Ikatan ini rasanya terlalu ruak jika ingin disatukan, dan sudah terlalu hancur jika ingin diperbaiki. Salah satu hal yang selalu aku rindukan dari rumah adalah dengan memiliki rumah yang masih dalam kondisi utuh
@Harin_Ainara
***
Buk!!
Paper bag hitam itu dilemparkan ke ranjang, tepat berada didepan gadis berambut pirang yang sedang memainkan handphone. Ia menoleh sekilas namun tanpa reaksi.
"Pakai baju itu!!" Wanita berambut panjang bergelombang menatap gadis berambut pirang itu dengan mata tajam.
"Denger gak? Pakai baju itu!!" Saudara tiri Harin berteriak.
"Bacot!" Gadis berambut pirang itu membalik tubuhnya.
"Ini perintah, Bapak!"
"Gak ngaruh!" jawabnya ketus.
"Pak? Bapak!! Harin gak mau pakai baju ini!!" teriak wanita itu.
Terdengar keras langkah kaki berjalan cepat, namun gadis itu tetap pada posisi dan kegiatannya memainkan handphone.
"Harin!!" teriakan itu membuat sang gadis menoleh sekilas namun kembali fokus pada handphone.
"Anak kurang ajar! Tidak tau diri! Masih mending saya masih mau menghidupi kamu! Tidak seperti ayah kamu yang lari dari tanggung jawab! Hanya disuruh pakai baju itu susahnya minta ampun!!" teriakan lantang itu menggema di sudut-sudut kamar kecil ini.
Harin tersenyum miring ungkit-ungkit saja terus hutang budi itu. Lagi pula apa pengaruhnya, selama ini selalu saja begitu, hingga rasanya sudah hambar. Tidak sesakit dan sepedih dulu.
"Cepet pake!" Dania mengambil paper bag di ranjang dan melemparkan kepada Harin.
"Malam ini lamaran mu! Cepat pakai pakaian itu dan mereka akan segera datang!! Jangan hanya terus menjadi beban keluarga! Sekali-kali harus berguna!!"
Sekali-kali berguna bagaimana? Bukan dia mesin pencari uang yang menghidupi kedua orang ini. "Kalau Harin menikah bapak dan Dania makan apa?"
Aryo menarik kasar rambut Harin. "Mertuamu itu kaya, tentu kamu yang harus memberi uang!"
"Sa ... sakit, Pak."
Plak!!
Dania melayangkan tangan ke wajah Harin yang sedang kesakitan karena tarikan kasar pada rambutnya. "Lo nikah sama orang berduit! Lo harus lebih banyak ngasih uang!"
Aryo melepaskan cengkeramannya di rambut Harin. "Cepat pakai baju itu!!"
"Ayo, Nia. Kita keluar." Ayah dan anak itu keluar dari kamar kecil Harin.
"Pak? Harin menikah dengan Ashraf? Kenapa gak Nia aja sih?"
"Dia udah terlalu tua untuk kamu."
"Yang penting kaya, Pak. Nia bisa hidup enak dan bapak kena imbasnya."
"Dia tentara, kamu tau tentara itu keras dan kasar memang kamu mau di kasari? Mau punya suami kasar? Mau jadi korban pelunasan hutang?"
"Ih ... gak mau! Gak mau!" Dania berteriak.
Aryo merangkul putrinya. "Bapak juga gak mau kamu sampai dilukai. Lagi pula si Nizar mau anak sialan itu jadi menantunya sebagai syarat hutang 50 juta bapak lunas. Kamu harus senang anak sialan itu jadi istrinya si Ashraf biar di siksa setiap hari, kita gak perlu ngeluarin banyak tenaga untuk menyiksa dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐎𝐑𝐕𝐀𝐍𝐄𝐓𝐒
General Fiction@Harin_Ainara *Bahagia bukan harapan, tidak juga menjadi tujuan, hanya sebuah bayangan. Rasa sakit itu familiar bukan hanya kalimat semu, tapi sebuah kenyataan* @Lettu (Pnb) Ashraf_Arrasyid *Bukan hadir untuk rasa sakit, bukan hadir untuk kecewa ta...