18 Kakak atau Om?

285 47 4
                                    

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Maaf banget baru up, bukan apa saya memang lagi dilanda sindrom malas. Jadi lama banget nulis se-part.

Jangan lupa vote dan komen ya. Biar saya semangat lagi buat up😆

***

Ashraf tengah menatap setiap sudut rumah dinasnya. Rumah ini belum lengkap isinya, belum ada TV untuk hiburan Harin sehari-hari. Sebelum menikah Ashraf jarang tinggal di rumah, ia lebih suka tinggal di barak bersama adik letingnya, membosankan jika tinggal sendiri di Asrama. Apalagi melihat penghuni Asrama yang telah menikah, rasanya panas dan iri, tapi sekarang tidak lagi. Memang beda jika punya bantal guling hidup Ashraf jadi lebih betah di rumah. Masih banyak perabotan di rumah yang harus ia lengkapi, mesin cuci agar istrinya tidak susah, blender, pelengkapan dapur yang masih banyak kekurangan, bahkan baskom hanya satu, bahkan gayung dikamar mandi pun tidak ada. Miris sekali.

Ashraf mengukur dinding di sudut kanan ruang keluarga, ruang ini tidak besar tetapi cukuplah jika diletakkan lemari TV dan sebuah sofa ukuran sedang. Ia tersenyum membayangkan bagaimana menonton TV berdua bersama Harin. Apalagi jika istrinya itu mengantuk, bisa tidur dipelukannya. Romantis sekali!

"Sudahlah!" Ashraf memukul kepalanya sendiri. Ia merasa seperti remaja yang jatuh cinta. Memang luar biasa indah jika hati yang telah lama kosong menemukan orang baru. Seperti kuntum bunga yang baru mekar. Wangi dan begitu indah.

Ashraf berjalan ke dapur, dimana istrinya tengah memasak makan malam. Ashraf tidak menjenguk Harin, ia berhenti di daun pintu dapur, tampak istrinya yang bertubuh kecil sedang memasak. Bagaimana cara Ashraf untuk bisa menghampiri dan mengajak bicara tanpa wanita itu marah. Ia yakin istrinya yang bertubuh langsing itu pasti akan marah, walau marah tetap saja menggemaskan, sangat luar biasa efek cinta ini.

"Sayang?"

Wanita berbaju tidur merah itu menoleh. Ashraf menebar senyum, istrinya sangat cantik dengan baju tidur yang ia belikan kemarin. Ya, hampir semua pakaian yang Harin gunakan ialah yang membelikan, yang saat itu hanya iseng-iseng menemani Feri membeli popok untuk anaknya. Tapi bukan berarti tidak mau mengizinkan Harin membeli sendiri, ia hanya khawatir istrinya akan kesusahan karena baru disini. Mungkin akan tersesat atau bahkan hilang, tidak lucu jika itu sampai terjadi pada seorang istri tentara seperti dirinya. "Masak apa?"

"Ini aja sih, Om."

Ashraf melihat masakan istrinya yang masih berada di atas kompor menyala. Sayur kangkung dan sambal ikan. "Kakak pasti suka, Kakak makan apa saja, Kakak yakin ini enak, Sayang."

Harin tidak merespon, wanita itu menuangkan air dari galon kedalam cangkir plastik besar.

"Kakak kira kamu tidak bisa menuangkan air dari galon."

"Gak selemah itu kali!"

Sekarang Ashraf menyebut dirinya dengan 'Kakak' walau Harin tetap memanggilnya dengan sebutan 'Om'. Biarkan saja, Ashraf tidak akan memaksa Harin mengubah panggilan, ia yakin istrinya akan mengubah nama panggilan itu saat tiba waktunya. "Kamu sering masak waktu gadis?"

"Tiap hari."

"Dari dulu memang Kakak mau punya istri bisa memasak." Ashraf mengambil piring yang tersusun rapi didalam lemari kecil disamping meja kompor, meletakkan pada tikar yang telah terbentang.

𝐒𝐎𝐑𝐕𝐀𝐍𝐄𝐓𝐒Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang