CHAPTER 14

13 2 0
                                    

Sudah sejak pukul setengah 6 sore, Shaquilla dan Linda duduk dengan manis di ruang tamu rumah Chika , berkasak - kusuk, membaca sebuah Surat Kabar, sembari menunggu Chika  bersiap-siap. Ini sore Minggu. Sebentar lagi, mereka akan pergi menghadiri konser Gabriel.

Tajuk Surat Kabar yang sedang dibaca kedua gadis itu adalah berita kriminal. Cukup menyeramkan judulnya, 'Polisi Disulitkan dengan Kasus Penculikan Misterius'.

'Selang beberapa bulan ini, polisi dibuat pusing dengan pengaduan masyarakat yang kehilangan anggota keluarga mereka. Belum tuntas dengan kasus menghilangnya pasangan suami-istri setengah baya, yang dilaporkan sudah hilang sejak sebulan yang lalu, kasus seorang pekerja malam yang juga dilaporkan teman satu kost-nya, belum pulang sejak dua minggu yang lalu. Kini polisi dihadapkan lagi dengan hilangnya perawat Rumah Sakit, yang dikabarkan hilang dari Rumah Sakit tempatnya bekerja, sebagaimana yang telah diberitakan pada Surat Kabar minggu lalu. Diduga ini adalah kasus penculikan yang dilakukan oleh sebuah sindikat yang sama, karena modus pada semua kasus selalu sama, membuat korban menghilang secara misterius, begitu rapi hingga tak meninggalkan jejak sedikitpun.'

"Hiyy, seram deh, seperti ada hantu penculik saja di kota ini," komentar Shaquilla menggidik.

"Hati-hati, jangan pulang malam, siapa tau nanti giliran kita," Linda menakut-nakuti padahal dalam hati dia sendiri juga sedang menggidik ketakutan.

"Jangan bicara yang aneh-aneh deh!" rutuk Shaquilla  mendelik. "Sudah jelas malam ini kita mau pergi menonton konser Kak Gabriel, kamu tau sendiri biasanya konser musik selesai jam berapa?" Linda meringis, saat Chika  akhirnya muncul dengan dandanan penuh gaya.

"Hayoo lagi baca apa?"

"Akhirnya selesai juga kamu, nona centil, lama betul dandannya," gerutu Linda sambil melipat Surat Kabar.

"Bagaimana? Cantik nggak aku? Keren nggak? Lihat, ini lipstik baru, lho?" Pamer Chika  sambil memonyongkan bibirnya pada Linda dan Shaquilla.

"Weks, untung Syams tak ada, kalau ada, bisa pingsan di tempat dia melihat bibirmu yang sexy itu!" Kata Linda menyindir. Shaquilla tergelak mendengarnya.

"Ayo, sudah jam berapa ini? Nanti kita tak dapat tempat, konsernya pasti ramai," ajak Shaquilla  sambil melirik arlojinya. "Eh, Syams bagaimana? Dia akan menyusul kita kan?"

"Iya begitu katanya," Linda mengangkat bahu. "Anak itu mulai aneh belakangan ini, mungkin sedang stress karena nilai mid test nya dapat D semua,"

"Aneh bagaimana?"

"Tiba-tiba jadi super protektif sekarang. terutama pada Shaquilla , sebentar – sebentar menelepon, sampai kita mau ke toilet pun mau diantar, gila tuh anak!" Linda tertawa.

"Iya ya, kenapa dia?" Chika  berpandangan dengan Shaquilla , dengan alis terangkat.

"Ini lihat saja, jangan-jangan nanti dia datang sambil bawa bodyguard lagi,"

"Dudul ah!"

"Lebay kamu!"

Mobil Honda Jazz pink Linda meluncur menembus jalanan sore, dengan ketiga gadis yang cekikikan heboh di dalamnya, membayangkan Syams datang ke konser dengan kawalan bodyguard kekar – berkaca mata hitam di kiri - kanan, seperti dalam film-film.

Hari sudah mulai gelap saat gedung konser akhirnya penuh sesak dengan anak-anak muda beraneka gaya. Sebagian besar perempuan! Shaquilla , Linda dan Chika  tidak heran lagi. Orang seperti Gabriel? Mana mungkin dilewatkan oleh para perempuan itu! Shaquilla  bahkan melihat Kak Talitha dan genk-nya di antara keramaian itu.

“Hei, liat! Ada Kak Talitha. Dia juga menonton konser Kak Gabriell" seru Chika  yang juga melihat Talitha.

“Jelas! Mana mungkin tante centil fu melepaskan Kak Gabriell” cetus Linda dengan nada menyindir.

Mau tak mau Shaquilla  dan Chika  terikikik mendengar Linda menyebut ‘Tante Centil’ untuk Talitha. Kakak Syams itu memang cocok dengan sebutan ‘Tante Centil', dengan dandanan yang kadang terlalu menor untuk ukuran seorang mahasiswi. Sepatu high heel, tas tangan centil model transparan yang sudah tentu menunjukkan isinya - peralatan make-up beraneka fungsi, dompet dan handphone, selalu mengenakan sackdress ketat membentuk tubuh, dan polesan make-up yang mencolok, membuar para pemuda selalu tergagay, menelan saliva saat memmemandangnya.

Syams akhirnya muncul, bergabung dengan Kaneya, Linda dan Chika . Ketiga gadis sahabatnya menarik napas lega melihat Syams datang sendiri, tidak bersama bodyguard kekar seperti candaan mereka sebelum berangkat.

“Kenapa sih?” Syams menatap curiga pada Shaquilla, Linda dan Chika  yang sibuk cekikikan saling sikut-menyikut begitu dia datang.

Pukul 7 malam, setelah semua penonton masuk ke dalam gedung konser, dan MC mengucap kata pembuka, grup Band penggiring Gabriel mulai memainkan intro lagu pertama. Suka tak suka, Shaquilla  jadi terkes ma juga memandang Gabriel yang sedang berdiri di tengah panggung, dengar biola di tangan. Di bawah siraman lembut lampu spotlight, Gabriel tampak lebih menonjol daripada anggota band yang lain, Shaquilla  melihat, padahal kostum panggung Gabriel terbilang sederhana saja untuk ukuran, seorang musis, balutan jaket kulit hitam menutupi T-shirt yang juga berwarna hitam, celana jeans hitam, dan sepatu boots kulit. Rambut panjang Gabriel yang diikat sekenanya ke belakang, membuat di sana-sini ada helai rambut yang jatuh tergerai, tapi entah kenapa, penampilan sederhana itu justru membuat wajah yang menawan bagai dewa-dewa legenda Yunani itu tampak lebih eksotis daripada yang biasa dilihat Shaquilla  sebelumnya. Menarik? Sexy? Ah apalah sebutannya, polcoknya begitu berbeda, Shaquilla  menggigit bibirnya.

Apakah karena mata abu-abu Gabriel yang terkadang seperti bersinar-sinar indan bagaikan nyala api yang sedang berkobar setiap kall dia menggesek biolanya? Apakah karena balutan warna hitam sexy pakaian Gabriel yang merbuat tubah pemuda itu terlihat sangat mengundang, hingga membuat banyak kaum hawa lupa diri dan nekad naik ke panggung untuk memeluknya?

Gabriel bermain biola memang memukau, permainan biolanya kadang terdengar begitu romantis mendayu dayu saat dis memainkan lagu-lagu melodias, tapi kadang lagunya terdengar begitu garang meliuk-lick mendera cepat, seolah da memainkan biolanya dengan penuh emosi. Shaquilla  tidak tou, tiba-tiba saja dia menggidik mendengar permainan biola Sadowa. Gadis itu teringat dengan cerita guru keseniannya saat dirinya masih duduk di bangku SMA, tentang seorang pemain bola musik Klasik, Nicolo Paganini, yang terkenal sebagai pemain biola yang romantis tapi juga beraura mistis Dikatakan mistis karena kehebatan permainan biolanya itu konon berasal dari hasil persekutuannya dengan setan. Permainan biola Gabriel terdengar sangat terinspirasi. permainan biola Nicolo Paganini, tapi band penggiring Gabriel membuat permainan biola itu mendapat banyak sentuhan musik Rock. Kaneya tidak terlalu paham akan jenis musik. Entah apa nama jenis musik Gabriel Musik Klasik? Klasik Rock? Vang jelas musik itu terdengar begitu mistis, membuat bulu kuduk Shaquilla  berdiri. Begitu indah, tapi juga begitu menyeramkan Mungkin Sedewe bisa dikatakan seperti seorang Nicolo Paganini dalam versi kekinian.

Sesak napas Shaquilla  saat memandang ke sekeliling, karena ternyata tidak hanya Linda dan Chika , tapi juga seluruh penonton Bahkan Lora, yang selama ini selalu sentimer, dengan Gabriel. Mereka. Mereka seperti sedang tersihir! Mernekik-mekik histeris, menggema memanggil-manggil nama Gabriel, memuja-mujanya bagai gila. Shaquilla  sampai menggigil menyaksikannya. Gabriel pasti memiliki kekuatan gaib pada serap gesekan blolanya, juga pada setiap tatapan mata abu-abunya. Pastilah begitu Karena Gabriel begitu berhasil menyita seluruh perhatian penonton, ya seluruhnya tanpa terkecuali.

Hampir saja Shaquilla  jatuh pingsan, ketika mendengar Gabriel berbicara lewat microphone saat hendak melanjutkan sesi lagu berikutnya.

“Lagu yang berikut ini, berjudul Shaquilla , sama seperti nama gadis yang sangat aku cintai. Lagu ini memang aku ciptakan khusus untuknya,"

Kata-kata itu jelas membuat banyak penonton perempuan patah hati. Chika menyikut Shaquilla  begitu keras hingga nyaris membuat gadis itu terjungkal ke depan.

“Gila, beruntung benar kamu!" Sembur Chika  setengah iri, sementara bra terdengar langsung mengumpat - umpat Gabriel di samping mereka.

“Seandainya aku bisa melihat wajah Kak Talitha sekarang," kata Linda terkikik, karena tau Kakak Syams itu tergila-gila dengan Gabriel.

“Pasti sedang panas membara," sambung Chika ikut terkikik.

Gemuruh suara penonton yang patah hati memekik mekik memanggil Gabriel segera menenggelamkan suara Linda dan Chika  yang meledek Talitha.

Walau aku sangat tau, gadis itu tak pernah membalas perasaanku..." terdengar Gabriel melanjutkan kata-katanya, setelah teriakan penonton sedikit reda. Shaquilla  tertegun mendengar itu, ah kenapa Kak Gabriel berkata seperti im? Kazak membuat aku merasa bersalah....

Musik kembali mengalun, kali ini Gabriel tampaknya tidak memainkan biulanya. Pemuda itu meraih microphone.

Oh, Tahun, jangan bilang kalau Kak Gabriel Juga seorang Vocalist!" MILy mencengkram lergan Shaquilla , karena begitu berdebar menunggu kemungkinan itu. Shaquilla  menggigit bibirnya, juga menunggu.

Lampu-lampu panggung dimatikan, hanya lampu spotlight yang masih menyorot Gabriel yang berdiri menunduk di depan microphone. Deating piano yang mengalun Jembut terdengar menggantikan sayater garang gitar listrik dan dentuman enerjik sang drummer. Para penonton mendedak sanyi terpaku, menanti suguhan lagu slow rock yang intro-nya terdengar begitu melodius mengharu biru perasaan itu.

Maafkan aku Mungkin aku sudah mengusik tidurmu, Shaquilla  Mungkin aku sudah mengganggu mtmpt masa lalumu

Maafkan aku, Tapi aku tak mampu bersandiwara, sungguh Aku tak mampu berpura-pura tidak melihatmu Melihat mata indah itu Melihat senyuman itu

Maafkan aku, Shaquilla  Yang selalu bermimpi tentang kamu, Walau aku tau. Semua mimpiku pastilah kanya sia-sia, Karena kamu tak pernah bisa kumiliki Mungkin selamanya

Shaquilla  serasa ingin menjebloskan diri ku dalam lantas gedung konser saat itu karena tak kuasa menahan perasaannya yang begitu bergejolak, mendengarkan bait dei bait lagu yang disenandungkan suara Bariton Gabriel, suara yang beraksen serak itu. Oh Tuhan, apakah aku sedang bermimpi Batin Shaquilla . Kak Gabriel, please, jangan siksa aku dengan lagu itu...

Lagu Itu berakhir dengan permainan solo Gabriel dengan biolanya, mendaya-dayu membius semua rasa, hingga banyak yang menjerit histeris begitu tergugah.

Ketika akhirnya konser itu usai dan penonton mulai berangsur pulang. Linda dan Chika  hebah menyeret Shaquilla  agar mau menemui Gabriel di belakang panggung.

'Ah untuk apa sih??" tolak Shaquilla . "Lebih back kita pulang saja, sudah larut malam.

" Ayolah, tolol! Kenapa sih kamu menyin-nyiakan si cakep itu," kata Chika  tak sabar. "Kalau kamu tidak mau, aku selalu sap menyambar Kak Gabriell" Linda cekildikan mendengarnya.

"Memangnya petir, bisa disambar segala?" rutuk Shaquilla  cemberut.

“Sudahlah. Shaquilla  sudah jelas tidak rau, masih juga kalian paksa?" Syams ikut bersuara. Tapi Syams langsung kalah dari Linda dan Chika  yang begitu kuat menyeret Shaquilla  untuk menemu Sądewa mungkin lebih tepatnya mereka sendiri sebetulnya yang begitu menggebu ingin bertemu Gabriell Hehehe...

Ketika akhirnya Shaquilla , Linda dan Chika , plus Ibro, berhasil menemukan ruang ganti Gabriel di belakang panggung, keempat sahabat terpaksa harus kecewa karena ternyata Gabriel sudah tidak ada.

“Gabriel, sudah pulang," begitu jawaban salah satu kru official Gabriel yang mereka temui.

Cepat sekali Kak Gabriel pulang? Konser baru saja selesai " keluh Linda kecewa.

"Memang begitu kebiasaan Gabriel setiap selesai konser atau show di mana pun," terang kru itu. "Maklura kadang para gadis penggemar Gabriel bertingkah terlalu berlebihan, mengejarnya sampai ke belakang panggung...

“Tapi kami bukan penggemar, kami teman -teman satu Kampus Kak Gabriell" Chika  langsung protes. Tapi sang kru official itu hanya mengangkat bahu. "Sudahlah, ayo kita pulang saja," Shaquilla  menggamit Chika  dan Linda yang tampak tak percaya dengan kata-kata sang kru Keempat sahabat itu akhirnya berlalu sia - sta dari gedung konser itu. Yah namanya juga musisi, mungkin memang begitu, pikir Shaquilla  menghela napas. Maafkan aku, Shaquilla  Yang selalu bermimpi tentang kamu, Walau aku tau. Semua mimpiku pastilah hanya sia-sia, Karena kamu tak pernah bisa kumiliki Mungkin selamanya Bait lagu itu seolah masih terngiang-nglang di telinga Shaquilla  hingga saat turun dari Honda Jazz pink milik Linda, dan melambai kepergian sahabat-sahabatnya dari depan pagar rumahnya. Kǝk Sadowa, kenapa harus lagi itu. Kak? Aku jadi merasa bersalah, seolah aku begitu kejam tuk mengubris perasaannya, seolah mencintaiku adalah suatu kesalahan, noh...Shaquilla  menengadah memandang begitu cemerlangnya bintang bintang. berkelip di hitamnya langit malam. Rikka, Rikko, apa yang harus kulakukan? Aku talut, takat membiarkan perasaanko terbuai dengan Kak Gabriel... Aku takut jatuh cinta lagi, aku takut kehilangan lagi seperti saat denganmu, Rikko, batin. Shaquilla  galau. Lalu ada Kek Talitha. Aku juga takut dengannya.. Shaquilla ? Akhirnya aku menemukan rumahmu." Sebuah suara menyentakkan lamunan Shaquilla , mengejutkan gadis itu Susok berkostum hitam- hitam, berambut panjang, tiba-tiba sudah berdiri di belakangnya. Jika Shaquilla  tidak melihat senyuman khas yang begitu manis mempesona menghias wajah sosok itu, dia pasti sudah terpelik ketakutan.

"Kak Gabriel?"

"Sorry ya aku langsung pulang selesai konser tadi, soalnya aku lupa kotak musik ini, tertinggal di apartemen," kata Gabriel beralasan. "Sebetulnya aku ingin memberikan ini padamu setelah konser,"

"Eh, oh, aku...," mata Shaquilla  terbelalak menatap kotak mungil yang sedari tadi ada di tangan Gabriel. "Kotak musik?"

"Untukmu, aku harap kamu menyukainya,"

Gabriel menyodorkan kotak musik itu pada Shaquilla. "Terima kasih, Kak, tapi kenapa tiba-tiba..." Shaquilla  terjengah.

"Karena aku terus memikirkan kamu, aku merasa bersalah, selalu mengganggumu. Aku sadar aku tak mungkin terus-menerus memaksamu untuk mencintaiku," kata Gabriel pelan. "So, aku mohon terimalah kotak musik ini, sebagai ungkapan permintaan maafku..,"

"Kak, please jangan berkata begitu..."

"Kotak musik ini sudah menemaniku sejak bayi, ibu angkatku dulu yang selalu memutar kotak musik itu untuk mengantar tidurku, musiknya lagu Beethoven, Fur Elise, kotak ini sangat berarti buatku. Aku memberikannya padamu, karena kamu juga sangat berarti buatku,"

Shaquilla  hanya tertegun mendengar itu. Tak berani rasanya menentang mata abu-abu Gabriel yang sedang menatapnya begitu muram.

"Dan karena kamu sangat cantik..," sambung pemuda itu nyaris berbisik.

Tangan Gabriel yang terulur, membelai lembut pipinya, tak kuasa ditolak Shaquilla. Begitu dingin tangan itu dirasa. Darah Shaquilla  serasa mendesir melihat tiba-tiba saja pemuda itu membungkuk, rambut panjang Gabriel tergerai jatuh menutupi sebagian wajah mempesona bagai dewa - dewa legenda Yunani, wajah itu menjadi begitu dekat, hingga desah napasnya terdengar jelas. Dan Shaquilla  hanya bisa terpana saat sebuah ciuman lembut menghampiri bibirnya. Gadis itu begitu terkejut, hingga tak mampu berkata-kata, tak mengira Gabriel melakukan itu padanya.

Dingin rasanya tubuh Shaquilla , oh Tuhan, aku harus bagaimana? Kak Gabriel, kenapa Kak? Kakak membuat batinku yang serasa menggelepar, menjerit, bagai gila hendak memelukmu dan air mata ini serasa menyesakkan, begitu ingin membiarkan perasaanku tenggelam dalam lautan rasamu, padahal..Padahal aku tak bisa..Aku sungguh tak bisa menerimamu, Kak. Ada Kak Talitha yang menantimu..

"Maafkan aku, tapi aku..Aku tak bisa menyimpan rasaku," sekilas Gabriel tampak begitu gugup, karena Shaquilla  menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Aku..Aku hanya ingin mengungkapkan perasaanku, jika boleh aku mengatakan. Aku..Aku sungguh mencintaimu Shaquilla , selalu, setiap hari dan selamanya,"

Gabriel memaksakan diri untuk tersenyum, tapi entah kenapa senyum itu justru tampak begitu sendu di mata Shaquilla .

"Walau aku tau, rasa itu mungkin hanya bisa kusimpan saja dalam hati..."

"Kak Gabriel...", Shaquilla  hampir – hampir tak dapat menahan gejolak rasa yang begitu menyesakkan dadanya, tapi sia-sia tangannya terulur hendak meraih Gabriel, karena setelah mengatakan itu, Gabriel tiba -tiba berbalik pergi meninggalkan Shaquilla .

Bersama hembusan angin yang mempermainkan rambut hitam panjangnya, bersama gemerlap bintang-bintang dan rembulan yang menerangi langkahnya. Gabriel pergi tanpa menoleh lagi, menaiki Harley Davidson yang ternyata terparkir di balik rimbunnya pepohonan di samping rumah Shaquilla .

Meninggalkan Shaquilla  yang terpaku, mengharu - biru menatap pemuda bermata abu-abu yang sudah semakin menjauh dari pandangan. Kak Gabriel, kenapa? Apa maksud semua ini? Kakak datang dan pergi bagai hantu, tiba-tiba memberikan kotak musik ini, menyatakan cinta padaku lalu pergi begitu saja, ini bagai sebuah mimpi yang begitu mengejutkan, kata-kata Kak Gabriel juga, ya Tuhan, mirip seperti yang selalu diucapkan Rikko padaku...

Shaquilla  merasa begitu gundah, tak terasa meraba bibirnya, seolah ciuman Gabriel tadi sudah begitu mengusik jiwanya. Rikko, maafkan aku, tapi aku rasa aku..Aku sudah jatuh cinta dengan Kak Gabriel..

01.00amTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang