CHAPTER 26

4 2 0
                                    


Sementara itu jauh dari rumah Talitha, Gabriel yang asli masih berada di bawah pepohonan tua, di sudut halaman gedung apartemen bersama perempuan mahluk halus tanpa sklera mata in Suara desahan yang sayup-sayup bagai terbawa angin malam, memanggil - manggil nama Nehan, membuat perempuan itu tersentak *Kamu tidak aman lagi di sini. Mereka tau kamu belum mati. Kalung Bulan sabit itu Do?" Perempuan mahluk halus itu therabe pergelangan tangan kir. Gabriel *Kamu tidak memakainya lagi! Kamu sudah merusaknya ya? Oh, anak bodoh, tidakkah kamu tau? Kalung Bulan sabit itu melindungimu dan saudaramu dari penglihatan para tetua dunia kam.. Itu milik Ayahmu Yang Teramat Mulia Dull Paduka Sri Pangeran Muda Mahkota, Raheeq Mahmoud Al, Tapi.... tapi ooh, kamu merusaknya." Perempuan itu memegang wajah Gabriel dengan kedua tangannya, menegakkan kepala Gabriel yang sedari tadi cuma menunduk bersembunyi di balik geraian rambut panjangnya, meraaksa Gabriel untuk membalas tatapannya. "Kamu tau, Nehan? Mereka mencarimu mereka sudah lama mencarimau. Mereka tak ingin kamu ada. Karena itu, aku berus membawamu pergi dan sini. Pergi jauh dari kejaran para tetua," perempuan itu menangis lagi, suaranya terdengar seolah dia begitu sedih, begitu terluka, "Anak malang... Anak malang. Kasihan sekali kamu, Nehan...Och seharusnya kamu juga memiliki gelar itu, Yang Teramat Mullu Duli Paduka Sri Pangeran Muda, Nehan Mahmoud All tap... Tapi tak ada yang mau menerimamu dan Saudaramu di istana Keramat Maimun, karena kalian tidak berdarah murni," Gabriel cuma mengeluh panjang. Peminda itu tidak terlalu mendengar apa yang diucapkan perempuan mahluk halus itu. sebetulnya bukan tidak mendengar, tapi memang tidak peduli. Persetan dengan, entah apa, yang disebut letual Persetan dengan orang yang bernama Yang Teramat Mulia Duli Paduka...Shit, Raheeq! Siapa dia? Aku tidak kenall Mereka selalu menyebutim enek Raheeg. So, Raheeq nama ayah kandungku dan Gabrian? Shit! Orang tua macam apa dia? Meninggalkan aku begitu saja di rumah orang lain? Membuat Gabrian, bahkan tidak tau namanya sendiri jika aku tidak menamainye Gabrian, sebagai pasangan nama Sedewa. nama yang diberikan oleh orang tua angkatku. "Jadi nama aka Nakala?" Gabriel masih teringat hetapa cerianya wajah saudaranya ita kettica dia memberitau, tepatnya rembohong, dengan mengatakan orang tua angkat mereka bisa melihat keberadaannya dan memberi nama Gabrian padanya. Usia mereka baru 3 tahun waktu itu, Si mata abu-abu itu mengeluh, merase sedih dan frustasi. Kepalanya terasa sakit sekall. Oh, shit, orang tua kandungku seperti apa sebenarnya? Orang tua yang menyebabkan aku jadi panya penyakit anch, orang tua yang melahirkan Gabrian menjadi setengah mahluk halus? Shit! Aku hampir saja mencelakai Shaquilla  gara-gar penyakit aneh ini. Renapa mereka, yang mengaku orang tua, tidak membunuh saja aku sewaktu masih bay? Kenapa mereka membiarkan aku terus hidup dengan penyakit mengerikan ini? Yang membuat aku harus membunuh semua orang-orang. Kenapa?? Itu...tu sangat menyakitkan! Itu sudah bertahun-tahun membuat aku hampir gils karenanya. Sudah beberapa kali aku mencoba bunuh diri. Sewaktu di pantai itu, kalau saja Shaquilla  tidak datang mendekati, aku pasti sudah berhasil, Dan waktu Shaquilla  hampir tertabrak bis itu. Sebetulnya aku bukan hanya ingin menolong Shaquilla , tapi juga ingin membiarkan bis itu menabrakku. Oh, Shit! Siapa? Atau apa Raheeq sebenarnya? Ayah? Bullshit! Lalu ibu? Va siapa Ibuku? Apakah Nayla? Dia pastilah perempuan terkutak karena melahirkan aku dan Gabrian dalam keadaan yang aneh dan mengerikan seperti “Karu...Kamu pasti ingin bertemu dengan Duru, Nayla,” perempuan mahluk halus it tha-tiba berkata, membuat Gabriel terperargah "Jangan khawatir, Nehan Sayang, aku. Aku menyimpan bumu dengan baik. Karena Yang Teramat Mulia Duli Paduka Sri Pangeran Muda Mahkota, Raheeq Mahmoud Ali ingin kamulah yang menguburkannya," Menyimpan ibunya? Gabriel berusaha meluruskan tubuhnya. Age yang terjadi dengan ibunya? Mahluk ini menyimpan ibunya? Pemuda itu menggigil membayangkan hal itu.. Belum sempat berpikir lebih banyak, Gabriel tersentak karena tiba-tiba merasakan kaki-kakinya tidak lagi menginjak tanah. Gabriel merasa seperti tubuhnya den tubuh perempuan mahluk halus itu terangkat ke atas. Angin malam begitu dingin menusuke nusuk seolah tidak cukup menyiksa Gabriel. Daun-daun di puncak pepohonan tus yang tumbuh di sudut halaman gedung aparteme menggesek-gesek tubuh Gabriel menandakan sudah berapa tingginya mereka dari tanah, Gabriel merasa kepalanya berdenyut-denyut melihat semua yang ada di sekelilingnya tiba-tiba memudar. Gedung apartemen, pepohonan, bintang-bintang di langit Serma menjadi samar-samar. Dan, akhirnya lenya. Memasuki kegelapan yang amat sangat melingkupi dirinya dan perempuant mahluk halus ir. Seolah mereka sedang memasuki lautan langit gelap yang dingh dan begitu sunyi Di mana dia sekarang? Kemana perempuan itu membawanya? Tama rasanya mereka berputar-putar dalam kegelapan, Tubuh Gabriel seolah sudah membeku dingin dalam pelukan perempuan mahluk halus itu. Suara gemeletak gigi Gabriel yang menggigil kedinginan, seolah begitu keras terdengar di dalam kesunyian lautan gelap itu. "Tu-turankan aku," Tak terasa Gabriel merintih. "Saba: Nehan Sayang, kita hampa sampai. Kita akan menemui Nayle, ibumu," sebut perempuan itu. "Kamu pasti ingin bertemu Thumu Tagi pula, untuk sementara kam akan aman jika berada di tempat ibumu “ "Aku molton, turunkan aku," ulang Gabriel tak sanggup lagi menahan rasa dingin yang menerpa. Tap perempuan mahluk halus itu seperti tidak mendengar kata-kata Gabriel, justru makin mempercepat membawa Gabriel melintasi kegelapan yang seolah tidak ada habis-habisnya, Gabriel mengumpat pelan, dia merasa kaki dan tangannya seperti sudah mati rase karena beku kedinginan. Adalah tindakan bodoh kalau dia berusaha memaksa turun sekarang, kerena kalau perempuan itu melepaskan pelukannya, dirinya pasti akan jatuh entah ke mana dalar kege apan. "Nah, kita sudah sampai," perempuan mahluk halus itu akhirnya berbicara lagi Gabriel melihat cahaya yang lambat-laun mulai menyingkirkan kegelapan. Walau cuma romang remang, tapi Sodewa mulai bisa melihat keadaan di sekelilingnya lagi. Dinding-dinding batu berwarna kusam kehijau-hijauan menghiasi di kiri-kanan mereka. Jauh rasanya mereka turun ke bawah, sampai akhirnya Gabriel merasa kaki kakinya menyentuh sesuatu. Basah. Pemuda itu terkejut. Besah? Air? Kakinya seperti menjejak ke dalam air! Di mana mereka sekarang berada? Gabriel sepert arang buta yang baru saja bisa melihat, kebingungan memandang ke sekelilingnya, ketika dia dan perempuan itu sudah berdiri sempurna di dalam air yang ternyata cuma setinggi lutut itu. Dinding-dinding baru yang berdiri kokoh mengelilingi mereka membuat Gabriel merasa seperti berada di dalam sebuah lingkaran sempit yang berdinding tinggİ menjulang ke atas sampai jauh melebihi kepala mereka. Gabriel mendongakkan kepalanya. Tidak ada atap yang menaung Lingkaran batu itu. Langit malam dan cahaya bulan mengintip malu-malu dari atas samar-samar menerangi mereka. Gabriel mulai merasa tak enak, si mata abu-abu itu gelisah karena mulai menyadari di maria mereka berada. "Ini.Ini sumur?" spontan pertanyaan itu yang terucap oleh Sedewa. *Ya, di sinilah bunu berada," sahut perempuan itu dengan suara lirih. "Untuk sementara, kamu aman di sini. Karena aku sudah memagari sumur ini dengan seluruh kemampuanku." Ibu...i-di sini? Gabriel terkesiap "D dalam sumur "Itu ibumu," perempuan itu menunjuk ke dasar surnur, di antara kaki-kaki mereka. Mata abu-abu Gabriel mengikuti ke mana telunjuk perempuan itu mengarah. Seonggak tubuh yang sudah menjadi kerangka berwarna kehijau-hijauan dipenuhi lumut, terlihat mengepung di antara kaki kaki mereka.. "Thu?" Gabriel terbentak ke dinding sumur, langsung sesak napasnya terasa. "Ibu? Itu... Wajah Gabriel pucat pasi dan tubuhnya mengigi bagai tersengat ribuan lebab, menyaksikan pemandangan menyediakan *Tidak mungkin fru tinak mungkin! Ja Jadi Ibuku sudah..." Gabriel begitu sulit untuk menerima Perempuan mahluk halus itu cuma menangis melihat Gabriel merosot jatuh ke dalam air, terpene menatap kerangka itu. Lama, sebelum akhirnya, dengan tangan. gemetar yang terulur, pemada itu meraba kerangka itu perlahan, seolah mencoba mencari kehangatan pelukan Ibu kandung yang seharusnya dia dapatkan setelah 21 tahun terpisah, walau jolas itu tak mungkin lagi. *Anak malang, anak malang. Maafkan aku yang tidak bisa berbuat lebih dari ind. Ayahmu berkata, cuma kamu yang bisa

menguburkan ibumu di tempat yang layak.

cuma kamu," tangis perempuan itu.

"Apa... Apa yang sudah terjadi sebetulnya?

Ke kenapa, kenapa semuanya tampak

begitu mengerikan? Kenapa ibuku judi

seperti itu? Kenapa Ayah tidak bisa.

menolong ibu? Kenapa harus aku?" Beribu

pertanyaan rasanya ingin dilontarkan,

tapi Gabriel tak sanggup meneruskan

kata-katanya di tengah guncangan tubahnya

yang semakin kuat menggigil. Bukan saja

menggigil kedinginan dan ketakutan, tapi

juga karena tak kuasa menahan kesedihan

yang sudah begitu memuncak.

Perempuan itu duduk di dekat Gabriel dan

memeluk tubuh pemuda itu seolah ingin

membuat Gabriel menjadi sedikit lebih

tenang.

Mungkin. Mungkin sudah waktunya kamu

tau semuanya. Aku akan memberi tau

semuanya. Ya, semuanya bisik perempuan

itu di telinga Gabriel.

Gabriel me that perempuan tu meraba

kerangka Nayla, thunya, menarik paksa

sebuah kotak kayu yang seolah sudah

menyatu dengan tulang belulang tangan

Nayla.

"Tni kotak yang selalu dibawa iburu

Kotak yang suatu hari diharapkan akan

diperlihatkan kepadamu dan Neyzar. Ta

tapi niet buru tak pernah kesampaian

sampai hari ini, Karena... karena Ibu dan

Ayahmu..." perempuan itu menangis lagi.

Gabriel bergidik mendengar tangisnya.

Kotak itu dilaka oleh perempuan tu.

Sebuah toto, dan sebuah buku harian tua

yang sudah begitu lusuh dan tulisannya

banyak yang luber terkena air.

"Foto ini selalu disimpan Ibumu. Karena kondisi saudaramu yang tidak bisa nyata sebelum pukul dua dini hari, sehingga akan sulit melihat kalian bersama-sama. Makanya Ibumu sangat menyayangi foto ini dan menyimpannya dengan baik di kotak kayu ini," cerita perempuan mahluk halus itu sambil memperlihatkan foto usang itu pada Gabriel. "Bayi yang berkalung Bulan sabit adalah kamu, Nehan, sedang di sebelahnya Neyzar saudara kembarmu,"

Mata abu-abu Gabriel melebar memandangi foto itu. Sepasang bayi kembar mungil, bermata abu-abu jernih, tampak sedang berbaring berdampingan di atas sehelai selimut. Di leher salah satu bayi itu terdapat seuntai kalung berbandul Bulan sabit.

"Dan ini, buku harian Ibumu. Di sini tertulis semuanya tentang Ibumu, Ayahmu, dan kalian," perempuan itu menyerahkan buku itu pada Gabriel.

"Bu-buku harian ibuku??" Gabriel menatap nanar buku harian tua itu.

01.00amTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang