Untuk menjaga komunikasi dengan keluarga, kita hanya perlu menjaga komunikasi kita dengan Tuhan. Terkadang hidup itu seperti lelucon, disaat orang yang sangat ingin kita lindungi dari tembakan merupakan seseorang yang dengan jelas memegang pistol itu sendiri
@Harin_Ainara
***
Harin mengeluarkan isi dari paper bag yang diberikan calon ibu mertua. Isinya sebuah seragam berwarna biru muda atau biru langit, sepasang sepatu dan tas. Harin sudah memakainya beberapa hari yang lalu, seragam ini adalah milik organisasi persatuan istri tentara angkatan udara atau PIA Ardhya Garini.
Harin menjatuhkan diri di ranjang, matanya terpejam erat. Hutang ayah tirinya, ia dipaksa menikah, terlebih lagi dengan seorang laki-laki yang tidak ia kenal, hanya pernah melihat saat perseteruan antara ayah tiri dan Pak Nizar, lelaki itu yang mencoba untuk menghentikan keributan. Walaupun kini ia telah sedikit mengenal sifatnya yang pedas dan mesum. Gila sekali pria itu.
Cukup ketidakadilan dan rasa sakit yang ia dapat selama ini, kenapa sekarang ia yang di korbankan? Harin sadar dan tahu diri ia hanya anak tiri yang dihidupi. Semua uang hasil kerjanya sedikitpun tidak dapat membalas jasa ayah tiri. Pengorbanan dirinya adalah pelunasan semua hutang sang ayah.
Ya, Harin menikah karena hutang, hutang sang ayah kepada calon mertua dan putra dari keluarga itulah yang akan ia menikahinya. Seorang laki-laki dewasa, yang mungkin pantas ia panggil dengan sebutan 'Om'.
Ting!!
Harin meraba ranjang mencari benda pipi yang baru saja mengeluarkan bunyi.
+6213xxxxxxx
Cepat bersiap saya akan segera menjemput kamuHarin tidak membalas hanya melihatnya saja. Gadis itu bangkit dari ranjang reotnya. Ia mengambil baju biru itu yang masih terbungkus rapi, membukanya dan mengeluarkan baju yang masih berbau khas baju baru karena baru sekali pakai. Baju atau seragam ia menyebutnya? Apa saja itu, tapi ukuran baju ini pas dengan tubuhnya. Ada bagian yang tidak rapi, haruskah ia menyetrika?
Harin mengambil setrika di dalam lemari, ia melipat selimut miliknya dan meletakkan di ranjang. Mencolokkan kabel, hingga setrika itu mulai panas. Harin menyetrika baju biru itu, menyetrikanya dengan rapi sampai tidak ada lagi garis bekas lipatan, dilanjutkannya menyetrika rok panjang berwarna senada.
Kening gadis itu mengerut saat melihat kerudung didalam plastik itu. Apa ia akan memakai kerudung lagi? Seperti waktu itu. Tapi Harin tidak pernah memakai kerudung, rasanya panas dan risih, terlebih lagi nantinya mereka akan berangkat ke ibu kota. Ya, Harin wanita muslimah yang tidak pernah memakai kerudung.
Pintu kamar di buka kasar. "Cepetan berangkat udah ada Ashraf didepan." ucap Dania dengan suara tertahan, sepertinya tidak ingin Ashraf sampai mendengar.
"Gue belum pake baju."
"Cepetan!"
Harin memakai satu-persatu pakaian itu, mengambil tas, berkas dan sebagainya keluar menemui sosok laki-laki yang duduk di kursi tamu. "Udah."
Lelaki berperawakan tinggi dan berkulit gelap itu mendongak, menatap Harin sebentar kemudian berdiri. "Saya dan Harin pergi dulu, Pak."
"Iya silahkan. Hati-hati di jalan ya. Harin kamu jangan buat calon suami kamu repot." Aryo berucap begitu lembut dan hangat, pintar sekali ia memainkan perannya.
Harin di ajak Ashraf ke pinggir jalan dimana mobil hitam terparkir. "Masuk."
Harin berdiri di sebelah kanan mobil, tampak menatap dengan linglung pintu mobil. Ashraf, lelaki dewasa itu tampak mengerti, jika calon istrinya tidak mengerti cara membuka mobil. Kantrok sekali! Sangat kelihatan tidak pernah naik mobil bagus!
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐎𝐑𝐕𝐀𝐍𝐄𝐓𝐒
General Fiction@Harin_Ainara *Bahagia bukan harapan, tidak juga menjadi tujuan, hanya sebuah bayangan. Rasa sakit itu familiar bukan hanya kalimat semu, tapi sebuah kenyataan* @Lettu (Pnb) Ashraf_Arrasyid *Bukan hadir untuk rasa sakit, bukan hadir untuk kecewa ta...