CHAPTER 27

5 2 0
                                    

Tangan Saisewa bergetar ketika membuka halaman demi halaman buku harian tus in Dengan penerangan cahaya bulan yang samar-samar, Gabriel herusaha membaca isi buku itu.



satunya Ayah Acchiles, dan Ibu Haliza. Ayah seorang expatriat berkebangsaan Yanani, yang bekerja sebagai seorang peneliti di bidang Etnografi. Sedang Ibu adalah seorang perempuan biasa, berkebangsaan Indonesia. Kami pindah ke Kampung Maiman saat aku masih balita, karena Ayah harus menyelesaikan risetnya tentang kebudayaan Indonesia yang berakhir di Kampung ini Aku tidak mengira kepindahan kami ternyata membawa begitu banyak petaka dalam Judupku. Sungguh, aku tak mengira. Seperti malam itu, di malom durjona ita, aku masih berumur tujuh tahun, tapi sampai sekarang, hingga umurku sudah tigu belus tahun, aku masih bisa mengingat setiap detail kejadian itu bagaikan mimpi buruk yang terus herputar putar di dalam kepalaku Aka tak pernah bisa melapekan saat aku terbangun duri tidur dan mengintip dari balik tirai, mataku tersilaukan akan kilazon-kilatan parang berayun ke sana-ke mari menghancurkan pintu rumah kayu kami. Serambongan orang bertubuh besor menerjang masuk. "Mana anak setan itu?Mana?" Teriak salah seorang dari mereka. Aku ketakutan, karena pasti yang dimeksad mereka adalah aku. Karena pada siang sebelumnya mereka? tak senang aku mengatakan kalau semua ayam-ayam peliharaan mereka akan mati Dan ayam-ayam ita memang mari beberapa jam setelah aku memberi tau mereka Ayur ayam itu memang akan mati, aku taa. Tapi mereka tidak tau. Dan mereka mengiu akulah yang sudah membuat ayam-ayant itu mati Untung Ayah membelaku sehingga mereka tak jadi memukuliku siang itu. Tapi ternyata mereku masih mendendam dan datang lagi mencuriku. Pada malam durjana itu aku melihat ayahku berdiri di balik lemari, memandang ke arahka, Matanya seolah memberi isyarat ager aku tetop diam di dalam arai tempat aku mengintip. Tapi aku menggigil melihat Ayah, entah kenapa tiba-tiba aku menggigil. Tubuhku serasa dingin membeku ketika melihat ada sosok lain berdiri menjulang di belakang Ayah. Oh tidak it..tu Malaikat Mout! Ke-kenapa dia datang pada sout-sout begini? Kenapa? "Ayaah! Izinkan aku memeluk Ayak!" Aku berlari, dan berlari ke arah Ayah, seolah begitu sulit aku mencapainya. "Aku akan sangat merindukan Ayah. Tapi Ayah akan tenang di alam sana" "Nayla? Jangaan!" Ayah terkejut Kilatan kilatan parang simpang siar menyembur ayambar di sekelilingku. Darah muncrat membasahi wajahku. Aku melihat



★58 2 Buku Harianku Sayang. Tidak ada seorangpun yang mengerti duntaku. Aku sendiri juga tidak pernah mengerti Aku berjalan dalam maya Mendahului Remation Mendanud petaka Namaku Nayle Athena Aku anak satu - Ayah tau-tau sudah terkapar bersimbali darah di antara kaki-kaki mereka Aku menjerit sejadi-jadinya ketika mereka memegang kaki dan tanganku. "Janganon!!! Tidaaaakkk!!" BRAAK!! Tiba-tiba saja orang-orang bertubuh besar ita melambung tinggi ke udara sebelum terbanting ke lantai kayu rumahku. Mereka Aku melihat ibu berlari-lari dengan Grang-orang kampung masuk ke dalam ramsh. Thu segera merangkulku yang masih menjerit jerit histeris "Nayla Nayia," tangis ibuku. Aku masth menjerit melengking-iengking walau aku tau itu menjadi jeritanku yang terakhir. Sadowa gelisah membelak balik halaman buku harian dengan sikap tergesa. Tulisan-tulisan di halaman buku itu sudah banyak yang luntur tak terbaca karena basah. Tangan Gabriel berhenti membalik halaman hulu, lootika matanya menangkap barisan kalimat yang masih utuh tulisannya, Buku Harianku Sayang. Harian aku berulang tahun ke tujuh belas. Empat tahun sudah di dalam dunia sunyiku. Tubuhku penah bekas bekas luka karena orang-orang kampung selalu melemperiku dan memakaliku karena mereka menuduhku sebagai penyebab terjadinya kematian-kematian di kampungku. Kemarin aka datang ke rumah Bu Siti tetanggaku dan menunjuk Keyza anak Bu Sit yang haru lahir, member isyarat bahwa Keyza akan meninggal. Bu Siti dan keluarganya mengusirku dan marah-marah padaku. Aku tidak mengerti kenapa mereka marah. Aku cuma ingin membantu memberi tau, mereka supaya mereka tidak kaget kalau Keyza betul-betul meninggal. Aku juga tidak tau mengapa, tapi seperti ada yang menggerakkan sehingga aku merasa bahwa memberi tau mereka adalah suatu keharusan. Hari ini ketika Keyza meninggal, mereka malah menuduhku sudah membunuh Keyza. Padahal aku melihat malaikat mautlah yang datang mencabut nyawa Keyza. bukan aku. Tapi mereka terlanjur mencambukku dengan pecut kuda hingga aku pingsan. Nyans mereka membakarku, Jika ibu tidak bersimpah memohon pada mereka agar melepaskan ak Gabriel bergidik membaca kisah d. buku harian itu, seolah terpapar jelas di matanya kelebatan sosok Nayla, ibunya, menceritakan kisahnya. Hujan turun sangat lebat sore int, zapi kakiku tak berhenti untuk terus berjalan ke atas batu-batu terjal itu. Tak ada gunaya aku hidup kalau orang-orang kampungku membencik "Gulis bisa tukang shirt Geulis bisa tukang sihiri" Begitu mereku memanggilku. Dan thu tak berdaya untuk melindungiku Ibu cuma bisa menangis dan memohon Kasihan Thu "Nayla Nayla, kenopa, Nak? Kenapa nasibmu begitu malang?" Tangis inu selam. "Ibu tau kamu memang berbeda dengan yang lain. Seperti neneknu, kamu punya kekuatan supranatural. Tapi kenapa cume nasimu yang begitu menyedihkan? Kenopa Oh Tuhan, mungkin nasibku memang menyedihkan dan mai. Mungkin aku memang anak terkatuk pembawa kematian!! Aku merintih putus asa, air mataku turun berlinangan. Baru-baru iz begin Hein dan terjal Di depaniu jurang yang begitu dalam menganga seolah menungguka. Biarlah, biarlah aku jatuh dan mati terhempas di bawah sana. Aku sadeh lelah menghadapi semac ini.... Aku memejamkan mate, merentangkan tanganku lebur-lebar ke samping. Tuhan, ambilah nyawaku! Petir menyambar pada saat aku mwicmpat ke bawah. Tapi aneh! Als tidak merasakan terhempas di mana pun! Tubuhku seperti melayang pertahan dan kemudian kaki-kakiku merasakan tanah lagi. "Kamu terlalu cantik untuk terhempas di bawah sana," terdengar suara lembut di depenku. Aku terkejut dan membuka mataku. Sepasang mata abe-abu jernik bagi kristal sedang menatapku dengan khawatir. "Perkenalkan, uka, Yong Teramat Mulia Dui Paduka Sri Pangeran Muda Mahkota, Rareeq Mahmoud All," katmaya, sedlar mendongakkan dagunya, dengan gaya angkach, tapi melihatku kebingungan mendengar namanya yang bergelar begin panjang, dia buru-buru memperbaiki kata katanya. "Ehm, tapi penggii saja aku Raheeq. Kamu slapa? Dan kenapa kamu bertindak nekad seperti tadi?" Aku cuma menunduk dan tak berani menentang tatapannya. Si siapa dia? Yong jelas dia bukan salah satu orang di kampungku, karena aku belum pernah melihat dia sebelumnya. Kenapa dia menyelamatkan aku dan tidak membiarkan aku mati terhempas di bawah sana? Diu memegang kedua lenganku erat erat suat aku memberontak tak senang karena niatka melompat ke dalam jarang telah digagalkan alehnya "Aku tan orang-orang kampung sini tidak mengern kelebihanmu," Si mata abu-abu tu melanjutkan kata - katanya. "Aku tau mereka membencimu. Tapi, bukan begini caranya menyelesaikan semua masalah," Aku akhirnya hanya terisak, luruh saat dia menarik tubuhku ke dalam pelukannya. Buku Harlanku Sayang. Aku tak tau darimana sebetulnya Raheeq berasal. Setiap kali ditanya, dia selalu menjawab, 'Aku tinggal di hutan dekat sini," Gaya bicara Reheeq hampir sama seperti orang-orang kampungku, topi pakaian yang dikenakannya sedikit aneh, memang terlihat mahal dan dari bahan yang begitu bagus, tapi modelnya seperti pakaian adat! Aku tercengang, bahkan hampir saja mencemooh. Pakatan Raheeq seperti pakatan yang selalu dikenakan orang orang di kampungku saat menghadiri pesta pernikahan Pemuda aneht Apakah dia berasal dari masa lempau? Tapi terus-terang harus kuokui, berada di dekatnya seperti ada rasa damai yang begitu dalam menyelimuti hatiku. Raheeg yang tampan menawan, Raheeq yang ceria. Sungguh! Rasanya semua masalah dan penderitaanku hilang soat menatap wajahnya "Kelebihanmu adalah suatu anugerah yang tidak bernilai dari Sang Penciple Kamu seharusnya bersyukur menjadi salah satu yang terpilih untuk memilikinya," kata itaheeq si mata abu-abu itu tau aka hendak membantahnya, walau aku tak bisa berkata-kata. "Naylu manis, Kebahagiaan selulu ada di mana-mana asalkan kamu mai sungguh-sungguh merasakannya, memikirkannya. Cobalah," lanjut Raheeq sambil memejamkan mustanya, menarik napas dalam-dalam, seolah-olah sedang menghirup udara di sekitarnya. "Percayalah Coba kamu rasukan betapa luar biasanya kama bisa mengetahui kematian seorang manusia atau seekor hewan. Tuhon selalu menjaga rahasie Nya akan kematian, tapi kamu diberi izin oleh-Nya untuk mengetahuinya. Bukankah itu adalah sesuatu yang menakjubkan? Aku cuma ternganga mendengar kata-kata Raheeq- Belum pernah ada yang mengetaken bahwa mengetahed temarian adalah sesuatu yang menakjubkan. Semua selalu mengatakan bahwa kelebihan itu adalah sesuatu yang mengerikan dan penuh kesialen. Tapi iloheeq justru mengatakan lain. Oh, sungguhkah itu? Atau Raheeg cuma menghiburku saja? Buku Harianku Sayang, Habecq, Baheeg, Hari ini dia membawaku ke sebuah taman yang sangat indah. Belum pernah aku melihat taman yang sepertin Per bunga-bunga berbagai rupa semerbak mewangi mengundang kita untuk memetiknya. Pepohonan yang rindang dan hijan menyejukkan mata. Air kolum yang begitu jernih bergemericik teminat membuat ikan-ikan damai berenang di dalamnya. Oh, aku tidak tau di mana tamen itu berada sebenarnya. Karena rasunya di sekitar kampungku tak pernah ada taman seindsh dan seusri ini. Aku..Aku merasa bugal

01.00amTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang