CHAPTER 8

8 3 0
                                    


"Oh, tidak, rasa sakit itu... Rasa sakit itu datang kembali" Gabriel merintih, keringat dingin mulai membasahi. Nafas pemuda itu tampak tersengal-sengal menahan rasa sakit yang mulai datang menyiksanya.

Pukul 1 dini hari, masih di dalam kamar rawat - inap Rumah Sakit, Gabriel begitu frustasi, saat mengetahui bahwa perawat sudah mengikat tangan dan kakinya begitu erat, walau mereka mengikat semata-mata untuk mencegahnya kabur. Tapi Gabriel tidak bisa menerima. Seluruh tubuhnya menggigil karena rasa sakit. Lebih sakit daripada luka sambaran celurit yang masih menghiasi tubuhnya. Bahkan tiap tetes infus yang menetes jatuh dari botol infus menuju nadinya sudah cukup membuat Gabriel tersentak kesakitan merasakannya.

"Please, jangan, please," pemuda bermata abu-abu itu sekuatnya berusaha menarik - narik tangan dan kakinya berharap bisa terlepas dari ikatan, tapi sia-sia. "Please jangan sekarang... Rasa sakit itu..Aku tak dapat menahannya lagi..Oh, Tuhan!"

Mata abu-abu Gabriel mendelik, napasnya seolah tercekat, saat rasa sakit itu datang semakin kuat menyiksa tubuhnya. Bagai ada yang mengiris - iris tiap senti tubuhnya dengan belati tajam. Begitu pedih. Begitu menyakitkan. Dan jelas hal itu akhirnya tak bisa menahan teriakan kesakitan yang begitu keras meluncur keluar dari bibir pucat pemuda itu.

"Aaarrghh!!"

"Aku tau, aku juga merasakannya, bro," tiba-tiba terdengar suara parau dari sudut kamar rawat inap Gabriel. Seorang pemuda jangkung berkostum hitam-hitam muncul entah dari mana. Wajah pemuda itu tampak sangat mirip dengan Gabriel, mata abu-abunya yang jernih, hidungnya, bibirnya, serupa benar bagai pinang dibelah dua, hanya saja penampilan pemuda itu tampak begitu aneh menyeramkan, muncul dengan langkah yang terseret-seret seolah seluruh tubuhnya sudah hancur terpatah-patah, rona wajahnya kebiru-biruan dan sangat kurus, dengan susah payah pemuda itu mendekati Gabriel yang sedang menggellat-geliat kesakitan di tempat tidur.

"Aku...Aku butuh darah segar!" raung Gabriel. "AKU MASIH SANGAT BUTUH!!"

"Ternyata manusia - manusia itu mengikatmu di sini, padahal aku tak bisa menenggak darah sendiri tanpa kamu, bro," desis pemuda yang mirip Gabriel itu, setengah mengutuk. "Manusia - manusia bodoh itu mengira kita cukup hanya dengan 20 kantong darah? No way! Aku masih lapar!!"

"Jangan hanya bicara, cepat bantu aku, Gabrian! Buka ikatanku!" Sembur Gabriel tak sabar.

Bunyi derak tulang-tulang pemuda yang disebut Gabrian oleh Gabriel, terdengar begitu mengerikan ketika dia membungkuk berusaha membuka ikatan yang membelenggu Gabriel.

Rasa sakit yang menyiksa tubuhnya menyebabkan Gabriel tidak peduli lagi jika teriakan dan raungan kesakitannya terdengar sampai keluar kamar rawat - inap. Seorang perawat perempuan yang melintas di depan kamar, begitu terkejut mendengarnya.

Gabrian baru saja selesai membuka ikatan terakhir, dan mencabut infus yang yang membelenggu Gabriel ketika pintu kamar rawat inap itu terbuka.

Jeritan perawat perempuan itu tak sempat terdengar karena Gabriel yang sudah terbebas, bagaikan sudah kehilangan akal sehat, menerjang perawat malang itu dengan segala kekuatan yang masih tersisa, kemudian menyeret sang perawat masuk ke dalam kamar.

"Apa..Apa yang ingin anda lakukan?!" Perawat itu memandang Gabriel dan Gabrian dengan penuh kengerian.

Gabriel hanya menggeram bagai harimau, sebagai jawaban. Napasnya memburu cepat, tangannya mengepal menahan gejolak rasa sakit. Dari balik geraian rambut panjangnya, mata abu-abu yang sudah berubah warna menjadi putih seluruhnya itu, menatap tajam sang perawat.

Rasa sakit yang terus saja menyiksa tubuh, tampaknya sudah menyebabkan seorang Gabriel berubah, seorang Gabriel yang mempesona siapa saja, seorang Gabriel yang rela berkorban demi Shaquilla  dan sahabat-sahabatnya, seolah lenyap dan berubah menjadi sosok yang sangat mengerikan.

"Aku..Butuh..Darah..,"

"A..Apa? Da..Darah?" perawat malang itu tak dapat mengelak saat Gabriel menyambar pergelangan tangannya, dan dengan beringas berusaha menggigitnya. "Aaakh! Lepaskan!!" Perawat itu menendang Gabriel sekuat yang dia bisa, menyebabkan pemuda itu jatuh terguling ke lantai. Mata abu-abu Gabriel mendelik pada perawat itu.

"Aku butuh darah segar!" Gabriel menggeram penuh amarah, bangkit dari lantai. "Saya mohon jangan sakiti saya..,"

"Diam!!'

Gabriel tak peduli jeritan mengiba sang perawat, pemuda itu menerkam tubuh sang perawat dengan penuh nafsu, tangannya segera menyentak kasar kerah seragam perawat perempuan itu hingga robek menampakkan bahu dan leher mulus sang perawat. Pemuda itu menyeringai.

Gabriel yang seolah sudah menjelma menjadi vampire bermata abu-abu dini hari itu, tanpa menunggu lama, segera membenamkan taringnya ke leher perawat malang. Sia-sia saja perawat itu meronta, karena Gabriel dengan rakus segera menghisap darahnya sampai kering.

Setiap tetes darah yang dihisap Gabriel sepertinya memberi pengaruh besar pada Gabrian, yang sedari tadi cuma membisu di sudut kamar. Pemuda yang mirip Gabriel itu tampak menggeliat-geliat kesenangan, seolah-olah ada selang tak nampak yang mengalirkan darah yang dihisap Gabriel dari leher perawat ke tubuh Gabrian.

Perawat itu jatuh terkulai tak bernyawa ketika Gabriel mencampakkannya begitu saja ke lantai.

"Aaakh..," Gabriel memejamkan mata, seolah sedang menikmati, pemuda yang berwajah mempesona bagai dewa - dewa legenda Yunani itu mendongakkan kepalanya membiarkan sisa darah yang masih membasahi bibir merah mudanya, meleleh meliuk-liuk turun bagai aliran anak sungai, membasahi dagunya, lehernya, kerah baju seragam Pasien Rumah Sakitnya. Merahnya lelehan darah itu menjadi sangat kontras dengan warna putih kulit Gabriel. Pemuda itu merasa seperti baru saja terlepas dari siksaan yang menyakitkan, dia merasa begitu tenang, begitu lega, tarikan napasnya perlahan-lahan menjadi normal kembali.

Bersamaan dengan berkurangnya rasa sakit yang menyerang Gabriel, sosok mengerikan Gabrian juga perlahan-lahan. berubah. Bunyi derak tulang-tulang yang menyambung kembali, tubuh yang kembali berisi dan bersemu merahnya wajah kebiru-biruan Gabrian membuat pemuda itu tertawa menggelegar seolah ingin memecah kesunyian malam dini hari itu.

"Arrgh! Tubuhku sudah segar kembali!" tawa Gabrian sambil meregangkan otot-ototnya seperti orang yang baru bangun dari tidur, saat sosoknya telah sempurna menjadi manusia utuh, saat sosoknya menjadi sulit dibedakan dengan Gabriel.

Gabrian memang saudara kembar Gabriel. Mereka begitu mirip satu sama lain, yang membedakan hanya Gabrian tampak lebih garang dari Gabriel, tatapan mata abu abunya begitu liar menyeramkan, kuku -kuku panjang yang menyerupai cakar harimau, dan rambut panjang yang kusut seolah tak pernah berjumpa sisir, sungguh mencerminkan kepribadian yang bertolak - belakang dengan saudara kembarnya.

Gabriel masih sibuk mengatur napas di lantai, saat Gabrian membungkuk menepuk-nepuk bahunya. "Thanks bro, kamu sudah menyelamatkan nyawaku,"

"Gabrian," Gabriel bersuara. Tapi Gabrian tiba-tiba terjengit, justru menoleh ke arah lain.

"Aku pergi dulu. Ada yang memanggilku dengan ritual permainan Jelangkung. Aku merasakannya, kamu juga pasti butuh itu untuk memulihkan tenagamu, bro,"

"Tunggu dulu, Gabrian! Bantu aku membereskan mayat perawat ini...," sia-sia Gabriel hendak mencegah, karena Gabrian sudah menghilang bagai tertiup angin lalu.

Gabriel mengeluh, mata abu-abunya kemudian memandangi tubuh perawat yang tergeletak kaku di hadapannya. Pikirannya yang perlahan-lahan kembali jernih membuat pemuda itu tiba-tiba sangat menyesali apa yang sudah terjadi. Lama dia memandangi mayat perawat malang itu.

"Ini..Ini yang kutakutkan jika lama berada di tempat umum. Aku... Aku akan membunuh..," dengan gugup, Gabriel mengusap bibirnya yang masih menyisakan darah perawat itu, tapi gerakan tangannya justru membuat noda darah semakin melebar ke pipinya. “Dan aku sudah membunuh Mbak Perawat ini...Oh, Tuhan, maafkan...Maafkan aku, sebetulnya aku sama sekali tidak ingin menyakiti dia,"

Dengan tangan bergetar Gabriel mencoba memperbaiki letak seragam si perawat yang berantakan itu, sebisanya.

"Ja..Jangan khawatir, aku akan mengurus Mbak Perawat dengan baik. Aku janji. Mbak tenang saja ya."

01.00amTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang