Bab V - Tidak Terduga

193 38 7
                                    

San berjalan santai. Wooyoung dan Yeosang mengikuti langkahnya tanpa bersuara. Sesekali mereka akan berhenti dan mengamati bangunan-bangunan yang berdiri menjulang. Suasana di kota itu cukup membuat bulu halus mereka berdiri. Entah kenapa rasanya seperti ada sepasang mata yang selalu mengawasi. 

Wooyoung biasanya selalu berisik, kini sedikit diam. Pengaruh di sekitar cukup kuat membuat bocah satu itu mengendalikan diri. Yeosang di samping Wooyoung menghela napas kasar. Seharusnya dia bersyukur Wooyoung tidak seberisik biasanya. Namun, Yeosang justru merasa aneh karena hal itu. 

"Woo, ngomong lah! Tumben banget lo diem", ucap Yeosang sambil menyenggol pelan bahu temannya itu. San menoleh ke arah Wooyoung. Menunggu responnya. 

"Males gue. Hawanya gak enak", perkataan Wooyoung membuat San dan Yeosang diam. Tidak bisa dipungkiri jika keduanya juga merasa tidak nyaman. Setitik penyesalan hinggap di hati mereka. 

"Tapi, gimana lagi? Gak mungkin kita pulang lagi kan?" Wooyoung mengangguk. Rencana mereka untuk berlibur harus terlaksana. Mereka sudah menantikan momen kebersamaan seperti ini. Ia tidak mau hanya karena suasana tidak enak dari sekitar menghambat kebersamaan yang sudah dinantikan. 

Beberapa orang terlihat keluar dari gedung. Berjalan tergesa, pergi berpencar. Yeosang melirik jam tangannya. Ah, sudah jam pulang, batinnya. Hatinya merasakan kelegaan. Ternyata masih ada orang di sana. Kota itu tidak benar-benar mati. Benar, kan?

Di antara banyaknya orang yang bergegas pulang, ada seseorang berdiri di ujung jalan. Mata tajam Yeosang menatap orang itu. Tidak terlihat dengan jelas karena jarak yang membentang. Yeosang hanya bisa memastikan bahwa orang itu menatap tajam ke arah mereka, dengan seringai lebar yang menghiasi wajahnya. Oh, jangan lupakan baju putihnya yang mencolok. 

"Hei!!! Yeosang!!" tersadar dari lamunannya, Yeosang menatap bingung Wooyoung. Anak itu mengguncang tubuhnya dengan kencang. Yeosang mengangkat satu alisnya tanda bertanya. Dibalas dengusan kasar oleh Wooyoung. 

"Lo liatin apaan si?! Di mobil si Yunho yang gini, di sini elu lagi! Heran gue", dumel Wooyoung. San hanya diam melihat keduanya. Alisnya mengerut ketika Wooyoung menyebut nama Yunho. Dan apa tadi? Di mobil Yunho juga seperti itu? Apa yang sebenarnya dua orang itu lihat? San jadi merasa ada yang disembunyikan oleh keduanya. 

"Bukan apa-apa. Ada yang mirip tadi, gue kira temen gue tapi bukan"

"Temen? Siapa? Sejak kapan lo punya temen yang gak gua tau?" Yeosang tidak menjawab. Ia malas meladeni Wooyoung. Lagipula ia tidak bisa memberikan alibi lain lagi. Setiap Yeosang berteman, Wooyoung pasti mengetahuinya. Singkatnya Wooyoung mengenal semua orang yang menjalin pertemanan dengan Yeosang. 

"Woy! Udah mau malem! Ayo balik villa!!!" teriakkan Jongho membuat tiga pemuda yang berdiri di pinggir jalan menoleh. Mereka melihat Jongho dan dua temannya yang lain kembali masuk ke dalam villa. 

Tanpa menjawab, Yeosang langsung melangkah kembali ke villa. Diikuti Wooyoung yang cemberut karena pertanyaannya belum terjawab dan San yang memikirkan kemungkinan dugaannya. 

Semerbak aroma pengharum ruangan langsung menusuk indra penciuman. Villa yang mereka dapatkan memiliki fasilitas yang cukup memuaskan. Villa dua tingkat. Di lantai pertama ada ruang tamu, ruang untuk berkumpul, dapur, ruang makan, dan 2 kamar mandi. Di lantai atas ada 5 kamar tidur beserta kamar mandi dalam, ruang kumpul dan balkon. Villa itu juga dilengkapi dengan AC yang menyejukkan di kala panas mendera. 

"Bantu tutup jendela sama gordennya. Terus nyalain lampu luar", Yunho langsung berinisiatif membantu Seonghwa. Ia menutup setiap jendela yang terbuka. Di saat Yunho melihat ke luar, ia merasa aneh karena jalanan terlihat gelap. Tidak ada satu pun rumah atau gedung yang menyalakan lampu. Hanya ada cahaya remang-remang dari lilin yang sebentar lagi padam.

"Aneh banget", perkataan Mingi mengalihkan perhatian Yunho. Ia cepat-cepat menutup jendela dan bergabung bersama yang lain. 

"Kenapa lagi?" Hongjoong bertanya dengan pelan. 

"Di luar gelap banget. Kayaknya gak ada yang nyalain lampu deh. Paling banter tuh ada lilin. Itu juga udah redup banget"

"Nah! Itu yang mau gua bilang. Prik banget sumpah. Gak bakal ada yang mau keluar rumah pasti. Orang gelap banget di luar", Mingi menyahuti ucapan Yunho. 

Hongjoong menghela napas pelan. Seonghwa melihatnya memberikan tatapan prihatin. Hongjoong, terlalu memikirkannya dengan keras. Padahal tidak perlu ditanggapi serius. Bisa saja ini adalah tradisi di sana. 

Dari beberapa sumber yang Seonghwa pernah baca, memang ada kota atau tempat yang penggunaan listriknya masih minim. Hal ini dikarenakan tradisi dan adat yang berkembang di tempat tersebut masih kental. Well, pemikiran seseorang yang selalu positif terhadap apapun. 

"Tradisi kali. Gak usah diambil pusing menurut gua. Yang penting kagak ada yang ngeganggu" kata Seonghwa.

"Bang", semua orang menoleh pada si bungsu, Jongho.

"Gua laper, hehehehe", sambungnya dengan kekehan ringan. Membuat siapapun gemas padanya. Wooyoung yang berada di sampingnya langsung menguyel pipi Jongho gemas. 

"Gemes banget si!!!! Lo ngegemesin sumpah!!" 

"AAAAAAKKKKKK BANG WOOYOUNG!!! LEPASIN GUA!!! JANGAN SENTUH GUA PLISS!!! JAUH-JAUH!!!" 

"HAHAHAHA" semua orang hanya tertawa melihat interaksi keduanya. Seperti bocah lima tahun. Ah, benar. Wooyoung dan Jongho memang masih bocah di mata mereka. 

"Udah-udah! Kasian itu si Jongho. Kalo nangis gimana?" canda San. 

"Gua kasih balon nanti kalo nih bocah mewek", jawab Wooyoung sambil terkekeh. Raut muka Jongho sudah tidak enak dipandang. Bibirnya turun ke bawah, kedua matanya berkaca-kaca. Ia tidak diterima dianggap bocah! Jongho itu sudah besar! Itu yang ia pikirkan. 

Wooyoung melepas cubitannya. Tersenyum lebar menatap temannya yang lain tanpa rasa bersalah. Dengan ringan, Wooyoung beranjak. Melangkahkan kakinya ke dapur. Berniat untuk memasak makan malam. Diikuti Seonghwa di belakangnya. 

"Sakit banget", ujar Jongho setelah Wooyoung menghilang di balik tembok dapur. 

"Merah gitu. Ganas banget si Wooyoung", celetuk Hongjoong. 

Mereka kembali bercengkrama. Menunggu makan malam siap. Di tengah-tengah obrolan, terdengar suara gaduh di luar. Pintu villa mereka juga digedor cukup keras. 

"Apaan tuh?" Mingi berinisiatif untuk keluar, namun tangannya dicekal oleh San. 

"Liat dari jendela dulu. Takutnya orang iseng", San menyingkap gorden sedikit. Mengintip kejadian di luar. Diikuti oleh lima temannya yang lain. 

Mereka melihat enam orang berjubah berdiri di depan villa mereka. Salah satu dari mereka menggedor pintu villa. Lima lainnya hanya berdiri dengan membawa obor di tangan masing-masing. Mulut lima orang itu berkomat-kamit. Seperti merapalkan sesuatu. Mantra, doa atau sejenisnya. Tidak bisa didengar dengan jelas. Setelah selesai membacakan itu, satu di antara mereka menaburkan bubuk berwarna putih. Seperti garam bubuk. Satu lainnya menancapkan kayu berbentuk segitiga di salah satu pot kosong berisi tanah di sana. Tiga lainnya sibuk menggambar sebuah tanda yang entah berbentuk apa. Tak lama setelah itu, mereka langsung pergi tanpa berkata apapun. Hanya saja, satu dari orang itu menatap tajam para pemuda yang mengintip. Memberikan seringai lebar, lebih mirip seperti ancaman.

"Gila, ngapain itu mereka?"

***

.
.
.
.
.
.
.
.

Haiii!!!
Selamat hari Senin semuanya!!!!
Semoga di awal minggu pertama bulan ini kalian diberikan kelancaran. Aamiin!!
Buat yang lagi UAS semangat ya!! Semoga UAS nya dilancarkan🤲.

Terima kasih sudah baca..
Jangan lupa buat vote dan comment ya guys!!!
See you in the next chapter!!!
Byeee💫💫👋👋

ATEEZ | The Museum [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang