20.00
Kaina memasukkan barang-barang yang hendak dibawa kedalam tas. Setelah memastikan tak ada yang tertinggal, barulah ia mulai mematut dirinya didepan cermin. Bedak tebal, bulu mata palsu, lipstik merah menyala dan kaos ketat menjadi style sehari-hari ketika bekerja.
Kurang lebih empat puluh lima menit, Kaina sudah meninggalkan kost nya untuk berangkat bekerja. Entah kehidupan macam apa yang ia jalani, Kaina sendiri tidak tau. Hidupnya benar-benar terbalik dari hidup kebanyakan orang. Saat orang-orang mulai tidur, ia berangkat bekerja dan sebaliknya.
Rutinitas Kaina pun masih sama dari hari ke hari. Tiap harinya ia bertemu dengan dentuman musik keras, bau alkohol, orang mabuk dan orang-orang yang sedikit gila pikirannya. Tentu saja, bekerja di bar membuatnya tak bisa mengelak dari hal-hal kotor seperti itu.
"Joy, anterin ini ke VIP 1." ujar Geri, salah satu teman waiters Kaina.
Joy merupakan nama panggilan Kania yang diberikan bosnya sebab disini tidak ada yang memakai nama asli, kecuali saat memasukkan lamaran kerja. Bahkan sesama waiters pun bisa jadi tidak mengetahui nama asli satu sama lain.
"Oke, Ger!"
Kaina langsung mengambil nampan berisi american whiskey pemberian Gery dan mengantarkannya ke ruang VIP 1. Pekerjaan ini menuntutnya untuk cekatan dan selalu waspada karena kalau sampai lengah sedikit saja, dirinya jadi taruhan pria hidung belang didalam sana.
Setelah selesai dengan urusan ruang VIP itu, Kania memilih standby di meja waiters depan. Malam ini bukan weekend sehingga keadaan bar tidak terlalu ramai dan Kaina bersyukur, dengan begitu ia bisa menyambi mengerjakan tugas kuliahnya yang menumpuk.
"Hmm!" dehem seorang pria yang baru saja datang membuyarkan konsentrasi Kaina pada tugasnya.
Kaina meletakkan ponsel kemudian tersenyum ramah pada pria tersebut. "Oh, hai!" sapa nya.
"Halo, sendirian aja?" tanya pria tersebut dengan nada akrab.
Pria itu umurnya terlihat beberapa tahun diatas Kaina, bertubuh kekar dan berperawakan tinggi. Kira-kira Kaina hanya sebatas dada nya.
"Iya nih, yang lain pada dibelakang." Kaina menyodorkan buku menu dihadapan pria itu. "Mau VIP apa reguler?"
"Disini aja boleh? Nemenin kamu."
Kaina tersenyum sekilas sembari mengangguk. Di goda oleh pelanggan seperti ini merupakan salah satu dari banyaknya resiko bekerja di bar, jadi ia sudah terbiasa. "Boleh juga. Mau wine, vodka, whiskey apa tequila?" tawar Kaina.
"Cocktail aja."
Hampir saja Kaina tergelak mendengarnya. "Kenapa gak mau mabuk?"
Pria itu mengulum senyumnya yang begitu menawan. Bahkan Kaina hampir terpesona kalau saja tak dituntut harus profesional. "Tujuan saya duduk disini biar ada temen ngobrol. Kalo mau mabuk mending saya ke VIP."
"Bener juga. Aku siapin bentar ya." pamit Kaina kemudian beranjak dari hadapan pria itu.
Kaina menyiapkan cocktail pesanan pria itu sekitar sepuluh menit lamanya. Di akhir, ia memberi garnish secantik mungkin sebelum membawanya ke hadapan pria itu.
"Kamu sendirian aja? Mana temen kamu?" tanya Kaina sambil menyerahkan pesanan pria itu.
Setelah menyeruput cocktail nya pria itu mengangguk. "Saya mana punya temen?"
"Biasanya orang yang bilang gitu temennya banyak." sarkas Kaina.
"Darimana kamu bisa mikir gitu?"
"Bukannya manusia emang suka memungkiri fakta?"
Pria itu tertawa tanpa suara namun enggan menyanggah ucapan Kaina. "Oh iya, btw disini ada yang namanya Lyra?" tanya pria itu.
Kaina mengiyakan dan seketika tau tujuan pria itu memilih duduk di depannya. Ternyata dia sama saja seperti kebanyakan pria yang datang kesini sebelumnya. "Ada, dia seniorku. Tapi sekarang udah keluar, gak kerja lagi disini."
"Hmm.. terus dia kerja dimana sekarang?" terdengar gelagat keingintahuan yang kuat dari kalimatnya namun pria itu mengemasnya dengan tenang.
Bahu Kaina mengendik. "Aku gak tau kalo soal itu." Sebagai orang yang sudah lama berkecimpung di tempat ini, Kaina tau mana yang kail dan mana yang bukan. Jadi tak seharusnya dia terpancing.
"Kalo alamat rumahnya, kamu tau?"
Sekarang Kaina mengangkat sebelah alisnya dan tersenyum sinis. Merasa paham dengan kode tersebut, pria itu mengelurkan beberapa lembar uang dan menyodorkannya pada Kaina.
Namun bukannya menerima uang tersebut, Kaina justru memberi isyarat panggilan melalui tangan pada pria itu. Sontak pria itu maju hingga daun telinganya berada tepat didepan bibir Kaina. Dari jarak sedekat ini, Kaina dapat mencium wangi maskulin yang sangat kuat dari tubuh pria ini.
"Kamu harus tau Mas, ada tiga hal yang gak dijual disini. Obat-obatan, harga diri dan informasi." bisik Kaina sambil menoel pucuk hidung pria itu. Kemudian Kaina memilih pergi bahkan sebelum pria itu sempat membuka mulut lagi.
***
"Sialan, kenapa udah jam segini sih?!"Ting!
Kaina berlari tunggang langgang menuju kelasnya begitu pintu lift terbuka. Hari ini benar-benar kacau. Mata kuliah ilmu hukum yang harusnya dimulai pukul 1 siang, dipindah pukul 8 pagi oleh dosennya. Dan yang lebih parah, hal itu baru disampaikan pukul 7 pagi.
Semua orang panik, apalagi Kaina. Sebagai penanggungjawab mata kuliah ini jelas ia tidak boleh sampai telat. Ia bahkan tak sempat make up sehingga harus menggunakan masker dan kacamata untuk menutupi wajah polosnya.
"Huh, syukur!" celetuk Kaina setelah mendaratkan pantat di bangku lumayan belakang.
Melvino—salah satu teman yang lumayan dekat dengan Kaina, sontak meloleh. "Woi, kenapa mendadak banget ngasih kabarnya? Gue belom tidur anjir!"
Tanpa banyak bicara Kaina membuka maskernya. "Kamu pikir aku sempat make up?"
Drttt drttt
Kaina mengecek poselnya dan menemukan notif dari Dosen Ilmu Hukum disana.
Bu Nina, M.H
Nanti diajar sama Pak Jonathan ya mbak, dosen baru kalian. Kebijakan dari fakutas jadi saya tidak mengajar kelas kalian lagi.Kaina Elz
Baik bu, terimakasih"Guys, hari ini kita diajar sama Pak Jonathan dosen baru." koar Kaina di kelas yang sepi itu. Jelas sepi, penghuninya masih setengah sadar semua.
"Terus ini dosennya mana? Chat kek Na. Minta kelas pagi tapi sana sendiri telat!" protes Lena.
"Ya udah sabar dulu, ditunggu. Aku belom ada nomer dosennya juga."
Tok tok tok
Seisi kelas menoleh ke sumber suara.
"Permisi, benar ini kelas yang harusnya diajar Bu Nina sekarang?" tanya seorang pria dari depan pintu.
"Benar, Pak."
Kemudian pria itu masuk kedalam kelas dan meletakkan buku yang ia bawa di meja. "Sebelumnya perkenalkan saya Jonathan, dosen baru kalian untuk mata kuliah ilmu hukum, pengganti Bu Nina. Saya minta maaf atas keterlambatan hari ini, karena saya baru pindah ke kampus ini, jadi masih belum hafal dengan letak kelasnya. Kedepannya, saya pastikan tidak akan terlambat lagi."
Kaina nyaris tak bernapas sejak Jonathan mengetuk pintu hingga berbicara panjang dan lebar. Pria itu, yang ia toel hidungnya di bar beberapa waktu lalu adalah dosennya.
Gawat!
KAMU SEDANG MEMBACA
OUR LECTURER - Mr.Jo
FanfictionBermula dari pertemuan tidak sengaja hingga membuat mereka terjebak dalam rumitnya hubungan beda usia. Siapa sangka, seorang pria yang Kaina temui di bar adalah dosennya. Sebab pertemuan yang intens, membuat mereka saling terbiasa satu sama lain. H...