CHAPTER 31

1 2 0
                                    

Entah sudah berapa lama Gabriel pingsan, ketika akhirnya pemuda itu siuman dan menemukan dirinya tersangkut pada sebuah pohon tua besar di tengah sebuah hutan belantara yang sangat lebat.

"Di-Dimana aku??" rintih Gabriel. "Kenapa aku bisa ada di atas pohon?"

Sesaat pemuda itu seperti orang hilang akal, kebingungan memandang ke sekeliling. Hutan itu, sunyi, dingin, kabur berpendar -pendar bagai ular putih, meliuk-link di antara pohon-pohon besar dan semak belukar. Antara sadar dengar tidak sader, Sɛdewa turan dari pohon tua yang sangat besar itu.

Terhuyung-huyung, melangkahi rimbunnya rumput dan semak belukar, berusaha menembus lebatnya hutan. Akar pohon-pohon besar yang simpang - siur melintang di atas tanah, beberapa kali membuat pemuda itu hampir terjatuh. Burung yang tiba-tiba menggelegar terbang saat dia melewati pohon, hewan-hewan hutan yang sesekali melintas, membuat Gabriel tersentak kaget.

"Aku di mana sebenarnya? Hutan apa ini?" Gabriel mengeluh.

Lama rasanya Gabriel berputar-putar di dalam hutan itu, hingga tenaganya mulai habis, tapi lolongan anjing - anjing hutan yang bersahutan dari kejauhan, membuat pemuda itu merasa harus terus bergerak. Hampir putus asa rasanya, karena tak juga menemukan jalan keluar dari hutan belantara itu.

Tak ada satupun yang ditemukannya, saat pemuda itu merogoh saku celana jeansnya. jangankan Iphone-nya, bahkan sebutir permen pun tidak ada. Gabriel mengusap bibirnya yang terasa kering.

Gemericik air sungai yang mengalir,bmembuat harapan untuk bisa keluar dar hutan kembali timbul. Gabriel segera memburunya, mata pemuda itu mendelik melihat sungai terbentang lebar di hadapannya. Tergesa dia menyeruak airnya untuk melepas dahaga.

"Sungai Berarti..." Gabriel mengeratkan kening. "Aku harus mengikuti aliran sungai Jika ada sungai, pasti tak kan jauh dari permukiman penduduk”

Dan benar saja, tak lama berjalan, Gabriel langsung bersyukur, melihat ada sosok manusia di pinggir sungai Itu. Seorang bapak penebang kayu tampak yang sedang beristirahat, di balik tumpukan kayanya yang menggunung.

"Bagaimana kamu bisa ada di hutan ini, Nak?" tanya penebang kayu itu heran, saat melihat Gabriel mendekatinya. "Hutan ini terkenal sangat angker, karene konan kabarnya, kata orang-orang di desa sini, hutan ini banyak mahluk halusnya! Bapak saja masuk hutan ini sudah sangat terpaksa karena kehabisan kayu bakar untuk dijual.”

"Aku. Aku," Gabriel tergagap kebingungan, hanya bisa menatap ke arah bapak penebang kaya itu tanpa tau harus menjawab apa.

Bagaikan haru saja terbangun dari mimpi buruk yang panjang. Gabriel yang dibawa oleh bapak penebang kayu ke Rumah Sakit karena tampak seperti orang yang hilang akal, tak mampu menjelaskan siapa dirinya dan kenapa berada di dalam hutan lebat itu. berhari-hari hanya duduk termenung di dalam karar rawat inapnya, seolah sulit mempercayai apa yang baru saja dia alami. Ayahnya, Yuura, Istana Keramat Maimun para mahluk-mahluk halus. Dan Gabrian, Gabriel menutup wajahnya sedih. mengingat saudara kembarnya itu. Untuk pertama kalinya Gabriel merasa sangat kehilangan Gabrian.

Selama ini dia tidak pernah bisa sejalan dengan saudaranya itu, selama ini dia tak pernah bisa mengerti tabiat Gabrian yang selalu bertindak seenaknya. Tapi saat Gabrian harus pergi selamanya, tiba-tiba Gabriel merasa sangat kesepian dan kehilangan. Tiba-tiba Gabriel merasa sendirian di dunia yang maha luas ini tanpa Gabrian Gabriel mengeluh panjang, walau bagaimanapun, Gabrian adalah saudara kembarnya, seharusnya dia merasa tha dengannya.. Dulu, semasa kecil, betapa setiap pukul 1 dini hari, Gabrian sembunyi-sembunyi mengajak dirinya bermain bersama.

Gabriel juga ingat bagaimana dia mengajari Gabrian membaca dan menulis pada malam dini hari karena Gabrian ingin sekall bisa masuk sekolah seperti dirinya tapi sudah jelas semua itu hanya angan sia-sia, karena Gabrian cuina bisa nyata pada pukul 1 dini hari sampai subuh menjelang.

Sesak rasanya membayangkan betapa Gabrian dulu juga hanya bisa memandang iri padanya dari pojok gelap, melihat dirinya dipeluk dengan penuh kasih oleh ibu angkat mereka ketika terbangun dini hari karena mimpi buruk, sedangkan Gabrian? Tak ada seorangpun yang memeluknya. Bahkan yang menyadari kehadirannya pun tak ada, kecuali Gabriel, hanya Gabriel. Gabrian boleh dikatakan tumbuh besar seorang diri, begitu saja, tanpa belasan kasih sayang orang tua. Bahkan nama Gabrian pun, Gabriel yang memberi.

Ah, Gabrian pasti sakit hati akan semua itu, sudah tentu, sakit hati akan takdirnya yang tidak adil Gabriel memeluk lututnya menggigil, bayangan Gabrian yang meleleh di dalam sumar keramat itu melintas lagi di matanya.

Gabriel tak pernah menyangka Gabrian akan berbuat seperti itu, mengorbankan dirinya sendiri menggantikan Gabriel. Bro, maafkan Stang berganti malam, malam bergant pagi. Gabriel masih saja meringkuk di atas tempat tidur kamar rawat - Inapnya, seolah sudah tak semangat lagi untuk hidup Yah. hidup yang terlalu aneh dan sulit dimengert olehnya, Ayahnya Raheeq Mahmoud Ali, seorang pangeran, seorang putra mahkota kerajaan aku. Bro...

Keramat Maimun di dunia gaib sana.bibunya Nayla Athena, seorang perempuan peranakan Yunan, manusia biasa, Padu saat dia baru saja mengenal latar-belakang keluarganya, mengetahui siapa dirinya, pada saat dia haru saja bertemu ayahnya. Kin. semuanya sudah lenyap pupus begitu saja. Bagaikan debu yang tertiup angin.

Dan ibunya, Ah, ibu, Gabriel tiba-tiba teringat dengan kata-kata Yuura. Cuma kamu yang bisa menguburkan ibunau di tempat yang layak. Cuma kamu.

Gabriel mengeluh, bagaimana dia bisa menguburkan ibunya sedangkan sumar tempat kerangka ibunya tidak jelas berada di mana. Kala itu Yuara membawanya di malam gulita terbang entah di daerah mana, Yuura tidak pernah memberinya petunjuk.

Gabriel mengerung kesal, sedih, dan tidak percaya. Dia bangkit dari tempat tidur, menuju wastafel yang ada dalam kamar rawat inap itu. Mungkin air dingin akan menyegarkan pikirannya. Mungkin air dingin akan mengembalikannya ke kehidupan nyata yang kini harus dihadapinya sendirian tanpa Gabrian.

Gabriel tak sengaja menabrak meja kecil yang ada di kamar rawat inap itu, menjatuhkan barang-barang yang ada di atasnya. Tabrakan itu entah kenapa membuat Gabriel bagai tersentak, seperti ada yang mengejutkannya, “Sa..Shaquilla ??" Pemuda itu seperti baru tersadar.

"Gabriel, Bro, kamu masih punya Shaquilla sekarang. Sedang aku? Tidak ada yang menungguku, selama ini bahkan tidak ada yang menyadari aku ada, karena aku hanya bisa berwujud nyata pada pukul dua dini hari hingga Subuh menjelang. Tidak ada gadis yang mencintai aku. Percayalah, jika kamu menjadi manusia seutuhnya, Shaquilla  pasti mau menerima kamu kembali..." kata-kata Gabrian seolah terngiang kembali ditelinganya.

"Shaquilla," Gabriel bergumam pada dirinya sendiri. "Aku masih punya Shaquilla," Gabriel menatap bayangan dirinya, bayangan yang ada dalam cermin washtafel kamar rawat inap itu. Pemuda itu terperengah.

"Ma-Mataku? Mataku tidak lagi berwarna abu-abu," Gabriel baru menyadarinya setelah berhari-hari. Matanya tidak lagi berwarna abu-abu jernih, warna matanya sudah berubah menjadi hitam kelam seperti warna rambutnya.

"Percayalah, jika kamu menjadi manusia seutuhnya, Shaquilla  pasti mau menerima kamu kembali..."

"Ya, aku sudah menjadi manusia seutuhnya kini, aku sudah tidak punya hubungan apa-apa lagi dengan dunia gaib. Aka tidak butuh ritual-ritual mistik lagi. Aku tidak perlu takut lagi dengan penyakit ketergantungan darah itu," Gabriel tiba-tiba seperti mendapat secercah semangat dalam hidupnya. "Aku bisa bersama Shaquilla  tanpa harus takut mencelakainya lagi."

Gabriel meraba tubuhnya sendiri seolah Ingin merasakan denyut kehidupan Gabrian yang kini sudah menjadi bagian dari tubuhnya.

"Jangan khawatir, Gabrian, pengorbananmu, tak akan sia-sia. Kamu bisa menyaksikan sendiri, Bro. Karena kita tidak akan pernah bisa berpisah lagi untuk selamanya. Setiap detik kehidupanku kini akan menjadi kehidupanmu juga."

Saat telah dinyatakan sehat, Gabriel menumpang Taxi yang dipesan petugas Rumah Sakit untuk mengantarnya pulang. Tapi di tengah jalan, Gabriel mengarahkan supir Taxi itu agar memutar Taxinya menuju ke arah rumah Shaquilla .

"Aku adalah Nehan Mahmoud Ali tapi aku tetap akan memakai nama Gabriel Alanza Fairro. Nama yang diberikan orang tua angkatku yang pertama," tekad Gabriel sambil memandang keluar jendela Taxi yang tengah melaju itu. "Karena Shaquilla  cuma mengenal Gabriel bukan Nehan. Dan aku akan selalu menjadi Gabriel untuknya. Semoga Shaquilla  mau menerimaku kembali. dan memaafkan aku. Akan aku ceritakan semuanya pada Shaquilla  hingga dia mengerti. Ya, dia pasti mau mengerti."

01.00amTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang