21 Kakak Nanti Kangen

289 50 11
                                    

"Om?" Harin memangil sosok laki-laki yang tengah berdiri didepan jendela rumah yang terbuka. Laki-laki kekar itu tampak tengah melamun di sana.

Ashraf berbalik, laki-laki tersenyum. "Kenapa?"

"Kapan kita pulang?"

"Tunggu ada waktu,"

"Tapi Om bilang setiap minggu. Ini udah lama, Om,"

"Iya, tapi Kakak tidak bisa meninggalkan tugas begitu saja,"

"Om kalo gak bisa tepatin gak usah janji. Bohong!"

Ashraf memegang pundak sang istri. Ia tidak bermaksud untuk mengecewakan istrinya. "Maafkan, Kakak. Kakak tidak bermaksud untuk membohongi kamu. Kakak usahakan minggu ini kita pulang, ya."

"Ayo duduk." Ashraf menarik tangan Harin agar mengikutinya. Laki-laki itu menjatuhkan tubuh di bibir ranjang, begitupun Harin yang terpaksa mengikuti walau dalam keadaan kesal.

"Bagaimana kegiatan tadi?"

"Gitu aja," jawab Harin dengan ketus.

"Gitu gimana?"

"Ya, gue bisa dong main Voli. Jadi Om gak usah ngeremehin ya,"

"Kapan Kakak meremehkan kamu?"

"Yang dibilang Om Feri sama Mbak indah itu bener. Om kemana aja gue pergi Om selalu nitip gue. Emang gue barang? Yang harus di titip-titipin,"

Ashraf menggaruk kepala, bagaimana ia menjelaskan pada Harin. Bukankah dirinya masih tidak bisa sendirian. Ia hanya Harin tidak kesusahan nantinya. "Kan kamu masih baru, Sayang. Kakak begitu karena tidak mau kamu sendirian,"

"Gak gitu juga konsepnya,"

Bagaimana menjelaskannya. Harin sudah termakan omongan Feri dan Indah. Kedua orang itu telah menciptakan masalah untuk Ashraf.

"Jadi mau gimana? Tidak mau dititip lagi? Sudah bisa sendiri?"

Harin menatap Ashraf dengan wajah sinis. "Gak bisa sendiri! Tapi gak mau dititip!"

"Oke. Kakak tidak menitipkan kamu lagi, tapi kamu tidak mau sendiri. Jadi mau gimana?"

Harin tampak berpikir. Betul juga perkataan Ashraf. Ia tidak dititipkan, tidak mau juga sendiri.

"Gimana?"

"Pokoknya gak mau dititip, gue bukan barang!"

"Habisnya gimana, Sayang?"

"Tau ah!" Harin naik ke atas ranjang, ia segera merebahkan tubuhnya.

Ashraf menggeleng kecil. Susah menghadapi wanita. "Begini saja, Sayang. Kalau kamu sudah bisa sendiri, Kakak bilangin sama Indah untuk tidak menemani kamu,"

"Kok gitu sih, Om!"

"Ya, kan kamu bisa sendiri. Jadi bisa sendiri atau tidak?"

"Ya ... bisa, tapi ...."

Harin menggantung kalimatnya. Ia merasa tidak yakin bisa sendirian. Pasti ia akan seperti patung nantinya.

𝐒𝐎𝐑𝐕𝐀𝐍𝐄𝐓𝐒Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang