Karena masih ada yang minta cerita ini lanjut, jadi saya usahain buat lanjut dan nulis ulang. Saya harus putar otak biar ceritanya nyambung, tapi gak tau sih nyambung atau enggak. Capek banget rasanya otak saya.
Cerita ini bakalan next lagi kalau banyak yang vote and komen. Kasih semangat gitohh!
Udah ya, jangan lupa vote dan komen. Sekian cuap-cuapnya.
Selamat membaca! Semoga suka!
***
"Sayang?" Terdengar panggilan dari luar.
Harin berlari mengunci pintu sebelum laki-laki itu masuk dan melihatnya baru selesai mandi, hanya memakai handuk saja.
"Nih orang bakalan ngerepotin gue kalo gini." Harin segera mengambil baju dari lemari dan memakainya.
Terdengar ketukan pintu. "Sayang? Kamu didalam?"
"Bentar! Sabar dikit napa!"
"Kamu kenapa kunci pintu?"
"Kepo, tunggu bentar aja."
"Cepat! Ini gawat!"
Mata Harin menajam, apa maksud dengan gawat itu. "Apaan sih!"
"Gawat, Sayang. Buka pintunya."
Harin mendengkus kesal, bisa-bisa tensi darahnya tinggi padahal masih muda.
"Cepat, Sayang. Kakak tidak tahan." Ashraf terdengar merengek. Ia juga mengetuk-ngetuk pintu kamar.
"Mau apasih nih orang?" Harin jadi kesal.
"Sayang?"
Brak!
Harin membuka pintu kamar dengan kasar, hingga Ashraf yang bersandar di pintu terjatuh kelantai. "Om! Om kenapa?"
"Kalau mau buka pintu ngomong, Sayang." Ashraf bangkit, ia mengusap-usap kepalanya.
"Mandi Om sana!"
"Mandi barengm"
Harin menyandarkan tubuhnya di pintu, ia dengan sengaja mengibaskan rambutnya yang basah. "Gue udah mandi, Om telat pulang."
"Harusnya kamu jangan mandi dulu." Protes Ashraf.
Harin tersenyum licik. "Emang gue pikirin?"
Ashraf menghela napas. Seketika semangatnya ketika pulang hancur. Istrinya sudah mandi duluan, padahal ia sangat berharap bisa mandi bersama. "Ya sudah, Kakak mandi dulu." Ashraf berjalan lesu masuk ke dalam kamar, ia mengambil handuk, lalu melewati Harin untuk ke kamar mandi yang berada di dekat dapur.
Harin tersenyum penuh kemenangan. Ia berhasil membuat suaminya itu tidak bisa melancarkan keinginannya.
"Mandi yang bersih ya, Sayang," ucap Harin dengan nada mengejek. Wanita itu juga melambaikan tangannya ketika Ashraf memasuki dapur. Laki-laki yang selalu memaksakan kehendak memang harus diberi pelajaran.
Harin duduk di ranjang, wanita itu tengah memperhatikan Ashraf yang baru saja masuk kamar, ia tipe orang yang ingin melakukan pekerjaan dengan cepat. Laki-laki bertubuh kekar tersebut tengah mengering rambut dengan handuk kecil. Ia baru selesai mandi.
"Heum ... wangi!" ucap Ashraf setelah mencium ketiaknya, kemudian melihat Harin dengan tersenyum lebar.
"Wangi ketiak, Kakak. Mau cium?"
"Ih ... gak mau! Jorok banget sih."
"Tapi kamu suka-kan dipeluk sama orang jorok ini?"
Harin memutar bola mata. "Bodo amat!"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐎𝐑𝐕𝐀𝐍𝐄𝐓𝐒
General Fiction@Harin_Ainara *Bahagia bukan harapan, tidak juga menjadi tujuan, hanya sebuah bayangan. Rasa sakit itu familiar bukan hanya kalimat semu, tapi sebuah kenyataan* @Lettu (Pnb) Ashraf_Arrasyid *Bukan hadir untuk rasa sakit, bukan hadir untuk kecewa ta...