CHAPTER 9

14 3 0
                                    

'Perawat itu terakhir diketahui sedang mendapat giliran piket malam di Rumah Sakit tempat dia bekerja, dan sejak itu dia tak pernah kembali ke rumahnya, seperti menghilang tanpa jejak, keluarganya sudah melaporkan kehilangan ini pada Polisi...dst'

"Hiiy, ada perawat yang menghilang secara misterius di Rumah Sakit," Shaquilla  bergidik saat membacanya. "Eh, bukannya ini Rumah Sakit tempat kak Gabriel dirawat kemarin?”

Gadis itu sedang duduk di cafe depan kampus, menikmati secangkir Cappucinno dan sepotong Strawberry Cheese Cake, menunggu sahabat-sahabatnya yang masih mengikuti perkuliahan. Di depan Shaquilla  terbentang sebuah Surat Kabar terbitan hari itu, dia begitu serius membaca salah satu berita kriminal yang menjadi topik utama Surat Kabar, hingga tak menyadari seseorang datang mendekati.

"Shaquilla ," tegur orang itu, mengejutkan Shaquilla. Mata gadis itu langsung membulat saat mengangkat kepala dan bertemu pandang dengan sepasang mata abu-abu jernih milik Gabriel.

"Kak Gabriel?"

"Boleh aku duduk di sini?" Gabriel menunjuk kursi kosong di depan Shaquilla .

"Eh, oh," kursi itu sebetulnya untuk Syams, Linda atau Chika  yang sedang ditunggu Shaquilla , tapi tak kuasa Shaquilla  menolak permintaan Gabriel. "Silahkan, Kak,"

"Aku..Tidak mengganggu kan?"

"Mengganggu?" Pertanyaan Gabriel membuat wajah Shaquilla  langsung memerah, teringat perlakuan mereka terhadap Gabriel saat di Cafe malam itu. "Tentu tidak, Kak! Kakak sama sekali tidak mengganggu,"

"Terima kasih,"

Sesaat keduanya hanya terdiam, tersenyum basa-basi, terlebih Shaquilla  yang merasa tidak enak dengan Gabriel, gadis itu begitu salah tingkah, hanya bisa menunduk pura-pura sibuk melipat Surat Kabar yang dibacanya tadi.

"Tumben sendiri?" Pemuda bermata abu abu itu paham perasaan tidak enak Shaquilla, berusaha mencairkan suasana.

"Eh, iya Kak. Syams, Linda dan Mily masih kuliah, aku menunggu mereka di sini,"

"Oh,"

"Kak,"

"Ya?" "Maafkan kata-kata kami ya, waktu di Cafe malam itu," kata Shaquilla  akhirnya.

"It's Ok, aku paham kok, soalnya aku juga mungkin terlalu lancang mencampuri acara kalian malam itu," sahut Gabriel. "Pasti karena wajahku terlalu menyeramkan, hingga menakuti kalian,"

"Eh, bukan begitu, anu, maksud kami...," Shaquilla  tergagap, tak tau hendak menjawab apa.

Menyeramkan? Shaquilla  menatap Gabriel, wajah sesempurna itu, mata abu-abu yang indah dengan lentik bulu matanya, hidungnya yang mancung, dan bibir merah muda itu, Shaquilla  menggigit bibir, ah Kak Gabriel...

"Kenapa menatapku seperti itu? Memang benar kan wajahku menyeramkan?" Kata - kata Gabriel membuat Shaquilla  terjengah.

"Haa? Eh tidak, anu..Btw kapan Kakak keluar dari Rumah Sakit? Seingatku Kakak kemarin masih..," Shaquilla  buru-buru bertanya, menyembunyikan rona merah wajahnya.

"Aku sudah sembuh kok, jadi untuk apa aku berlama-lama di Rumah Sakit,"

"Yang benar?" Shaquilla  sedikit meragukan ucapan Gabriel, melihat pemuda itu masih meringis menahan sakit, saat hendak duduk tadi.

"Trust me," kata Gabriel sambil tersenyum.

"Terima kasih ya, Kakak baik sekali, sudah menolong kami malam itu, jika tidak ada Kakak, entah apa jadinya kami,"

"Ah, aku juga harus berterima kasih dengan kalian yang sudah berjuang mencari donor darah untukku,"

"Itu sudah seharusnya, Kak, karena gara - gara kami, Kakak sampai terluka," Gabriel belum sempat menjawab saat serombongan gadis masuk ke dalam Cafe.

Shaquilla  mendengar Gabriel mengeluh melihat gadis-gadis itu melambai ke arahnya. Itu Talitha, Kakak Syams, berserta teman-temannya.

"Lho, ada di sini rupanya kamu?" Talitha langsung mendekati. "Briel Sayang, katanya kamu masuk Rumah Sakit?"

"Namaku Gabriel," koreksi Gabriel, mengerutkan kening mendengar namanya disingkat menjadi Briel oleh Talitha.

"Aku tau Sayang, tapi aku lebih suka memanggilmu Briel, kedengarannya lebih sexy, seperti kamu, Sayang," Kakak Syams itu terkikik dengan kata-katanya sendiri, tak peduli Gabriel mendelik mendengarnya. Apalagi Talitha menggunakan kata 'Sayang' seenaknya, seolah Gabriel adalah kekasihnya. Talitha duduk di kursi sebelah Gabriel.

"Kami baru saja hendak pergi qmenjengukmu, Dewa, tapi ternyata kamu sudah sembuh ya?" Talitha memandangi Gabriel dengan gaya yang begitu manja, seperti sengaja menggoda pemuda bermata abu-abu itu. Shaquilla  dapat melihat betapa risihnya Gabriel dipandangi Talitha sedemikian rupa. Kakak Syams itu sebetulnya cantik, dandanannya selalu trendy, dia adalah mahasiswi paling populer di kampus, dan memiliki genk yang anggotanya gadis-gadis yang dianggap selevel dengannya, banyak pemuda yang suka pada Talitha, tapi kakak Syams itu tak pernah peduli karena perhatiannya hanya tertuju pada Gabriel.

Teman-teman Talitha kemudian ikut duduk di sekeliling mereka, membuat Shaquilla  menjadi tersingkir. Gadis itu sadar diri sebagai mahasiswi paling junior di situ, merasa lebih baik pindah meja untuk mencari aman.

"Shaquilla?" Gabriel tersentak, melihat Shaquilla  pindah. Pemuda bermata abu-abu itu segera bangkit, hendak mengikuti Shaquilla.

Perbuatan Gabriel, jelas tidak disukai oleh Talitha. Gadis yang selalu memakai sepatu high heel ke Kampus itu langsung mengerucutkan bibir, menyaksikan Gabriel bersama Shaquilla . "Eh, ada Shaquilla  rupanya?" Kata Talitha seperti menyindir. Shaquilla  melirik Talitha sekilas, dia tau, dari dulu Kakak Syams itu memang tak pernah suka padanya, apalagi sejak Shaquilla akan bertunangan dengan Rikko, Talitha yang pernah suka dengan Rikko, begitu iri karena Rikko ternyata lebih memilih Shaquilla  waktu itu.

"Kak Talitha?" Shaquilla  berbasa - basi, menggangguk pada Talitha.

"Kok kamu bisa bersama Dewa? Biasanya kamu dengan Syams, Linda dan Chika"

"Hanya kebetulan ketemu Kak Gabriel di sini, Kak," sahut Shaquilla . "Syams, Linda dan Chika masih kuliah,"

"Ooh," Talitha berlagak tak peduli dengan jawaban Shaquilla , gadis itu kemudian menggamit Gabriel, menahan pemuda itu. "Dewa Sayang jangan pindah dong? Di sini saja, cerita dengan kami, kenapa kamu bisa masuk Rumah Sakit, aku kok tak dikabari sihh?"

"Cerita itu bisa kamu dengar dari Syams. Sekarang bisa lepaskan tanganku?" Jawaban Gabriel yang begitu dingin, membuat Talitha suka tak suka terpaksa melepas tangannya dari tangan Gabriel, dan membiarkan pemuda itu mengikuti Shaquilla pindah ke meja sebelah.

Shaquilla  yang tak sengaja bertemu pandang dengan Talitha, begitu gundah merasakan sorot mata Talitha sungguh tak menyenangkan saat memandangnya. Sorot itu penuh kobaran api cemburu, sorot yang dulu pernah dilihat Shaquilla  saat Rikko bertunangan dengannya. Shaquilla  menghela napas.

"Tak usah pedulikan Talitha," bisik Gabriel dari balik geraian rambut hitamnya, karena melihat raut muram Shaquilla . "Kan aku pernah bilang, kamu adalah jodohku, jadi tenang saja, tak akan pernah ada mengganggu," yang bisa Shaquilla  terjengah mendengar bisikan itu. Rona merah menghiasi wajahnya. Apalagi melihat senyum Gabriel begitu mempesona, seolah menghanyutkan perasaan siapa saja yang memandang senyuman itu.

"Bagaimana Kakak bisa begitu yakin kalau aku tak ada yang mengganggu?" Cetus Shaquilla  melengos, berusaha melepas pengaruh senyum Gabriel.

"Karena akan selalu ada aku yang menjagamu," senyum Gabriel masih mengembang, membuat Shaquilla  terbelalak.

01.00amTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang