"Tolong, dia, Dokter!" "Darahnya banyak sekali, Dokter!"
"Cepat Dokter, selamatkan Kak Gabriel!"
Keempat sahabat yang membawa Gabriel ke rumah sakit terdekat, begitu panik dan cemas, berlari - lari mengikuti Dokter dan perawat yang tergesa mendorong brankar masuk ruang UGD, di mana Gabriel terbaring di atasnya, masih merintih kesakitan, setengah tak sadar.
Syams mondar - mandir, Linda dan Chika berpelukan, menangis, sedangkan Shaquilla merosot duduk di lantai UGD. Tuhan, apa yang sudah mereka lakukan? Mereka sudah salah mengira, Kak Gabriel tidak menakutkan, tidak, Kak Gabriel justru sangat baik, sudah menolong mereka bahkan nyaris berkorban nyawa demi keselamatan mereka!
Shaquilla yang paling merasa bersalah, karena Gabriel bukan cuma sekali ini menolongnya, saat di perpustakaan, di jalan depan kampus tempo hari, tapi kenapa dia..’Ah, Kak Gabriel, maafkan aku!’ Batin Shaquilla sambil menutup wajah. Kejadian malam itu, pastilah karena kami sudah dirasuki permainan jelangkung, mungkin karena kami terlalu banyak membicarakan Kak Gabriel tempo hari, jadi sosok Kak Gabriel yang muncul...
Menit demi menit, jam demi jam, rasanya begitu lama saat akhirnya Dokter muncul dari kamar tindakan di ruang UGD, menyentakkan Shaquilla , juga Syams, Linda dan Chika.
"Pasien kehilangan banyak darah! Perawat, saya butuh AB Rhesus Positif!"
"Kehilangan bagaimana, Dokter? Bukankah dia sudah mendapat transfusi 5 kantong darah?"
"Saya juga tidak mengerti, 5 kantong itu seperti tidak cukup, HB darahnya terus merosot! Ini aneh sekali, seperti ada yang menyedot darahnya dengan rakus setiap kali transfusi,"
"Tapi stock darah AB sudah kosong, Dokter!" Jawaban itu membuat Dokter menyeka keringatnya dengan gugup.
"Pasien sulit diselamatkan kalau dia tidak segera mendapatkan donor..." Dokter menoleh pada Shaquilla dan sahabat-sahabatnya.
"Kalian teman-teman pasien?"
"Ya Pak Dokter,"
"Bisa bantu mencari donor darah AB Rhesus Positif? Atau di antara kalian ada yang memilki golongan darah yang sama?"
Keempat sahabat itu saling berpandangan. Jantung Shaquilla berdetak cepat. Golongan Darah AB Rhesus Positif?
"Saya AB Rhesus Positif, Pak Dokter!" Bergetar suara Shaquilla saat mengatakan itu.
"Dan aku...Aku akan mencari donor lain jika diperlukan," tawar Syams.
"Ya, kami juga siap membantu," Linda dan Chika hampir berbarengan menjawab. Dokter mengangguk, sedikit lega.
"Terima kasih,"
Dan perjuangan semalam suntuk mereka lewati demi menyelamatkan nyawa Gabriel, perjuangan yang tidak mudah untuk mengumpulkan donor darah AB Rhesus Positif, bersyukur akhirnya kondisi Gabriel mulai membaik walau harus berkantong kantong darah didapatkan dan ditransfusi.
Kejadian itu sungguh sangat mencengangkan semua orang sebenarnya. Luka beberapa sambaran celurit, tapi bagaimana bisa Gabriel sampai memerlukan begitu banyak transfusi darah? Sungguh sesuatu yang di luar nalar akal sehat. Tak ada satupun yang bisa menjawab pertanyaan itu.
Saat Gabriel membuka matanya, siuman, di kamar rawat - inapnya, Shaquilla entah kenapa, merasa ada sesuatu yang mendesir di hatinya memandang pemuda itu, mengingat perjuangan mereka mencari donor darah malam itu, sakit apa sebetulnya Kak Gabriel? Anemia? Kanker darah? Oh, Tuhan, jadi...Jadi Kak Gabriel dalam kondisinya yang seperti itu, melawan begal -begal demi untuk menyelamatkan kami? Shaquilla menggigit bibirnya, rasa bersalah itu terus menghantui.
“Shaquilla?" Kata-kata itu yang pertama terucap oleh Gabriel. Walau di kamar itu ada Linda, Chika , Syams dan juga Dokter, tapi tampaknya hanya Shaquilla yang ada di mata Gabriel. "Shaquilla , kamu tidak apa-apa? Begal itu..,"
Pemuda bermata abu-abu itu berusaha bangkit, walau tubuhnya terlihat masih lemah. "Kak Gabriel, jangan bangun dulu," Shaquilla berkata, khawatir."Kakak belum pulih,"
"Kamu tak apa - apa?"
"Iya, aku tak apa-apa, Kak," terjengah juga Shaquilla ditatap sedemikian rupa oleh Gabriel. Mata abu-abu itu, begitu khawatir menatapnya. Gadis itu tak terasa menarik napas lega saat Gabriel mengalihkan tatapannya.
"Di..Dimana ini?" Gabriel memandang berkeliling.
"Tenanglah, Kak. Kakak aman di rumah sakit sekarang,"
"Apa?!"
"Kakak di rumah sakit,"
Brrak!!!
Kata-kata Shaquilla yang berniat menenangkan Gabriel justru berakibat sebaliknya. Pemuda itu tiba-tiba melompat dari tempat tidurnya. Bagai tersengat sesuatu, begitu terkejut. Gerakan mendadak itu jelas membuat Gabriel tersungkur ke lantai, selang-selang infus nyaris melukai tangannya karena tersentak paksa.
"Hey, apa yang anda lakukan?!" Dokter berseru kaget. "Ingin lukanya terbuka lagi?"
"Sudah berapa lama aku di sini?! Katakan! Sudah berapa lama?!" Teriakan Gabriel mengejutkan semua. Pemuda itu menolak Dokter yang berusaha membantunya bangun. "Aku..Tidak boleh berada di sini!"
Ada nada panik luar biasa terdengar dari suara pemuda bermata abu-abu itu, Shaquilla dan sahabat-sahabatnya hanya bisa tercengang menyaksikan tingkahnya.
"Kak Gabriel?! Kakak kenapa?"
"Kak, tenang Kak!"
"Kak Gabriel...,"
"AKU TIDAK BOLEH DI SINI!" Gabriel mulai berteriak liar. "Biarkan aku pergi! Lepaskan infus ini, aku mohon!"
"Tapi anda belum sembuh, luka anda baru saja dijahit, anda harus..." Dokter, yang dibantu Syams, begitu kewalahan menahan Gabriel yang terus memberontak, berusaha mencabut infus dari tangannya. "Perawat!"
Beberapa perawat segera masuk dan membantu Dokter dan Syams memegang Gabriel. Salah satu dari perawat tampak menyuntikkan obat penenang pada lengan Gabriel, membuat pemuda itu mendelik.
"Lepaskan aku! Lepaskan!" Gabriel bagai mengamuk saat diipaksa kembali berbaring di tempat tidurnya. Sementara luka ditubuhnya mulai mengucurkan darah, membasahi bajunya, mungkin ada jahitan yang terbuka. Sementara Linda dan Chika begitu terpaku, tak sanggup bersuara, Shaquilla mulai berlinangan air mata, tak tahan menyaksikan itu.
"Please Kak, ini untuk kebaikan Kakak!" Shaquilla akhirnya menjerit. "Apa yang terjadi dengan Kakak? Mengapa Kakak menolak untuk dirawat? Apa yang Kakak takutkan?"
Gabriel hanya merintih panjang sebagai jawabannya, mungkin karena pengaruh obat penenang sudah mulai bekerja, atau karena darah yang mengucur deras telah melemahkan tubuhnya.
"Biarkan aku pergi, aku mohon...," pemuda bermata abu-abu itu akhirnya berkata lemah.
"Kenapa, Kak?"
"Aku tak ingin di sini...,"
Shaquilla dan ketiga sahabatnya hanya bisa saling berpandangan, tidak mengerti, kenapa Gabriel tampak begitu panik dan ketakutan berada di rumah sakit. Ada apa sebenarnya dengan Gabriel?
KAMU SEDANG MEMBACA
01.00am
Teen Fiction"Maafkan aku, tapi aku...Aku tak bisa menyimpan rasaku," sekilas Gabriel tampak begitu gugup, karena Shaquilla menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Aku...Aku hanya ingin mengungkapkan perasaanku, jika boleh aku mengatakan. Aku...Aku sungguh mencin...