preman di balik hijab.
"Tante? Ayo berangkat!" ucap Revan, cucu tertua keluarga ini di balik pintu.
"Iya." Harin menutup pintu kamar yang sudah di hias khusus untuk pengantin karena dua hari menuju acara resepsi.
"Ayo berangkat." ucap Nizar.
"Cantik banget kamu, Rin." ucap ibu mertuanya.
Harin tersenyum. Di cium pipi dan tangan ibu mertuanya. "Harin berangkat ya, Ma."
"Iya, hati-hati di jalan." Fatimah tidak ikut sebab tidak ada yang akan mengurus rumah yang saat ini banyak orang yang sedang membantu untuk acara resepsi dua hari lagi.
"Assalamualaikum."
"Waalaikusalam."
Harin satu mobil dengan Revan, Chika, dan Dania. Dania dan Aryo ikut sebab hari ini telah di rencanakan akan melakukan sedikit jalan-jalan selain menjemput Ashraf setelah dua minggu latihan, hanya saja Aryo semobil dengan ayah mertuanya.
"Tante?" panggil Chika.
"Iya, Ka."
"Tante tau gak makanan kesukaan, Om?"
"Gak tau." Harin jujur saja ia sama sekali tidak mengetahui apa makanan kesukaan Ashraf.
"Om itu suka makanan pedas, coba nanti Tante masakin sambal telur balado pake cabe setan, pasti ludes."
"Sama ikan lele goreng. Om suka banget itu." sahut Revan.
"Bener! Terus Om suka apa lagi, Bang?" tanya Chika.
"Sayur asem. Om suka sayur asem."
"Kangkung saos tiram, tumis brokoli sama sambal pedas ati ampela di kasih nanas." jelas gadis berhijab pasmina itu dengan menggebu-gebu.
Harin hanya mengangguk mendengar penjelasan dari kedua keponakan suaminya, yang kira-kira masih seumuran dengan dirinya, terutama Revan, lelaki itu telah berumur 21 tahun lebih tua dari Harin. Hanya saja mereka benar-benar menghormati Harin sebagai istri Ashraf dan tidak mempermasalahkan umur.
"Tante cantik banget, pasti Om bakalan pangling."
"Apasih."
"Ciee ... salting!" ledek Chika kemudian tertawa.
Harin diam, ia mengalihkan pandangan ke jalan raya dari pada meladeni olok-olokan dari keponakan suaminya. Bukan tidak senang tapi ia sedikit merasa sungkan untuk menerima godaan.
"Mbak?"
Harin menoleh, keningnya mengerut mendengar panggilan gadis di sampingnya. Untuk pertama kali setelah ibunya meninggal Dania memanggilnya dengan sebutan 'mbak'
"Coba liat." Dania mendekatkan handphone mahalnya ke arah Harin. Di layar handphone itu terdapat berbagai macam jenis pakaian yang harganya tidak murah.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐎𝐑𝐕𝐀𝐍𝐄𝐓𝐒
General Fiction@Harin_Ainara *Bahagia bukan harapan, tidak juga menjadi tujuan, hanya sebuah bayangan. Rasa sakit itu familiar bukan hanya kalimat semu, tapi sebuah kenyataan* @Lettu (Pnb) Ashraf_Arrasyid *Bukan hadir untuk rasa sakit, bukan hadir untuk kecewa ta...