"Om?" Panggil Harin yang duduk di bibir ranjang putih, ranjang yang penuh taburan bunga-bunga mawar.
Lelaki berperawakan tinggi besar itu menoleh. "Iya."
"Gue mau pulang."
"Pulang kemana? Ini rumah kamu." Ashraf menanggalkan baju adat Sunda yang ia pakai, hanya menyisakan celana saja, ia mendekati ranjang dimana sang istri berada.
"Om! Jangan macem-macem." Harin berdiri dan berjalan menjauh.
Ashraf tersenyum, ia menarik tangan Harin hingga tubuh itu jatuh di pelukannya. "Jangan takut, saya tidak menyakiti kamu."
"Jangan macem-macem, Om. Gue takut."
"Lepaskan baju kamu."
"Om mau apain gue?" Harin mulai panik tapi ia tidak bisa memberontak karena di peluk lelaki ini.
"Kita tidur saya lelah sekali."
Harin mendorong Ashraf hingga pelukan sang suami terlepas. "Tidur gak usah ngajak-ngajak."
Ashraf terkekeh, lelaki itu duduk di bibir ranjang dengan mata yang tidak teralih pada sang istri yang masih menggunakan baju adat. "Tidur ... dengan memeluk kamu."
Harin mendelik jijik. "Apasih! Lebay banget."
"Lebay nya dimana, Sayang?"
Harin mendekap mulutnya rasa ingin muntah mendengar ucapan Ashraf. "Geli gue, Om."
"Ganti pakaian kamu. Pakai baju bisa saja."
Harin menggeleng kuat, ia menyilang kan tangan didada. "Gak mau! Ntar Om apa-apain."
Ashraf menumpukan tangannya pada ranjang. "Perlu kamu tau, berdosa bagi seorang istri yang menolak keinginan suami. Kamu mau jadi istri durhaka?"
"Ya gak mau! Tapi juga gak mau sampai Om apa-apain."
"Saya tidak menjamin." Ashraf berdiri menghampiri Harin yang siap siaga.
"Jangan macem-macem, Om." Tangan Harin bergerak memukul dengan asal agar sang suami menjauhi dirinya.
"Jangan banyak drama." Ashraf menangkap kedua tangan Harin.
"Aaaaa ... gue belum siap, Om!" Harin berteriak heboh.
"Astaghfirullah!" Ashraf mendekap mulut Harin, akan jadi masalah kalau orang lain mendengar, bisa-bisa ia dituduh melakukan kekerasan dalam rumah tangga. "Saya hanya ingin membantu kamu melepaskan baju adat ini."
Harin menggeleng-geleng. "Ehmm ...." Tangannya masih berusaha memberontak.
Ashraf melepaskan dekapannya pada mulut sang istri, ia tidak mau jika istrinya sampai susah bernapas. Harin berlari menjauh, keduanya berada di kedua sisi ranjang. Harin berada dikanan sedangkan Ashraf dikiri. Ashraf berjalan mendekati Harin yang ketakutan, kepala gadis itu tertunduk dan tubuhnya gemetar.
Ashraf merangkul pundak Harin, membawa wanita itu duduk di bibir ranjang. Jari-jari kekar dan kasar itu mengangkat dagu Harin hingga mendongak ke wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐎𝐑𝐕𝐀𝐍𝐄𝐓𝐒
General Fiction@Harin_Ainara *Bahagia bukan harapan, tidak juga menjadi tujuan, hanya sebuah bayangan. Rasa sakit itu familiar bukan hanya kalimat semu, tapi sebuah kenyataan* @Lettu (Pnb) Ashraf_Arrasyid *Bukan hadir untuk rasa sakit, bukan hadir untuk kecewa ta...