Kenapa perempuan mahluk halus itu begitu terkejut melihat kalung Bulan sabitku?? Ada apa dengan kalung ini? mata abu-abu Gabriel memandangi kalung Bulan sabit yang melilit pergelangan tangan kirinya dengan penasaran. Gabriel duduk dalam ruangan kuliah yang sudah setengah jam yang lalu kosong setelah perkuliahan berakhir sore itu. Dengan kaki menopang pada meja di depannya, Gabriel mengerutkan kening masih memandangi kalung Bulan sabit itu.
Selama ini tak pernah ada yang peduli dengan kalung Bulan sabit. Kenapa justru perempuan mahluk halus seperti dia yang peduli dan terkejut melihat kalung ini? Gabriel bertanya-tanya di dalam hati. Mungkinkah aku dan Gabrian ada hubungannya dengan perempuan mahluk halus itu? Oh shit! Atau mungkinkah dia itu adalah ... Oh, tidak..Tidak mungkin..
Gabriel mengusap rambut panjangnya dengan gelisah. Aku tak boleh berpikir yang bukan-bukan sebelum semuanya jelas.
"Hei, ternyata kamu masih di sini Dewa Sayang??" tegur Talitha yang membuat Gabriel tersentak.
Talitha masuk ke dalam ruangan kuliah Gabriel. Tampaknya mahasiswi itu sudah mencari-cari Gabriel sejak tadi
"Mobilku sedang di bengkel, aku pulang denganmu yaa?" Talitha berkata manja. Gabriel memutar bola matanya, mendengar itu.
"Tadi pergi ke Kampus dengan siapa?" Tanya Gabriel dingin. "Dengan Syams,"
"Ya sudah, kamu pulang saja dengan Syams," kata pemuda itu sambil bangkit dari kursi, meraih ranselnya. "Aku ada urusan, tidak langsung pulang,"
"Yaah, Dewaa....Aku maunya pulang dengan kamu," rengek Talitha sambil melingkarkan tangannya di leher Gabriel, membuat pemuda itu mendelik.
"Aku naik Harley, memangnya kamu bisa naik motor?" Gabriel melirik sackdress pendek yang dikenakan gadis itu.
"Kak Talitha?" Tiba-tiba terdengar suara Syams di depan pintu. "Kenapa Kakak tidak mengangkat teleponku? Kakak jadi pulang dengan kami atau tidak?"
Di belakang Syams, tampak Shaquilla , Linda dan Chika . Gabriel mengeluh, berusaha melepas pelukan Talitha dari lehernya. Shaquilla pasti salah paham melihat ini, mata abu-abu pemuda itu melirik Shaquilla . Benar kan, Shaquilla sedang menatap ke arahku! Gabriel mengumpat pelan.
"Dewa! Tunggu!" Jerit Talitha mengejar Gabriel yang melengos pergi. Saat melewati Shaquilla , sejuta kata rasanya mendesak ingin terucapkan, tapi Gabriel kemudian memutuskan hanya diam saja, dan cepat berlalu dari situ. Maafkan aku, Shaquilla , aku terlalu berbahaya untukmu, karena aku tak tau kapan penyakit ketergantungan darah itu menagih tubuhku, keluh Gabriel getir. Aku sangat mencintaimu, aku tak bisa menahan rasaku padamu, tapi aku juga tak bisa terlalu lama dekat denganmu.
‘Aku..Aku harus bagaimana?!’ Gabriel menghantamkan kepalan tangannya ke dinding bangunan Kampus, meluapkan semua kesedihan, semua rasa yang begitu menyesakkan, saat sudah berada jauh dari Shaquilla dan yang lainnya, saat akhirnya tak sanggup berdiri lagi, merosot duduk, menutupi wajahnya. Begitu putus asa. Kenapa aku terlahir seperti ini? Kenapa aku berbeda? Siapa aku sebenarnya?
Gabriel mengerutkan kening, begitu gusar, apakah..Apakah aku harus mencari perempuan mahluk halus yang menggangguku tadi malam? Pemuda itu menggidik ngeri teringat peristiwa malam itu, tapi tampaknya perempuan itu satu-satunya yang mungkin tau asal -usulku dan Gabrian. Mungkin dia bisa menuntun kami untuk bertemu dengan orang tua kandung kami, mungkin dia bisa menyembuhkan...Harapan itu menggunung memenuhi benak Gabriel.
Dedaunan pohon yang berkeresek tanpa ada angin yang berhembus, membuat Gabriel tau Gabrian ada di sekitar situ. Saudara kembarnya itu tidak bisa berwujud nyata di luar pukul dua dinihari hingga Subuh menjelang, tapi dia ada, terkadang dia mengiringi setiap langkah Gabriel.
"Please, bantu aku, Gabrian..."
KAMU SEDANG MEMBACA
01.00am
Teen Fiction"Maafkan aku, tapi aku...Aku tak bisa menyimpan rasaku," sekilas Gabriel tampak begitu gugup, karena Shaquilla menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Aku...Aku hanya ingin mengungkapkan perasaanku, jika boleh aku mengatakan. Aku...Aku sungguh mencin...