Harin melirik sekilas Ashraf yang terbaring di ranjang, suaminya itu tengah asik menonton salah satu acara televisi pencarian bakat. Harin baru tahu lelaki berprofesi tentara juga suka menonton acara TV seperti itu.
"Wangi sekali bedak kamu." ucap Ashraf tanpa mengalihkan pandangannya dari acara TV.
"Skanker yang kamu pakai cocok tidak?" tanya laki-laki itu lagi.
"Skanker?" Harin bertanya balik, wajahnya menunjukkan kebingungan.
"Iya, skanker."
"Skincare kali!"
Ashraf tertawa. "Nah itu maksud saya! Tidak bisa menyebutnya."
"Cocok atau tidak? Kalau kamu tidak cocok memakainya saya akan memarahi, Angel. Karena menyarankan kamu memakai benda-benda itu."
"Cocok." jawab Harin, wanita itu tengah memakai serum.
Sejak menikah dengan Ashraf, Harin harus pintar-pintar merawat diri seperti yang dikatakan oleh kelurga suaminya. Jika ia tidak bisa merawat diri yang malu bukan hanya Ashraf tapi seluruh keluarganya. Memang tidak nyaman ketika mendengar kalimat yang cenderung pedas seperti itu, tetapi mau bagaimana lagi itu sudah menjadi tuntutan keluarga suaminya dan Ashraf sendiri.
Pernah suatu ketika, ketika ia masih kecil ibunya bercerita, bahwa menikah dengan seorang laki-laki yang derajatnya tinggi akan lebih sering menerima hinaan. Itu ia rasakan, sebaik-baiknya keluarga inti suaminya, ia dapat merasakan gunjingan dari keluarga lain suaminya.
"Besok kita pindah ke Asrama."
Harim refleks menghentikan gerakan tangannya, menatap Ashraf beberapa saat. "Beneran besok?"
"Iya. Besok kita pindah. Duduk di sini." Ashraf menepuk bagian ranjang di sampingnya.
"Nggak mau."
Ashraf menarik perlahan tangan Harin hingga wanita itu duduk menabrak tubuhnya.
"Nggak usah maksa!"
Ashraf memeluk tubuh Harin, meletakkan kepalanya di bahu wanita itu. "Kita tidur, saya sudah mengantuk."
"Tidur sendiri, nggak usah ngajak-ngajak! Atau Om nonton aja."
"Saya mau tidur dengan kamu." Ashraf seperti anak kecil yang merengek pada ibunya.
"Gue geli, Om!"
"Kamu suka?" Ashraf mencium pipi Harin.
Hari mengusap-usap kasar pipinya yang baru di cium bibir berkumis. "Geli tauk! Lepasin gue, Om!"
"Baiklah." Ashraf melepaskan pelukannya dari tubuh sang istri.
Harin menjauh, dia mengambil bantal guling yang terletak di ujung ranjang melemparkannya kepada sosok laki-laki yang saat ini tersenyum penuh kemenangan. "Ngeselin banget!"
Harin berjalan menuju pintu kamar dengan menghentak-hentakkan kakinya.
"Nanti masuk ya Sayang kita tidur!" ucap Ashraf sebelum sang istri benar-benar keluar dari kamar.
Niat Harin seketika muncul ingin menendang pintu hanya mengungkapkan kekesalannya, tetapi untung saja ia ingat posisinya. Harin semakin tidak mengerti bagaimana sifat laki-laki itu sebenarnya.
"Ante? Ante?"
Harin menunduk kebawah, tampak bocah manis yang melambai-lambaikan tangannya. Harin segera turun dari lantai dua, menggendong anak kecil itu dan menciumi pipinya.
"Cantik nggak tidur?"
Anak kecil itu menggeleng. "Ante beyum tidul?"
"Belum." Harin membawa keponakan suaminya duduk di sofa.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐎𝐑𝐕𝐀𝐍𝐄𝐓𝐒
General Fiction@Harin_Ainara *Bahagia bukan harapan, tidak juga menjadi tujuan, hanya sebuah bayangan. Rasa sakit itu familiar bukan hanya kalimat semu, tapi sebuah kenyataan* @Lettu (Pnb) Ashraf_Arrasyid *Bukan hadir untuk rasa sakit, bukan hadir untuk kecewa ta...