Helikopter Eurocopter EC120 jenis helikopter latih berada di ketinggian 1000 meter sebelum melakukan pendaratan.
"Aku datang lagi ke sini." gumam Ashraf. Mungkin sekitar 5 tahun lalu ia datang ke sini, menjalankan latihan bersama negara tetangga dan sedikit memperjuangkan sesuatu disini.
"Jangan aneh-aneh disini, Ash." ucap Feri, co pilot yang berada di samping kirinya.
"Tidak akan."
1 menit menuju pendaratan. Ashraf dan Feri mengendalikan helikopter untuk melakukan pendaratan sempurna dibawa petunjuk dan mekanisme pendaratan.
Baling-baling helikopter berputar cepat membuat pohon-pohon disekitar lapangan menari-nari, perlahan helikopter di ketinggian mulai turun untuk mendarat, membuat benda-benda kecil seperti dedaunan kering berterbangan.
Helikopter menyentuh tanah dan artinya pendaratan ini sempurna.
"Alhamdulillah." ucap Ashraf dan Feri bersamaan.
Tangan keduanya mengepal dan saling beradu tos. "Kerja bagus." ucap Ashraf.
"Tentu."
Ashraf dan Feri turun dari helikopter. Di sana mereka di sambut oleh komandan pasukan.
"Selamat datang."
"Siap. Terimakasih."
Di bagian barat lapangan luas ini semua pasukan dari berbagai daerah di Indonesia telah tiba. Latihan gabungan tiga matra TNI ini menjadi salah satu bentuk solidaritas dan kesatuan TNI dalam membangun negeri.
Di sudut timur lapangan ini ada barak militer yang telah di siapkan, latihan nanti bukan hanya di laut Natuna tapi di kepulauan Batam.
"Ashraf?"
Merasa di panggil lelaki yang masih lengkap dengan seragam pilot itu menoleh. "Andi! Wey bro!"
Bahu Ashraf di pukul dan di balas pula oleh Ashraf. Salam khas laki-laki bertemu teman lama.
"Ketemu kita!" ucap seorang tentara bername tag Andi.
"Bagaimana kabar kau?"
"Alhamdulillah baik. Kau?"
"Baik jugalah."
"Dan lebih baiknya, Ndan, Komandan Ashraf sudah menikah." sahut Feri.
"Alhamdulillah. Ikut senang juga aku. Kapan kau menikah? Kenapa tidak mengundang?" tanya Andi.
"Seminggu yang lalu. Kau datang saat aku resepsi saja."
"Berarti kau ini pengantin baru. Kasian harus pisah sama istri, padahal lagi panas-panasnya." celetuk Andi kemudian terbahak.
Ashraf mengangguk, ia membenarkan ucapan teman lamanya.
"Tak apalah, aku juga begitu." Andi menepuk pundak Ashraf.
"Ya lah."
Ashraf, Feri dan Andi duduk di tengah lapangan untuk menunggu instruksi selanjutnya. Berbincang hangat, mengenang masa lalu.
"Waktu itu aku ingat, Ash. Saat kau di hukum komandan gara-gara minggat dari barak." ucap Andi menahan tawa.
"Kau sama aku sebelas dua belas. Sama-sama nakal dan kurang prestasi di akademi." jawab Ashraf tak terima.
"Tapi aku tak senakal kau. Kabur dari barak pergi ngopi, masih tidur saat waktunya apel, tak ikut joging, ngejek senior dari belakang tapi ketahuan, tukang ejek junior, langganan kena hukum. Itu kelakuan kau." ucap Andi membuka seluruh kelakuan Ashraf saat pendidikan di Akademi Angkatan Udara.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐎𝐑𝐕𝐀𝐍𝐄𝐓𝐒
General Fiction@Harin_Ainara *Bahagia bukan harapan, tidak juga menjadi tujuan, hanya sebuah bayangan. Rasa sakit itu familiar bukan hanya kalimat semu, tapi sebuah kenyataan* @Lettu (Pnb) Ashraf_Arrasyid *Bukan hadir untuk rasa sakit, bukan hadir untuk kecewa ta...