'Cinta itu absurd, saat kita kehilangan, barulah kita merasakannya begitu dahsyat. Saat dia pergi, barulah kamu merasakan betapa tulus cintanya padamu, saat dia tiada, barulah sadar bahwa kamu tidak bisa hidup tanpanya. Penyesalan memang selalu datang terakhir, dan terkadang tanpa perasaan menghancurkan seluruh hidupmu.'
Chika dan Linda tak kuasa menahan air mata mereka, sementara Syams hanya berdiri membisu dengan wajah tampak sangat menderita. Ayah dan Ibu Shaquilla pun tampak hadir di antara para remaja itu. Mereka, begitu sedih menatap Shaquilla dari balik jendela berjeruji sebuah ruang isolasi Rumah Sakit Jiwa.
Gadis itu duduk memeluk lutut di atas tempat tidur yang beralaskan seprai serba putih, tampak tak peduli dengan sekelilingnya. Bibirnya terus menggumamkan, 'Buku itu pasti ada, pasti ada,' berulang kali, setiap hari, setiap minggu.
Bahkan ketika berbulan-bulan berikutnya Chika dan Linda dan Syams menjenguk Shaquilla di Rumah Sakit Jiwa, mereka begitu putus asa mendengarkan kata-kata dokter yang mengatakan bagaimana kondisi Shaquilla yang semakin hari semakin buruk, dan bagaimana perawat-perawat yang bertugas piket pada malam hari, selalu menyaksikan Shaquilla bangun pada pukul dua dini hari, berdandan cantik, dan tiba-tiba berseru gembira, 'Kak Gabriel aku tau Kakak pasti datang! Aku selalu menunggu Kak Gabriel! Aku sayang Kak Gabriel!'
Chika dan Linda cuma bisa berpelukan sambil menangis mengetahui keadaan Shaquilla sahabat akrab mereka. Dan Syams tampak termenung sedih melihat Shaquilla dari balik jeruji jendela ruang isolasi.
"Shaquilla, walau dalam keadaanmu seperti ini pun, kenapa? Kenapa tak pernah ada sedikitpun kenangan tentang aku?" bisik Syams getir. "Sampai kapan pun, cuma Kak Gabriel yang kamu sebut, cuma Kak Gabriel."
Saat sudah berjam-jam yang lalu, Chika, Linda dan Syams pergi meninggalkan Rumah Sakit jiwa itu, hening suasana malam itu terusik oleh denting lagu Nina Bobo milik Ibu Mustika yang mengalun lirih dari sebuah kotak musik, bersumber dari ruangan isolasi Shaquilla.
Dalam keremangan ruangan itu, Shaquilla bangkit dari tempat tidurnya, dan mulai duduk menyisir rambutnya perlahan-lahan. Gadis itu tampak bersenandung kecil, begitu ceria seolah sedang menunggu sesuatu yang begitu membahagiakan hatinya.
Tepat pukul dua dini hari, balerina kecil pada kotak musik itu tiba-tiba berhenti berputar walau lagu Nina Bobo belum selesai mengalun. Shaquilla meletakkan sisirnya dan menoleh.
"Kak Gabriel?"
Gadis itu bangkit, dan tersenyum pada sosok jangkung, berambut hitam panjang yang kini sudah berdiri gagah di depannya, begitu menawan membalas senyumnya. Sosok itu Gabriel Justin Gaelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
01.00am
أدب المراهقين"Maafkan aku, tapi aku...Aku tak bisa menyimpan rasaku," sekilas Gabriel tampak begitu gugup, karena Shaquilla menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Aku...Aku hanya ingin mengungkapkan perasaanku, jika boleh aku mengatakan. Aku...Aku sungguh mencin...