Bab IX - Mayat

164 35 12
                                    

Yeosang terdiam di kamarnya. Menghela napas, lalu merebahkan tubuh di kasurnya. Matanya menerawang. Mengingat hal apa yang mungkin dia lewatkan selama berlibur.

Kalimat ramalan yang ada di buku membuat Yeosang gusar. Walaupun dia mencoba menepis semua prasangka buruknya, tetap saja rasa khawatir masih berdiam diri di hatinya.

Dari luar, Yeosang terlihat dingin, tidak pedulian, dan cuek. Tapi, siapa sangka kalau dia adalah yang paling peduli pada teman-temannya. Yeosang bukan tipe orang yang aman menunjukkan secara langsung kepeduliannya. Dibalik kata-kata tajamnya, dia selalu memerhatikan orang di sekitarnya.

Cara Yeosang mengekspresikan perasaannya itu melalui tindakan langsung, tanpa disadari siapa pun. Itulah yang membuatnya bisa mendapatkan banyak teman.

"Gue yakin itu bukan sekedar kalimat biasa. Apapun itu, gue harap gak ada hal buruk yang terjadi", monolog Yeosang.

***

Seonghwa memutuskan untuk pergi ke taman. Bukan taman kota, tapi taman yang ada tepat di samping kiri villa. Taman kecil yang ditumbuhi bunga-bunga dan kolam ikan kecil. Tersedia bangku panjang juga di sana.

Kini matahari sudah agak condong ke barat. Membuat hari tidak sepanas sebelumnya. Suasana sepi, ditemani hembusan angin sepoi-sepoi membuat Seonghwa memejamkan matanya.

Rasanya sangat tenang dan nyaman. Sudah lama Seonghwa tidak merasakan ketenangan seperti ini. Hiruk pikuk kota ditambah banyaknya tugas kuliah, membuat Seonghwa jarang memiliki waktu santai seperti ini.

Ditambah lagi dia adalah aktivis kampus. Membagi waktu cukup sulit dilakukan. Apalagi hubungan asmaranya kini tengah diuji. Membuat beban pikirannya bertambah.

Hongjoong mendudukkan diri di sebelah Seonghwa. Mereka duduk berdampingan dengan mata yang sama-sama terpejam. Menikmati waktu yang tengah bergulir.

"Lo kalo ada masalah cerita. Jangan dipendem", ujar Hongjoong memecah keheningan. Seonghwa membuka matanya, menghela napas sejenak sebelum bersuara.

"Shafira. Gua mikirin dia. Akhir-akhir ini hubungan gua gak baik sama dia", Seonghwa berucap lirih.

"Kayaknya cepat atau lambat, hubungan gua bakal berakhir. Bukan gua gak rela. Hubungan gua sama dia emang gak sehat sekarang. Harusnya gue dengerin apa kata Lo. Shafira, dia main lagi di belakang gua", Hongjoong menatap Seonghwa datar. Sudah berkali-kali ia memperingatkan Seonghwa. Namun, temannya itu tidak pernah mendengarkan.

"Terserah. Tapi, emang lebih baik kalo Lo lepas dia. Kalo Lo mau tau, gua juga putus sama Audrey. Dia bukan gadis yang tepat buat gue. Dan gue yakin, Shafira juga bukan gadis yang cocok buat Lo. Di atas kebahagiaan semua orang, Lo harus bisa prioritasin kebahagiaan Lo juga. Gak papa sesekali kita egois buat kebahagiaan kita sendiri. Jangan terlalu baik jadi orang", jawab Hongjoong.

Baik Seonghwa maupun Hongjoong, keduanya belum bisa menemukan tambatan hati yang cocok. Sekalipun mereka membangun hubungan asmara, akhirnya akan selalu sama. Berpisah dan merelakan. Jika tidak dikhianati, mereka akan ditinggalkan dengan alasan yang tidak bisa mereka terima.

Dua adam itu kembali diam. Memikirkan masa depan. Bagaimana merajut kisah yang bisa mereka ceritakan pada anak mereka nanti. Sekilas, mereka bersyukur bisa berlibur di sini. Tempat yang cocok untuk merenung.

***

Wooyoung menguap pelan. Dia mengucek matanya yang tampak memerah. Setelah selesai membereskan ruang tengah, dia tertidur di sana. Bersama dengan San Mingi, Yunho dan Jongho.

Wooyoung menggeliat. Matanya menatap jam dinding. Pukul 16.00 WIB. Cukup lama ia tertidur. Sekitar 2 jam.

Wooyoung beranjak pergi. Membiarkan temannya yang lain menyelami alam mimpi.

ATEEZ | The Museum [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang