CHAPTER 11

9 3 0
                                    

Shaquilla  berdiri di depan gerbang Kampus, menunggu sahabat-sahabatnya yang sudah berjanji untuk pulang bersama siang itu. Sudah pukul satu, saat sebuah motor Harley Davidson berhenti tepat di depan Shaquilla .

"Menunggu aku ya?" Tegur si pengendara Harley Davidson membuat Shaquilla terbelalak. Seorang pemuda berambut panjang, bermata abu-abu jernih, mengenakan jaket kulit berwarna hitam, tersenyum pada Shaquilla . Itu Gabriel.

Shaquilla  mengeluh, kenapa Kak Gabriel tak pernah menyerah?

"Kak Gabriel? Aku sedang menunggu Syams, Linda dan Chika , Kak,"

"Ooh, dikira sedang menungguku..." canda Gabriel masih tersenyum. "Bagaimana tanganmu?"

"Eh, oh, sudah sembuh, Kak," Shaquilla menjawab sekenanya, baju lengan panjang menyembunyikan bekas biru itu.

"Mudah-mudahan sudah bisa pergi ke konser ya?"  Shaquilla terjengah saat Gabriel menyodorkan secarik kertas padanya, sebuah tiket konser.

"Tiket konser?"

"Ya, konsernya malam Minggu, pukul 7. datang ya?" Kata Gabriel memberi tau.

"Konser siapa ini?"

"Lihat saja sendiri di dalam tiket, ada namanya kok," motor Harley Davidson Gabriel kembali bergerak, meninggalkan Shaquilla  sebelum gadis itu sempat bertanya lagi. Mau tak mau Shaquilla  harus memperhatikan tiket yang ada di tangannya, untuk mencari tau tiket konser siapa itu. Darah Shaquilla  segera mendesir saat membaca nama yang tertera, Gabriel The Violinist

"Konser Kak Gabriel?" Shaquilla  mendekap mulutnya.

Dan Shaquilla  tak tau bagaimana dia harus menjelaskan pada Syams, Linda dan Chika yang baru datang, bahwa tiket konser yang ada di tangannya itu cuma satu. Berarti Gabriel khusus hanya mengundangnya sendiri untuk datang ke konser. Mana itu tiket VVIP lagi, batin Shaquilla  lemah, menyadari betapa khususnya tiket yang ada di tangannya itu.

"Hayoo, tiket apa itu?" Suara Linda yang meledeknya membuat Shaquilla  sadar dia kalah cepat untuk menyembunyikan tiket itu dari pandangan sahabat-sahabatnya.

"Lihat dong?" Chika  merebut tiket itu dari tangan Shaquilla . "Wow, tiket konser Kak Gabriel?!!”

"Apa?! Tiket konser Kak Gabriel? Aku baru saja melihat iklannya di medsos, eeh kamu sudah dapat tiketnya! Curang ih!" Nyaring suara Linda terdengar. "Mana tiketnya Cuma satu lagi!"

"Hee maaf Tiket ini ku dapat dari...."

"Kak Gabriel, iya kan?"potong Syams, setengah mencemooh. Pemuda imut itu memang paling alergi jika mendengar nama Gabriel.

"Eh, Iya sih."

"Waah ini tak bisa dibiarkan!" Linda langsung protes. "Aku telepon Kak Gabriel ah!"

"Untuk apa?" Shaquilla  terbelalak.

"Ya untuk menuntut tiket gratis dong dengan dia! Ini tidak adil namanya.” Chika  tergelak mendengar itu.

"Jika semua orang sepertimu, bisa bangkrut para artis dan seniman!"

"Tapi Shaquilla  bagaimana? Kita semua kan teman kak Gabriel, masa cuma Shaquilla  yang diberi gratis?" Tukas Linda membela diri.

"Ehm, Shaquilla  mungkin spesial bagi Kak Gabriel..." sahut Mily sambil tersenyum-senyum penuh arti membuat tidak hanya Linda dan Syams, bahkan Shaquilla  pun terbelalak memandang Chika .

"Spesial? Maksudnya?" Syams tampak gusar.

"Apa kalian tidak melihat sikap Kak Gabriel? Bahkan di rumah sakit pun hanya Shaquilla yang disebut," terang Chika.

"Iya juga sih?" Linda berpikir - pikir.

"Jadi Kak Gabriel suka dengan Shaquilla, begitu?" Sembur Syams.

"Yes! Shaquilla  memang benar-benar beruntung, disukai dengan Kak Gabriel yang ganteng itu, wow! Kalau sempat aku yang jadi kekasihnya? Bisa tidak tidur siang-malam aku memandangi wajahnya!" Chika terkikik.

"Aku iriii!" Canda Linda sambil mencubiti pipi Shaquilla , yang langsung membuat sahabatnya merengut.

"Lindaa! Sakit ih "Jerit Shaquilla  bete. "Tapi aku... Aku sebagai sahabat, tidak akan mengizinkan!" Tiba-tiba Syams berkata, membuat ketiga gadis sahabatnya serentak menoleh.

"Lho, kenapa Syams? Sakit kamu? Tidak mengizinkan bagaimana ?" Linda bertanya, tercengang. "Kalau menurutku malah bagus, biar Shaquilla  bisa move on dari Rikko, jadi tidak sedih terus,"

"Iya, apa kamu tidak mau melihat Shaquilla bahagia?" Chika  juga ikut heran, melihat Syams tampak gusar.

"Pokoknya aku tidak mengizinkan!" Syams masih berkeras.

"Ih, kenapa sih Syams? Aneh deh kamu, kok jadi kamu yang mengatur?" Linda terbelalak menatap Syams, tapi pemuda itu justru menoleh ke arah lain, pura-pura sibuk mempermainkan kunci mobil Innova- nya.

"Aku juga heran," Chika  mengerutkan kening.

"Jangan Jangan kamu juga suka dengan Kak Gabriel...."

"What?!" Syams langsung menjitak kepala Chika  dengan sadis, membuat gadis itu terpekik - pekik.

"Syams!"

"Dasar bodoh, memangnya aku homooo?!" Sergah Syams sewot.

"Siapa tau?"

"Sembarangan saja kamu!"

"Walah kok jadi ribut siyh?" Shaquilla menengahi. "Belum tau aku mau dengan Kak Gabriel, tapi kalian sudah ribut!"

"Nah!" Syams berseru senang mendengar kata-kata Shaquilla ,

"Apa yang 'Nah"?" Chika  gemas, menarik topi yang sedang dikenakan Syams, membuat sumpah-serapah meluncur dari mulut pemuda imut itu.

"Chika !!" Syams berteriak seperti Tarzan, mengejar Chika  yang sudah lebih dulu berlari menghindar.

"Hey berhenti dong!" Shaquilla  terbelalak melihat Syams dan Chika  justru malah saling berkejaran, berkeliling - keliling persis kelakuan anak TK sedang berebut kue.

"Ya, Allah, kenapa kalian ini?" Melihat seruan Shaquilla  tidak digubris, Linda akhirnya turun tahta. Sambil bertolak-pinggang garang, mendelik melihat keributan itu. "Hey, kalian, mau makan siang di Cafe punya Om-ku atau tidak sih? Kalau kalian masih ribut, aku pulang!"

Kata-kata Linda ternyata cukup manjur, beberapa menit kemudian, mereka semua dengan manis sudah berada di dalam mobil Innova, meluncur menuju Cafe milik adik papa-nya Linda

Dalam perjalanan, diam-diam Shaquilla  memperhatikan Syams yang sedang mengemudi, ada raut yang tidak biasa pada wajah Syams, kenapa ya dia? Sepertinya lagi galau. Shaquilla  dapat melihat, betapa Linda dan Chika  terkaget - kaget karena Syams beberapa kali menghentak klakson keras - keras saat ada pengendara lain yang menghalangi laju mobil mereka. Ribut mengomeli tukang koran yang menawarkan dagangannya pada saat mereka berhenti di traffict light. Apa yang sedang mengganggu pikiran Syams? Batin Shaquilla  bertanya-tanya.
***
"Maaf, Nona Shaquilla ?" Sapa seorang tukang ojek online pada Shaquilla . Gadis itu baru selesai mengikuti perkuliahan siang, hendak menuju kantin kampus, saat tukang ojek online itu mendekati.

"Ya betul."

"Ini pesanan Nona."

"Pesananku? Tapi aku tak pesan apa-apa," Shaquilla begitu heran, sekotak nasi goreng seafood dan segelas jus mangga terpaksa diterimanya, karena tukang ojek online mengatakan jika pesanan itu sudah dibayar dan memang dipesan untuknya. Aneh? Siapa yang memesankan ini untuknya?

Ada secarik kertas bungkusannya, dengan seribu pertanyaan memenuhi kepala, Shaquilla  mengambil surat itu dan membacanya.

Bidadari cantik, jangan lupa makan siang ya? Semoga pesanannya tidak salah.

Berdegup jantung Shaquilla dibuatnya, nasi goreng seafood dan jus mangga, bagaimana si pengirim tau menu favoritnya?

Shaquilla  ragu-ragu hendak menikmati, gadis itu duduk di bangku taman Kampus, hanya memandangi kotak nasi dan jus saat Gabriel muncul.

“Hai!” sapa pemuda itu. “Kenapa? tidak suka nasi gorengnya? Pesananku salah ya?"

Pertanyaan itu membuat Shaquilla terbelalak. "Jadi Kakak yang..."

“Kan aku harus menjagamu mulai sekarang, agar tak ada yang mengganggu.”

"Aduh, please Kak, aku kan tidak minta dijaga."

“Kamu adalah jodohku, tentu saja harus ku jaga.”

"Tidak Kak," terus terang ada sedikit ketakutan,takut dirinya terlihat oleh Gabriel dan Talitha dan genk-nya. “Please, jodoh tidak bisa dipaksakan begini. Kakak kan tau aku baru saja kehilangan calon tunanganku, Rikko. Aku...Aku belum siap membuka hatiku untuk yang lain.”

Shaquilla mencoba mencari alasan. ‘Kak Gabriel tidak bisa terus-terusan bersikap begini padaku', batin Shaquilla galau. Tapi Gabriel tampak tak peduli dengan kata-kata Shaquilla.

"Oh, it's ok, kalau begitu aku akan menunggu hingga kamu siap.” Kata Gabriel.

"Jangan Kak,"

“Kenapa? Kau tak suka padaku?”

“Bu...Bukan begitu kak, tapi ini soal perasaan, dan perasaan tidak bisa dipaksakan.”

"Oh,"

Gabriel tampak mengerutkan kening karena kata-kata Shaquilla, sebelum akhirnya pemuda gagah itu bersuara lagi.

"Aku tau, tapi entah kenapa, sejak bertemu denganmu, aku merasa kamu adalah jodohku,"

"Please, Kak.., "

"Tapi..yah, mungkin kamu benar, perasaan tidak bisa dipaksakan," Gabriel tampak menghela napas, dan mencoba tetap tersenyum. "Karena aku menyadari jika perasaanku juga tak bisa dipaksakan."

Gabriel menatap Shaquilla dengan mata abu- abunya. "Karena perasaanku tidak bisa dipaksakan untuk berpura-pura tidak menyukaimu."

Shaquilla, tertegun mendengar kata-kata itu. 'Kak Gabriel please, jangan mengusik perasaanku sekarang', batin Shaquilla gundah. Gadis itu gelisah, mata abu-abu yang sedang menatapnya, oh tak sanggup aku menentangnya, mata itu, kenapa tiba-tiba tampak begitu syahdu?

"Maafkan aku, tapi Kakak kan terkenal, banyak yang menyukai Kakak..,'

"Tapi hanya kamu...Hanya kamu yang sudah menyadarkan aku betapa pentingnya arti sebuah nyawa, saat aku sudah begitu putus asa, di pantai tempo hari... Hanya kamu yang membuatku merasa bersalah, karena selama ini...Yah, entah sudah berapa nyawa yang tidak aku hargai..,"

"Maksud Kakak?" Shaquilla menoleh pada Gabriel.

01.00amTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang